22. Pil Kontrasepsi

2762 Words
Pagi itu, Sarah terbangun dari tidurnya dengan seluruh tubuhnya yang terasa remuk. Bagaimana tidak, mafia psikopat itu menghajarnya habis habisan di atas ranjang. Ya, setelah pria itu merasa sudah cukup puas di balkon mereka lanjut di atas ranjang. Sarah menjerit dan meminta ampun agar pria itu berhenti, namun tidak! Dylan terus menghenjutnya hingga lewat tengah malam. Sarah meliarkan pandangan, pria itu pergi dari kemarin pagi, hingga pagi ini belum juga kembali. " Kemana pria itu.." gumamnya dengan suara serak, karena terus menjerit malam itu, suaranya sudah terdengar aneh. Sarah beranjak turun dari atas tempat tidur sambil menggapai handuk di lantai. Tanpa dia sadar, Dylan memperhatikannya dari camera yang tersembunyi di kamar itu. Dylan tersenyum melihat gadis itu dari ponselnya, gadis itu terlihat lucu dengan langkahnya yang pelan dan kakinya di lebarkan, seolah takut kedua pahanya bersentuhan. " Aku sudah curiga..." Kata Nick yang tiba tiba sudah berada di belakang Dylan dan melihat ponsel Dylan. " s**t!" Umpat Dylan sambil sembunyikan ponselnya. " Sejak kapan kalian disini.." Dylan memandang Kim dan Lee yang baru memasuki kamarnya. " Baru saja.." " Apa kita pulang duluan saja.." kata Lee sudah sedikit kesal, mereka sedang menunggu Brian dan Natasha yang masih dalam kamar hotel. Setelah upacara pernikahan Brian dan Natasha semalam, mereka memutuskan untuk menginap di hotel saja. " Boleh juga ni hotel.." kata Kim dengan bangga. Lee tersenyum mendengar kata Kim, Ya! Hotel ini adalah salah satu hotel milik Lee. " Apa kamu menyukai gadis itu, Lan.." tanya Nick mengalihkan perhatian Lee dan Kim. Dylan berdeham sebelum menjawab, dia tampak gugup dan salah tingkah, hal yang baru pernah kali di lihat Kim, Nick dan Lee. " Tidak.." Mereka hanya manggut manggut mendengar kata Dylan, namun dalam hati mereka tak percaya. *** Natasha yang sudah bangun terlebih dulu dari Brian, terus menatap wajah suaminya sambil tersenyum sendiri. Sesekali dia mengganggu tidur Brian, dia mencubit muka pria itu dengan gemas namun detik kemudian pula dia akan menciumnya dengan mesra. " Honey.." Brian yang masih memejamkan mata menangkap tangan mungil istrinya lalu menyingkirkan dari mukanya dengan pelan. " Tidur lagi yuk!" Kata Brian sambil menahan geram, sebenarnya sudah sejak tadi dia terganggu namun dia berusaha mengabaikan. Brian menarik tubuh Natasya dalam pelukannya, dan mencium kening wanita itu sambil memejamkan mata. Natasha mencium d**a pria itu sesekali dia menggigit, tangan Brian mengepal, sepertinya memeluk istrinya itu bukanlah ide yang bagus. " Jangan, honey.." Brian menunduk mencium bibir wanita itu, dia masih sangat mengantuk dan lelah. Natasha tersenyum sumringah saat pria itu melepaskan ciuman mereka, kemudian merangkak naik atas tubuh Brian. " Bae..." Natasha merebahkan kepalanya di d**a pria itu sambil mengelus lembut bahu suaminya. " Kita lanjut yuk.." Brian membulatkan mata, kenapa bisa terbalik seperti ini, istrinya terlihat semangat dan bertenaga berbeda dengan dirinya yang sangat lelah dan mengantuk. " Aku masih mengantuk, Sayang.." Natasha terus merengek tak suka, lalu duduk di atas tubuh pria itu. " Tapi kok ini on.." Natasha memegang pusaka pria itu sambil tersenyum genit. " Itu wajar karena aku belum pipis.." jawab