65. Gara Gara Arloji

1384 Words
" Mommy! Mommy!" " Kenapa, Adik?" " Belakang Della sakit Mommy.." anak kecil berusia lima tahun itu berlari menghampiri ibunya. " Mana sayang.." Della yang masih di balut handuk itu memutar tubuhnya. " Disini, Mommy.." " Tapi tidak ada lukanya, Sayang.." " Tapi sakit sekali, Mommy.." anak kecil itu memutar lagi tubuhnya, lalu mengalungkan kedua tangannya di leher sang ibu. " Kenapa ya Mommy.. Della sedih sekali hari ini?" Anak kecil itu berceloteh, lalu mencium pipi ibunya. " Terus ya Mommy tadi malam Della tiba tiba saja menangis begitu.." Elena terkesiap kaget mendengar luahan anaknya, apa mungkin ini ada hubungannya dengan Delia, adik kembar Della. " Adik sudah berapa kali mandi hari ini.." tanya Elena untuk mengalihkan pembicaraan. " Baru tiga kali sih mommy.." anak kecil itu tertawa pelan sambil mencium lagi pipi Elena. " Pantas anak Mommy wangi sekali.." " Iya dong Mommy.." Elena tersenyum sambil mengelus rambut panjang anak itu. " Mommy.." " Hm.." " Tubuh Della panas tidak Mommy.." Mendengar pertanyaan itu, Elena terus menyentuh kening Della dengan punggung tangannya. " Tidak panas.." " Iya Mommy.. Della juga sudah tanya sama Daddy katanya Della tidak apa apa.." " Pakai bajumu, Sayang.. nanti kamu masuk angin.." " Baiklah Mommy.." Tangan anak kecil itu mengambil baju yang sudah di siapkan ibunya. " Tapi kan Mommy benaran Della tu rasa panas dan sedih tapi anehnya yang panas dan sakit tu di sini Mommy.." Tanpa sadar mata Elena berkaca kaca mendengar celoteh panjang lebar anaknya itu. " Dimana, Sayang.." tanya Elena memastikan. " Disini Mommy.." Anak kecil itu memegang dadanya dengan wajah di buat serius. " Terus ya Mommy.. tadi malam ada anak kecil menangis, kasihan sekali dia Mommy.." " Anak kecil? Masuk di kamar kamu.." Elena mengusap airmatanya, dan memandang serius kaerah Della yang berusaha memakai bajunya. " Iya Mommy.. terus pas Della mau peluk dia karena kasihan, tahunya Della tiba tiba jatuh dari kasur.." adu anak kecil itu dengan mata membulat. Elena menyepitkan mata, detik kemudian dia sadar anaknya hanya bermimpi. Dia mengalihkan pandangan dan melihat Danish yang baru pulang sekolah. Wajah anak berusia sepuluh tahun itu terlihat dingin, pandangan matanya juga datar. Tanpa menyapa ibunya ataupun adiknya, dia terus masuk ke kamarnya. Elena menghela nafas berat melihat anak keduanya yang begitu dingin padanya, Danish berubah semenjak adiknya Delia di bawa pergi oleh Jackson. " Hey Mommy.." sapa Danny sambil mencium pipi kanan ibunya. " Hey adik.." " Hey Abang.." Della membalas sapaan kakaknya sambil tersenyum. " Abang Danish kenapa sih, sombong sekali.." gerutu anak kecil itu. Danny melirik ibunya yang sedang menahan Tangisan. " Adik..." Danny menggelengkan kepala memberi isyarat pada adiknya agar diam. " Apa sih?" Gerutu anak kecil itu yang sama sekali tak memahami isyarat sang kakak. " Whatever.." jawab Danny. " Mommy.. Abang ke kamar ya mau mandi.." Elena hanya mengangguk. *** " Maafkan aku Aldo.." lirih Jackson, setelah di tinggal pergi oleh Dylan tadi. Dia meratapi kelakuan buruknya selama ini yang sentiasa di maafkan sang kakak. " Kenapa aku baru menyadari sekarang kau begitu baik padaku, Al.." Dia menutup kedua telinganya, teriakan anak anak kecil tak bersalah itu terniang niangkan di dalam kepalanya. " Kau apakan Mommyku? Lepaskan dia.." Teriakan anak anak itu meminta ibu mereka di lepaskan terus terniang niangkan di kepalanya. Tak lama kemudian suara tembakan terdengar, dan suara anak anak itu juga hilang begitu saja. " Aarrghh..!!" Teriak Jackson bagaikan orang gila, hingga pandangan pria itu tertuju pada pisau yang tergeletak atas lantai. *** " Aaahh.. gatal.." desah Delia sambil melepaskan jas yang di pakaikan Lee di tubuhnya tadi. Lee hanya mematung melihat Delia yang sedang meramas dadanya sendiri. Detik kemudian pria itu menahan nafasnya melihat Delia melepaskan bra—nya. " Aaahh.. tuan! Tolong sentuh aku.." Bak cacing kepanasan, gadis itu bergerak gelisah di atas lantai sambil menyentuh seluruh tubuhnya. " Tuan! Tolong aku.. aaah! Panas.." gadis itu menyentuh miliknya yang sudah basah. " Aah.. aah!" Sebelah tangan Delia berada di dadanya, semantara sebelah lagi berada di bawa sana. Lee melihat jelas jari gadis itu keluar masuk di bawanya. " Hey.. ayo ke kamar mandi, untuk menghilangkan rasa gairahmu, kamu harus mandi.." Lee yang tak tahan menarik tangan gadis itu untuk berdiri. " Ayo cepat.." Alih alih mengikuti Lee, gadis itu justru menepis tangan Lee