Motor yang dinaiki Adera dan Gadis berjalan menyusuri jalanan Kota Bandung, kali ini Gadis mengizinkan Adera untuk mengantarnya pulang dengan satu permintaan, yaitu mengajaknya berkeliling-keliling. Gadis tidak mau jika tiba di rumah nanti sang mama melihat matanya yang lebam akibat menangis.
"Kamu tidak lapar?" tanya Adera berteriak.
"Sedikit" jawab Gadis melingkarkan tangannya pada perut Adera, karena kecepatan motornya yang semakin meningkat. "Jangan terlalu kencang, aku belum ingin mati" pinta Gadis.
Namun Adera malah sengaja mempercepat dan membuat pelukan Gadis semakin erat.
Disisi lain Langit yang kini tengah disibukkan dengan membawa barang belanjaan milik Bela merasa ada sesuatu yang janggal.
"Bela, apa kamu sering belanja sebanyak ini?" tanya Langit yang mengekori Bela.
Bela tertawa, "Maafkan aku Langit sudah merepotkan, soalnya aku tidak punya teman lagi untuk menemaniku berbelanja" ucap Bela. Ia menatap kedua tangan Langit yang sudah memegang beberapa kantung belanjaan. "Aku harus membeli peralatan sekolah yang baru sekarang, aku sudah berubah bukan?" tambah Bela lagi.
Langit dan Bela masuk dari satu toko ke toko lainnya. Disaat Bela asik memilih tas, Langit menyempatkan untuk melihat ponsel yang berada dalam saku jaketnya.
"Kenapa ponselku tidak berdering sama sekali?" gumamnya, melihat ponselnya. Namun betapa kagetnya saat melihat notif dari Gadis. "Kenapa hp ini aku silent?" gerutunya kesal, lalu membaca pesan dari Gadis.
"Ya ampun!! Gadis" pekik Langit bangkit dan segera menarik tangan Bela. "Maafkan aku, sepertinya aku harus segera pulang. Gadis sudah menghubungi sedari tadi. Kamu bisa pulang menggunakan taxi atau ojek online bukan?" ujar Langit, menyimpan kantung belanjaan di kaki Bela yang masih membeku.
Langit berlari menuju parkiran, pikirannya terpusat pada Gadis. "Kenapa aku sampai tidak mengecek hp sih!! Argh!" gerutunya.
***
Dengan wajah resah Langit sudah berada di depan rumah Gadis, ia mondar-mandir tidak karuan karena melihat kondisi rumah yang begitu sepi. Kembali Langit menatap ponselnya yang sudah menunjukan jam tujuh malam.
"Kemana dia!!" gerutunya, mencoba menelpon Gadis namun hasilnya nihil. Ponsel Gadis tidak aktif sama sekali.
Langkah kaki Langit terhenti saat melihat motor yang berjalan kearahnya dan kini tepat berhenti di hadapannya.
Gadis yang mengenakan jaket milik Adera turun, ia menatap Langit.
"Dari mana kamu? Aku ke tempat les dan kamu sudah tidak ada?" tanya Langit cemas.
Gadis turun dari motor Adera, "Aku sudah menghubungi mu, tapi tidak ada jawaban" jawab Gadis, ia memalingkan pandangannya ke arah Adera yang masih berada di atas motor. "Terimakasih untuk semuanya, jaket ini aku cuci dulu" ucap Gadis lesu dan segera masuk ke dalam rumah.
"Gadis, tunggu!" panggil Langit, namun lengannya ditahan Adera.
"Jangan ganggu dia lagi" pesan Adera membuat Langit memicingkan mata. "Kamu tidak ada disaat Gadis membutuhkanmu!"
Langit menarik lengannya kasar. "Ini tidak ada urusannya denganmu!" balas Langit.
"Ada, karena kini aku yang akan melindunginya" jawab Adera menutup kaca helm, lalu melaju dengan cepat.
Langit menghentakan kakinya kesal, ia merasa begitu bersalah pada Gadis dan kesal pada Adera yang jelas-jelas menyukai Gadis.
***
Gadis membuka matanya, akibat kelelahan semalam Gadis langsung tertidur begitu lelap. Ia bahkan tidak tau kedatangan sang mama yang mengecup keningnya semalam.
Gadis meraih ponselnya, ia melihat sebuat pesan untuknya. Ia segera tertawa melihat pesan dari Adera.
Adera : Senyum pagi dulu
Terlihat Adera mengirimkan foto selfienya dengan raut wajah yang begitu konyol, itu otomatis membuat Gadis tertawa melihatnya.