Brian sambil menahan desahan karena wanita itu sedang mengurut pusaka kebanggaannya. " Oh begitu.." Brian hanya diam sambil memejamkan mata ketika wanita itu semakin liar saja mempermainkan pusat sensitifnya. " Kamu benar benar nakal.." Brian bangun lalu menggendong tubuh istrinya yang tak memakai apa apa. " Arh!" Natasha Kaget karena tiba tiba saja pria itu menggendongnya. " Kita mau kemana.." dia melingkarkan kedua kakinya di pinggang pria itu begitu juga tangannya. Brian tak menjawab, karena sedang coba mengatur emosinya. Tiba tiba Natasha ciuman pipinya dan tersenyum hangat, Brian tak dapat menahan senyuman melihat wanita itu dalam mood bahagia. " Kita mandi sama sama ya.." kata Natasha ketika Brian menurunkannya di bawa shower. Brian hanya tersenyum menatap wajah cinta pertama sekaligus sudah menjadi istri sahnya saat ini. Melihat senyuman di bibir Brian, Natasha tak tahan dia segera bergelanyut manja di leher pria itu. " Apa kita akan melakukan disini.." " Apa kamu tidak lelah.." Natasha terus menggelengkan kepala. " Tapi sebelum itu kita mandi dulu ya.." Natasha terdiam sambil memandang pria yang begitu perhatian padanya, dia merasa wanita yang paling beruntung telah disatukan dengan pria yang sudah sejak lama di sukainya, dan siapa sangka pria itu kini sudah menjadi suaminya. " Ada apa, honey.." tanya Brian sambil menyentuh wajah wanita itu. " Aku beruntung mendapatkan kamu.." lirih wanita itu yang tiba tiba terisak. Bukannya terharu, Brian justru segera was was. gawat! Dia mulai lagi! " Terima kasih, Sayang.." Brian segera beralih, dia menyalakan shower untuk membasahi tubuh keduanya. Natasha yang tahu Brian dengan sengaja mengalihkan pembicaraan, mencebikkan bibir. Brian sadar perubahan di wajah wanita itu, tapi dia pura pura tak mengetahuinya, dia mengambil spons mandi, menekan sabun cair dan mengumpulkan buihnya. " Kamu tidak bahagia menikah denganku.." tanya wanita itu dengan linangan airmata di kedua pipinya. " Honey...." " Bilang saja aja.." Natasha menepis tangan Brian yang hampir menyentuh bahunya. " Kamu salah faham.." Brian kembali ingin menyentuh wanita itu, tapi lagi lagi dengan kasar Natasha menepisnya. " Salah faham kamu bilang? Terus maksud kamu tadi apa? Kamu seperti lagi menghindar! Kalau tidak sayang bi—Hmppp.." Brian menarik pinggul wanita itu hingga tubuh polos mereka saling menempel dan menciumnya. " Hmpp.." Natasha mencoba berontak, sehebat apapun dia dalam seni bela diri, namun semua pergerakan dia, dapat di elak Brian dengan mudah. Brian mendorong tubuh wanita itu hingga kini, belakang Natasha sudah menempel di dinding. Sebelah tangan Brian menahan tangan Natasha ke atas kepalanya, semantara sebelah tangannya lagi menekan tengkuk wanita itu. Kepalanya di gerakkan kiri kanan, dia tampak begitu rakus mencium wanita cerewet itu. Hingga pada akhirnya tidak ada lagi perlawanan dari wanita itu, perlahan Brian melepaskan ciumannya dan menatap wajah Natasha yang tampak memerah. " Aku juga beruntung mendapatkan kamu, My Honey.." bisik Brian di dekat bibir Natasha. Natasha yang tadi kesal, terus cair mendengar kata pria itu. " Aku menginginkan kamu.." jawab wanita itu berbisik. Sebenarnya Brian sangat senang mendengar ajakan wanita itu, namun dia tak mau bersifat egois apalagi kandungan Natasha yang masih