lalu menolaknya ke sofa. " Hey! Jangan Cristal! Dylan bisa membunuhku nanti.." " Dia bukan kakakku.." Keringat sudah membasahi tubuh telanjang gadis itu, dia berusaha membuka gesper Lee dengan susah payah. " Jangan!" Delia tak membiarkan Lee berontak, dia mengelus benda yang masih terlindung di balik kain celana itu, tapi Delia bisa merasakan dia sudah sangat keras. " Aah!" Desah Lee tak dapat menahan godaan tangan gadis itu yang mengelus pusakanya. Menyadari perhatian pria itu sudah teralih, Delia buru buru melepaskan resleting celana Lee dan menariknya ke bawa. " Wow!" Kedua pipi gadis itu yang sudah memerah, bertambah memerah melihat benda berurat itu terpajang jelas depan mata. Delia menjulurkan lidahnya, menjilat milik Lee sekilas. Lee menggeram tertahan, sepertinya gadis itu sengaja mau mempermainkannya. " Dasar gadis nakal.." " Aku menginginkanmu.." Dengan mata sayu Delia memandang kearah Lee. Lee meneguk salivanya dengan kasar, detik kemudian dia merasakan gadis itu naik atas pangkuannya. " f**k!" Lee dapat merasakan miliknya terbenam sepenuhnya di dalam sana. " Bantu aku, Tuan.." pinta gadis itu sambil mulai mengayunkan pinggulnya. Lee menarik nafas panjang, biarkan saja apa yang terjadi nanti, yang penting sekarang adalah menikmati kebersamaan ini. Gumam pria itu dalam hati. Dia memegang kedua sisi pinggul wanita itu. " Kau saja yang pegang kendali.." Gadis itu tersenyum kecil lalu mengangguk, Dan mulai menggerakkan pinggulnya dengan gerakan lambat, naik turun. Semantara itu Aaron tersenyum sendiri mendengar suara desahan dari arloji di pergelangan tangannya. " Sepertinya Lee terlalu kasar.." pria itu terkekeh geli, dia malah berharap Dylan juga sedang memakai arloji yang langsung berhubung dengan arloji yang lain saat ini. Arloji itu sudah di lengkapkan dengan alat pelacak dan juga sensor. Namun sepertinya Lee lupa mematikan sensor pada arloji itu, sehingga apapun yang di lakukannya saat ini di ketahui yang lain. Natalie yang saat ini depan kaca melepaskan benda yang melingkar di pergelangan tangannya itu dengan wajah memerah. " Sepertinya benar kata Aaron mereka sedang kuda kudaan saat ini.." Di sebarang kamar, Abigail juga melakukan hal yang sama, gadis itu menggerutu dengan kelakuan tak tahu malu Lee. Nick dan Brian yang berada di ruang menyimpanan obat obatan ilegal sudah melepaskan arloji mereka berapa menit lalu. Kalau Brian tampak tenang karena baginya sesama dewasa melakukan hubungan badan bukanlah masalah. Namun berbeda dengan Nick yang malah tidak fokus. " Sial.. apa yang mereka lakukan sebenarnya." Gerutunya yang jelas di dengar Brian. Semantara di rumah utama Natasha mulai mencari keberadaan suaminya. " Brian.." panggil Natasha yang baru terbangun dari tidurnya. " Bae.." Wanita itu turun dari atas ranjang sehingga tiba tiba dia memandang kearah jam tangannya. " Dia di markas dua.." Gumamnya sedih, namun tiba tiba dia menyepitkan mata melihat ada sensor yang on. " Lee.." Kim yang berada di rumah Brandon tak kalah kesalnya dengan yang lain, dia membuang arlojinya ke lantai. " Aku berharap Dylan akan segera membunuhnya nanti.." Detik kemudian, dia tersenyum masam. " Apakah tindakanku selama ini salah? Kenapa aku sepertinya merindukan kebersamaan kami yang dulu.." Dylan yang berada dalam kamar mandi membuang arlojinya ke dalam bathtub yang di penuhi air dengan kesal. " Sepertinya dia sengaja.. lihat saja apa yang aku akan lakukan nanti.." *** Lee yang tertidur di sofa sambil memeluk tubuh Delia membuka mata saat ponselnya berbunyi. Dia mematikan alarm, lalu memandang wajah damai wanita cantik yang tertidur nyenyak dalam pelukannya. Kemudian pandangan pria itu tertuju pada arloji di pergelangan tangannya. " Shit..!" Dia melepaskan pelukan pada Delia sehingga gadis itu terjatuh. " Aduh!" " Maaf... Maaf.." Lee buru buru menolong gadis itu berdiri. " Ayo kita mandi, aku ada misi sebentar lagi.." " Mandi?" " Iya.. atau kau mau kita mandi sendiri sendiri.." " Tidak masalah kita mandi berdua.." jawab gadis itu malu malu. " Baiklah.. ayo!" Delia berjalan mendahului Lee dengan langkah pelan dan sedikit melebarkan kaki. " Oh tuhan! Apa aku terlalu kasar tadi.." gumam Lee melihat gadis itu yang berjalan aneh. " Semoga Dylan tidak menyadarinya nanti.." Lee menggeram tertahan, di tambah lagi dengan arloji sialannya itu, dia sama sekali tak ingat untuk mematikan atau melepaskan dari tangannya. " Semoga mereka tidak mengejek ku nanti." ~ Bersambung ~ ========
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD