Dylan membuka pintu kamar mandi hanya mengenakan selembar handuk yang terlilit di pinggulnya.
Pria itu sudah mengobati luka di bibir dan mukanya walaupun masih ada kesan luka di muka dan dan bibirnya.
Dia melangkah mendekati Sarah dan melihat gadis itu yang tidur terlentang dengan kedua kakinya melebar.
" Sialan.. apa dia sengaja.." Dylan menggerutu sambil memandang paha mulus gadis itu yang terpajang jelas depan mata.
" Haruskah aku melakukannya?" Tanyanya pada dirinya sendiri, dia tampak tak tahan, apalagi tongkat saktinya sudah berdiri tegap.
" Ini bukan salahku, ini salah dia sengaja mau menggodaku.."
Perlahan pria itu naik ke atas ranjang dan menindih tubuh gadis itu.
Dia menurunkan celana dalam gadis itu dengan pelan, agar tidur Sarah tak terganggu.
Namun karena posisi gadis itu yang mengangkang membuat Dylan kesusahan menurunkan celana dalam tersebut.
" Tidak ada cara lain.."
Dia mengoyakkan tepian pada celana dalam itu membuat tidur Sarah sedikit terganggu karena bunyi khas dari robekan itu terdengar.
Dylan mendongak memandang kearah Sarah, pria itu sampai berhenti bernafas untuk seketika karena takut gadis itu terbangun.
Melihat Sarah yang sudah kembali terbuai tidur, Dylan menarik perlahan celana dalam itu.
" Sial.. aku sudah tidak sabar memasukinya."
Dylan memandang dengan kagum bunga yang sudah terpampang jelas di depan mata itu.
Dia melepaskan handuknya dan memposisikan tubuhnya di antara dua paha Sarah.
Sarah menggeliat kegelian dalam tidurnya, dia merasa gerakan aneh di bawanya.
" Aah.." gadis itu mendesah di dalam tidurnya. " Hmm.."
Perlahan tapi pasti ada sesuatu benda keras yang mengacung tegak memasuki tubuhnya.
Semantara Dylan masih berusaha menerobos masuk miliknya, tanpa harus membangunkan wanita itu, tapi karena milik Sarah yang masih sempit walau sudah berulang kali Dylan memasuki membuat Dylan kesusahan menebus masuk.
" Aah... f**k!" Milik Dylan yang masih separuh yang masuk di dalam sana dia merasakan pusakanya di cengkeram erat oleh milik gadis itu.
Dia benar benar tak tahan dengan sekali hentakan pusakanya menerobos masuk separuhnya.
" Aaahhh!" Sarah mendesah panjang dan tanpa sadar dia memegang erat lengan berotot Dylan.
" Tuan?"
" Maaf sayang.. aku tidak ada niatan membangunkanmu, tapi aku benar benar sudah tidak tahan.." kata pria itu dengan wajah memelas.
Sarah terdiam, lalu memandang ke bawa kedua kakinya yang melebar membuat dia melihat milik mereka yang sudah menyatu walaupun tak jelas dia lihat, milik pria itu sudah tertanam sempurna dalam liangnya.
" Kau apakan celana dalamku?" Tanya Sarah menahan geram, dia lihat celana dalamnya itu masih terpakai di sebelah kaki kirinya, namun sudah robek.
" Nanti aku belikan yang baru ya.." kata dykan serba salah. " Apa aku sudah bisa bergerak.."
Sarah terdiam lagi, rasanya dia mau saja mencakar wajah tampan pria itu.
Di bahagian bawahnya terasa mengganjal, dia ingin pria itu bergerak, namun ego masih menguasai fikirannya sehingga dia hanya terdiam.
" Diam berarti iya.."
" Emhh!"
Dylan menumpukan kedua tangannya di kedua sisi Sarah, semantara pinggul pria itu sudah mulai bergerak, yang awalnya pelan berubah menjadi gerakan brutal.
" Bagaimana rasanya.." tanya Dylan sambil menatap wajah Sarah. " Apakah enak.. hem?"
" Hm.. hmm.." Sarah bergumam tak jelas dengan mata mendelik. " Shh.. hmm.."
" Keluarkan suaramu, Sayang.."