mudah. " Honey.. bukan aku tidak mau.. tapi..." " Aku tidak mau ada penolakan.." kata Natasha dengan nada tegas. Brian meneguk salivanya dengan susah payah. " Baiklah sayang.." dia mematikan shower lalu menggendong tubuh wanita itu. Dengan perlahan Brian membaringkan tubuh wanita itu di atas kasur. Dia menaiki tubuh Natasha, dan sedikit menindihnya, dan memberikan ciuman di kedua pipi, hidung dan turun di bibir wanita itu. " Apakah anak kita akan baik baik saja, Honey.." Brian menyentuh perut rata wanita itu. " Dia pasti memahami keinginan mommynya.." jawab Natasha sambil mengedipkan mata. " Mommy?" Tiba tiba perasaan Brian menghangat, sebentar lagi dia akan mempunyai keluarga. Natasha mengangguk. " Bae.. ayolah.." dia menurunkan tangannya, dan menyentuh pusat suaminya yang sudah mengeras. Brian hanya membiarkannya sambil terus menatap wajah wanita itu yang memerah sambil menggigit bibir bawanya. " Urgh!" Desah Natasha ketika milik Brian sudah tenggelam di dalam l**************n itu. " Aah!" *** Lee memandang Brian dan Natasha yang melangkah menuju lift, kedua dengan tak malu saling merangkul dan sesekali bibir kedua bertemu. " Hey Lee.." sapa Natasha saat melihat Lee yang sedang memandang mereka dengan datar. " Kalian tidak masuk.." tanya Lee sudah hampir menekan tombol. " Hey!" Brian buru buru menarik tubuh Natasha masuk lift. Suara canda tawa dan sesekali terdengar bunyi ciuman di belakang Lee membuat bulu kuduk pria itu merinding. " Kita lanjut dirumah saja.." kata Brian yang sebenarnya tak enak pada Lee yang sudah bak patung membelekangi mereka. " Ya sudah.." sebelum melepaskan rangkulan Natasha sempat lagi mengecup bibir suaminya. " Lee... Tumben kamu masih disini, kamu menunggu kami.." tanya Brian tanpa merasa bersalah. " Aku ada urusan yang perlu di selesaikan disini.." jawab pria itu dingin. " Yang lain mana?" Tanya Brian lagi sambil melirik arlojinya, sudah jam tiga sore. " Aku harap mereka sudah pulang duluan.." " Lagipula orang gila mana yang akan menunggu kalian disini.." Brian meringis mendengar jawaban ketus sahabatnya. " Kamu akan kembali ke rumah utama malam ini.." " Tidak, besok pagi aku ada meeting.." Brian hanya manggut manggut, kemudian merangkul Natasha yang sejak tadi bergelanyut manja di lengannya. Cup! Suara aneh itu terdengar jelas di telinga Lee. " Maaf.." Brian tercengir ketika bertemu pandang dengan Lee. Lee tak menjawab dan saat yang sama lift terbuka, dia segera meninggalkan kedua manusia itu. Semantara Brian dan Natasha sudah tak pedulikan kepergian Lee karena saat ini kedua sudah sibuk berciuman. *** Dylan memberikan kunci mobilnya pada pengawal, kemudian bergegas menuju lift, untuk menghantarnya ke lantai dua. Dia mengeluarkan kunci kamarnya dari dalam saku celana sambil melangkah keluar dari lift saat pintu lift terbuka. Suara pintu terbuka membuat Sarah yang sejak tadi melamun menoleh ke belakang. " Tuan.." Sarah menghampiri pria itu, namun fokus matanya di leher pria itu. Dylan hanya melewati gadis itu, dan duduk di hujung ranjangnya. " Tuan... Anda baik baik saja.." tanya Sarah dari jauh karena tak berani mendekati pria itu. Dylan dengan wajah pucatnya mengangkat wajah memandang gadis itu. " Sini kamu.." Sarah meremas jari jemarinya, lalu perlahan mendekati pria itu. " Duduk disini.." perintah Dylan sambil menarik tangan Sarah supaya duduk di pangkuannya. " Aroma tubuhmu bikin aku tenang.." bisik pria itu pelan, seraya membenamkan wajahnya di leher Sarah. Sarah meneguk salivanya ketika Dylan menjilat lehernya, kedua tangannya memegang erat di bahu pria itu dengan kepala mendongak ke atas. " Tuan?" Sarah kaget ketika tiba tiba Dylan menyatukan kening mereka. " Aku menginginkanmu.." Sarah menutup mulut pria itu dengan kedua tangannya, saat Dylan ingin mencium bibirnya. " Kita tidak bisa sering melakukannya kalau aku hamil bagaimana?" Dengan kasar Dylan menyingkirkan tangan Sarah dari mulutnya, dan mengeluarkan sebuah obat dari dalam saku celananya. " Minum ini.." Belum sempat Sarah mengambil ubat itu dari tangan Dylan, pria itu sudah membuang obat tersebut ke atas lantai. " Tuan?" Sarah melihat pria itu yang dengan buru buru melepaskan pakaiannya, dia hanya diam, inikah takdir hidupnya akan menjadi pemuas nafsu pria psikopat itu saja? " Buka pahamu dengan lebar.." perintah Dylan, namun Sarah hanya diam saja. " Kau memang senang aku berbuat kasar.." Dengan sedikit memaksa Dylan melebarkan kedua paha wanita itu, sehingga milik gadis itu terpampang jelas di depan Dylan. " Aah!" Desah Sarah ketika jari Dylan menyentuh clitnya, dia memalingkan wajahnya sambil menahan tangis. Dylan yang sadar itu, memilih tak peduli bukankah tujuan dari awalnya adalah membuat gadis itu tersiksa dan merana? Sarah dapat rasakan ada sesuatu yang di gesekkan di area belahannya, dia ingin merapatkan kakinya namun di tahan pria itu. " Nikmati saja, Sayang.." bisik Dylan di telinganya. " Sakit.." lirih Sarah sambil menggigit bibirnya sendiri. " Berhenti dulu.." " Diam!" Bagaimana tak sakit jika pria itu tak melakukan pemanasan terlebih dulu. Sarah meremas erat hujung bantal, wajahnya tampak memerah merasakan sensasi yang begitu menyiksa, namun dia juga merasakan nikmat bersamaan. Dylan menumpahkan sebelah tangan di sisi kepala gadis itu agar tak terlalu menindihnya Dan satu lagi tangannya masih sibuk di bawa sana. Perlahan Dylan semakin merendahkan tubuhnya, ketika sudah berhasil menemukan pintu masuk ke l**************n itu. " Shhh.. ahh!" Desis Sarah pelan. " Ini sakit, Tuan.." Lagi lagi Dylan tak peduli, dia mulai menggerakkan pinggulnya pelan, dan terus menatap wajah Sarah yang menahan rasa sakit. " Ahh! Sakit.." lirih Sarah dengan kedua mata di penuhi air mata. " Ini benar benar sakit, tuan.." Dylan menghela nafas sambil berhenti bergerak, jelas dari tadi dia melihat gadis itu merasakan sakit, tapi dia memilih tak peduli. Sarah masih terisak isak di bawa Dylan, dan Dylan memberi waktu pada gadis itu untuk menyesuaikan diri. " Masih sakit.." tanya Dylan setelah sekian lama terdiam, Sarah juga sudah berhenti menangis. Sarah menggelengkan kepala. " Tidak tuan.. tapi kenapa rasanya sesak.." Dylan hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan gadis itu, perlahan dia kembali menggerakkan pinggulnya. " Apa ini enak?" Tanya Dylan lagi, masih dengan tempo gerakannya pelan. " Hey! Jawab aku.." Sarah hanya diam, hanya erangan kecil keluar dari bibir mungil gadis itu. " Kau menikmatinya.." Dylan mengelap airmata gadis itu yang masih ada di hujung matanya. " Tuan.." panggil Sarah sambil mengontrol desahannya. " Kenapa tuan menculikku.." " Kau akan tahu juga nanti.." jawab Dylan