"Laki-laki bodoh, kenapa dia bisa berekspresi seperti ini!" kekeh Gadis. Dengan cepat ia membalas pesan Adera.
Gadis : Itu bukan senyum, tapi konyol!!
Berkat pesan singkat dari Adera, Gadis merasa sedikit lebih baik. Ia bangkit dari ranjangnya, menatap wajahnya pada cermin. "Sepertinya mataku sudah lebih baik" ucap Gadis, keluar dari dalam kamar.
"Selamat pagi sayang" sapa mama yang sudah menyiapkan sarapan. "Maafkan mama, semalam pulang larut sekali. Teman mama yang menang arisan mentraktir makan jauh sekali" ujar mama merasa tak enak.
Gadis tersenyum, ia memeluk tubuh mamanya. "Tidak masalah, lakukan apa yang membuat Mama senang"
"Ah, manis sekali anak mama ini" Mama membalas pelukan Gadis. "Ayo sarapan, hari ini liburkan?"
Gadis mengangguk, ia segera duduk dan mulai menuangkan Nasi Goreng pada piring. "Jaket diatas kasurmu itu milik siapa? Sepertinya Mama baru melihat? Apa itu milik Langit?"
Gadis menggeleng, "Itu milik Adera, kemarin dia mengantarku pulang" jawab Gadis datar.
"Sepertinya ia anak yang baik" tambah mama.
***
Gadis dan mama menghabiskan hari Sabtu nya dengan menonton DVD secara maraton. Kedua orang ini memang sangat kompak dalam memilih drama atau film, terlihat dari ekspresi wajah yang mirip saat kesal dengan tokoh antagonis.
"Kalo di dunia nyata sama persis mirip Tante Tasya!" ceplos Gadis, dengan spontan mama mencubit pipi Gadis. "Aw, ini memang nyata Ma, kemarin saja dia--"
Kata-kata Gadis terhenti saat mendengar suara mobil yang berhenti di depan rumah. "Itu Papamu datang" ujar Mama menepuk pundak Gadis.
"Argh, apa yang mau dia lakukan lagi!" gerutu Gadis kesal, ia melemparkan remote televisi sembarang. Lalu berjalan mengekori mama untuk membukakan pintu.
Seperti biasanya, Mama selalu ramah menyambut kedatangan suaminya yang jelas-jelas sering membuatnya menangis.
"Gadis, Papa mau bicara denganmu!" suara berat milik sang papa membuat Gadis harus pasrah mengikuti perintahnya.
Kini Gadis seolah menjadi tersangka utama yang tengah disidang, namun bedanya ia berada di ruang keluarga.
"Apa yang kamu lakukan pada Tante Tasya?" tanya papa.
Gadis memutar bola matanya, "Apa yang wanita itu ceritakan? Cih, bisanya hanya mengadu!"
"Gadis!" teriak papanya. "Apa kamu tidak mengajarkan sopan santun pada anak perempuan mu ini?" kini Papa Gadis menyudutkan sang mama.
"Gadis, bicaralah yang sopan" pinta Mama lembut, ia mengusap lengan Gadis mencoba menenangkan.
"Untuk apa Papa meminta dia menjemput Gadis? Apa Gadis harus bangga jika Papa Gadis mempunyai dua istri, hah?" jawab Gadis lagi.
"Kamu ini memang tidak bisa ditanya baik-baik!" bentaknya lagi sambil memukul meja.
Gadis sudah tidak bisa lagi mengontrol emosinya, ia segera bangkit dan keluar dari rumah seperti kebiasaannya.
Hanya dengan mengenakan sendal berbentuk sapi, celana pendek dan kaos ia berjalan menyusuri komplek.
Langit yang tengah mencuci motor di depan rumah melihatnya. Ia segera berlari mengejar Gadis.
"Kamu mau kemana?" tanya Langit yang menyamakan langkah kakinya. Gadis masih terdiam, "Mau beli es krim?" tawar Langit.
Gadis menghentikan langkahnya, ia menatap Langit tajam. "Aku bukan anak kecil lagi" jawab Gadis kembali berjalan.
"Lalu? Kamu mau kemana? Kasian sapi di kakimu jadi kotor" ujar Langit terkekeh. "Ada pundakku, kamu mau menangis?"
Gadis menghentakkan kakinya, "Aku bukan Gadis cengeng yang hanya bisa menangis! Berhentilah menggangguku!" pekik Gadis sambil menangis.
Langit tersenyum, ia memeluk tubuh Gadis. "Ada aku disini, tenanglah" ucap Langit menenangkan Gadis. "Beli es krim ya" goda Langit, membuat Gadis mencubit keras perutnya. "Aw ... aku hanya bercanda!"
***