Dylan menurunkan kebawa sebelah tangannya sehingga kini tinggal sebelah tangannya yang yang menahan tubuhnya agar tak sepenuhnya menindih tubuh gadis itu.
" Apa kau suka aku bermain disini, Sayang."
Ibu jari pria itu bermain pada bahagian clit gadis itu.
Hal itu membuat Sarah mendesah nikmat, dia meramas dadanya yang masih terhalang drees.
" Aahh.. tuan!"
" Ya Sayang.. apa kau menyukainya.." Dylan menggosok clit Sarah dengan cepat, rahang pria itu juga keras, kemudian dia menggeram tertahan.
" Tuan.. aku.. aku mau keluar.." jerit Sarah sambil memeluk erat kepala Dylan, kedua kakinya juga melingkar erat di pinggang pria itu.
" Keluarkan Sayang.. keluarkan.."
" Aaahhh!"
" Yeah! Fuck.."
Dylan menghentak pinggulnya dengan sangat keras membuat mata Sarah terbelalak.
" Aaahhh!" Sarah menjerit, tubuhnya kelojotan karena tusukan keras itu.
Detik kemudian Dylan merasakan cairan Sarah membasahi pahanya.
" Tuan.." lirih Sarah dengan suara hampir hilang. " Anak kita.."
Dylan terhenti, dia sampai lupa wanita itu sedang hamil anaknya. " Maaf Sayang.."
Pria itu melepaskan penyatuan mereka dan mengelus perut rata Sarah. " Maafkan Daddy ya, Nak.."
Sarah yang masih menikmati sisa pelepasannya, hanya membiarkan pria itu mencium perutnya.
" Kamu keluar banyak, Sayang.." kata Dylan sambil memperhatikan milik Sarah yang memerah karena ulahnya.
" Milikmu terlihat cantik sayang dalam keadaan bengkak seperti ini.."
Sarah yang sudah kembali pada ke sadarannya menendang perut pria itu.
Tapi gerakan gadis itu cepat terbaca oleh Dylan, sehingga dia dengan begitu mudah menangkapnya.
Dan berikutnya melebarkan kedua paha Sarah, lalu memandang Sarah dengan senyuman miring.
" Tidak.. tidak.. jangan lagi.." Sarah menggelengkan kepala, karena sadar apa yang akan di lakukan pria itu.
Seperti tak mendengar apapun, Dylan membenamkan kepalanya di bawa sana.
" Aah.. aahh.. tuan, hentikan!" Sarah berusaha menyingkirkan kepala Dylan di bawanya.
Namun bak kesetanan Dylan menyedut kuat clit Sarah sambil memeluk erat kedua pahanya, agar mengurangi pergerakan Sarah.
" Tuan.. please stop.."
Dylan menggerakkan lidahnya memainkan clit gadis itu, dan bergerak ke tengah liang Sarah lalu menusuk lidahnya ke dalam sana.
" Aaahh.."
Sarah merapatkan pahanya karena geli dan nikmat bersamaan itu membuat dia tak tahan.
Tapi Dylan masih menahan pahanya sehingga Sarah tetap mengangkang.
" Aaahh! Ampun! Tuan.. jangan! Stop.." Sarah mengoceh tak jelas yang langsung tak di pedulikan Dylan.
Kepala Sarah terpelanting ke belakang saat lidah Dylan terus menggoda clitnya.
" Aaahhh.. " pinggul Sarah bergerak tak keruan saat sensasi nikmat menghampirinya.
" Oh.. aku sudah tidak kuat.." Sarah mengangkat pinggulnya, sehingga wajah Dylan terbenam di bawanya.
Dylan yang sadar Sarah sudah hampir mencapai puncaknya, menggigit gemas clit gadis itu.
Dan tak lama kemudian terdengar lolongan panjang dari bibir Sarah.
Wajah Dylan di basahi dengan cairan menikmatan Sarah, dia menjilatnya habis.
" Bagaimana.."
Sarah tak mampu menjawab, tubuhnya menggelepar sambil merapatkan kedua kakinya.
Dan Dylan yang membiarkan.
" Sayang.." panggil Dylan setelah berapa menit saling terdiam, nafas gadis itu juga sudah kembali teratur.
" Aku masih belum keluar.." Dylan bergerak memeluk tubuh Sarah yang sedang membelakanginya.
" Bolehkah aku memasukimu sekali lagi.." pria itu meminta izin, namun tangannya sudah menuntun miliknya untuk mencari pintu kenikmatan.
" Bolehkah Sayang.." tanya pria itu lagi, namun miliknya sudah separuh memasuki gadis itu.
" Terserah.." jawab Sarah dengan acuh.
Dylan tersenyum dan mulai mengayunkan pinggulnya.
" Sayang.. aku ada misi sebentar lagi.." kata pria itu sambil bergerak pelan.
" Misi?" Tanya Sarah di sela sela desahannya, walaupun gerakan itu pelan, namun dia merasakan milik pria itu menebus sampai di perutnya.
" Iya.."
Dylan menarik sebelah kaki Sarah ke pinggangnya, lalu menambah kecepatan genjotannya.
" Aku sudah hampir sampai, Sayang.." geram pria itu dengan wajah memerah.
Hingga tak lama kemudian, Sarah merasakan semburan hangat ke dalam rahimnya.
Tubuh wanita itu bergetar.
" Apa kamu keluar lagi.." tanya Dylan masih menghentak pinggulnya dengan tempo lambat.
" Iya.." jawab Sarah ketus.
Dylan tertawa pelan, dan melepaskan penyatuan mereka, lalu memutar tubuh Sarah.
" Kamu pasti kepanasan, seharusnya tadi kamu membuka dreesmu.."
Dylan memperhatikan wajah Sarah yang di penuhi keringat.
" Huh?" Sarah gelagapan mendengar kata pria itu. " Tidak perlu, Tuan.."
" Kenapa?" Tanya Sarah karena Dylan hanya memandang wajahnya tanpa kata kata.
" Aku bukan tuanmu.." Dylan mengelus pipi Sarah dengan lembut. " Kamu bisa memanggilku apapun yang kamu mau, asal bukan tuan.."
" Lalu?"
" Terserah kamu.."
Sarah tampak berfikir sejenak, dan mengingati teman teman pria itu yang biasa memanggilnya “Lan”
" Bagaimana kalo Lan saja.."
" Terlalu biasa, teman temanku semua memanggilku Lan.."
" Ya bagus dong.."
Dylan mencebikkan bibir. " Tapi kita bukan teman, jadi carilah panggilan yang istimewa sedikit.."
" Istimewa? Bukan teman? lalu?"
" Kita adalah sepasang kekasih.." jawab Dylan tanpa ragu.
" Kekasih?" Tanpa sadar hati gadis menghangat. " Jadi kita sepasang kekasih?" Sarah memastikan dengan wajah memerah karena malu.
" Iya.. bukankah kamu sudah mengandung anakku? Berarti kamu kekasihku.."
Sarah tertawa pelan, hal yang baru pertama kali di lihat Dylan. " Kamu bahagia?"
Sarah terus mengangguk kepala.
" Bagus! Setelah semua masalah aku selesai kita akan menikah.."
" Baiklah, Lan.."
" Sudah aku katakan jangan memanggilku Lan, kita bukan teman.."
" Lalu?"
Pria itu menarik nafas kesal. " Terserah."
" Baiklah Dylan.."
" Jangan Dylan juga, panggilan itu terlalu biasa.."
" Lalu?"
Sudah dua kali gadis itu bertanya soalan yang sama.
" Terserah.." jawab pria itu sudah terdengar dingin.
Sarah meneguk salivanya dengan susah payah, lalu memutar otaknya untuk mencari panggilan sesuai yang pria itu inginkan.
" Bagaimana kalo, Hubby.." kata Sarah dengan takut takut.
Dylan yang sudah baring terlentang melirik sekilas kearah gadis itu, namun masih sama dengan tatapan dingin.
Detik kemudian dia tersenyum.
" Begitulah.."
" baiklah Hubby.."
" Okay Sayang.."
Dylan kembali memutar tubuhnya lalu memeluk erat tubuh gadis itu.
Dan membisikkan sesuatu yang membuat senyuman di wajah Sarah hilang.
" Tidak, aku selalu berdoa untuk kamu kok."
Dylan tak menjawab apapun, dia hanya memeluk tubuh gadis itu.
Malam ini semua akan aku selesaikan. Gumam pria itu dalam hati.
~ Bersambung ~