sambil menambah tempo gerakannya lebih cepat. " Tapi— Aaahh!" Dylan tersenyum, dia berhasil mengalihkan perhatian gadis itu. " Tuan.." Sarah mencoba menahan pergerakan pria itu supaya tak terlalu brutal. Tanpa berhenti menggoyang pinggulnya, Dylan mengangkat kedua tangan Sarah keatas kepalanya, berikutnya dia menunduk untuk menghisap d**a wanita itu. " Ahhh.. ahh.. ahhh.." jerit Sarah kedua kakinya juga sudah bergerak gelisah. " Ahh f**k!" Geram Dylan saat milik gadis itu mencengkam miliknya di dalam sana. " Aahh!" Jerit Sarah lagi. " Tuan Lebih cepat.." sensasi nikmat yang benar benar membakar diri, membuat Sarah tanpa sadar meminta lebih. Dylan tersenyum miring mendengar permintaan gadis itu, dia mencepatkan sodokannya, kedua bukit kembar Sarah juga menari sesuai dengan hentakan yang dia berikan. " Aah ahh.. tu-an!" Panggil Sarah di sela sela desahannya. " Kenapa hem.." Dylan tahu gadis itu sudah hampir mencapai puncaknya, dia menurunkan tangannya di bawa Sarah dan memainkan pada bahagian clit gadis itu. Dan benar saja Sarah semakin menggila, bak cacing kepanasan dia terus bergerak gelisah. " Aku— aku..." Ucap Sarah tak jelas, kepalanya terangkat dari bantal lalu melihat ke bawa tangan Dylan sedang sibuk menggosok clitnya dengan cepat. " Apakah ini enak?" Tanya Dylan sambil memperhatikan miliknya yang keluar masuk di dalam sana. Sarah tak mampu menjawab, namun dia menganggukkan kepala, tanda dia menikmati. Tangan Dylan yang masih bermain di bawa sana tiba tiba di basahi dengan cairan gadis itu yang memaksa keluar dari sela sela miliknya. Sarah menjerit kuat saat kenikmatan menghampiri dirinya. Dylan yang menyadari Sarah sudah mencapai puncaknya, perlahan mengurangi tempo gerakannya. Detik berikutnya dia mengeluarkan miliknya dari dalam sana. " Shh.. ahh!" Sarah memejam mata berniat mahu tidur. " Aku belum selesai, Sayang.." bisik Dylan di telinganya, lalu mencium gadis itu. Tak berselang lama, mereka saling berciuman Dylan memeluk pinggang Sarah lalu berguling sehingga kini Sarah sudah ada atas tubuhnya. " Angkat pantatmu.." Sarah menurut. " Lalu goyangkan pinggulmu seperti yang aku ajar sebelum ini.." Lagi lagi Sarah menurut. " Lebih cepat.." perintah Dylan karena gerakan gadis itu begitu pelan. " Begini.." tanya Sarah untuk pertama kalinya. " Ya begitu.." jawab Dylan sambil memegang kedua pinggul gadis itu. " Ah f**k, Sayang.." Entah kenapa Sarah merasa bangga pada dirinya sendiri berhasil membuat pria itu mendesah nikmat, sehingga dia menambah tempo gerakannya. " Ahh ahh ahh.." desah Sarah dan berhenti seketika untuk mengatur nafasnya. Melihat gadis itu yang sudah lelah, Dylan mengambil alih, dia menarik tubuh gadis itu dalam pelukannya dan menggoyangkan pinggulnya dari bawa. " Ahh ahh!" Sarah menjerit panjang dengan tubuh kelojotan karena pria itu menghajar liangnya dengan begitu brutal. " Ahh fuck.." geram Dylan, dia mencium bibir Sarah membuat desahan gadis itu tertahan. " Aaahh!" Sarah mencengkam erat lengan Dylan ketika puncak keduanya tiba. Sehingga tak lama kemudian Dylan juga mendesah panjang sambil menghentak kuat pinggulnya untuk terakhir kali. Dia melepaskan Sarah yang masih menggelepar di sampingnya, Dylan juga mengatur nafasnya lalu memandang Sarah yang kini membelakanginya. " Itu pil kontrasepsi jangan lupa minum, aku tak ingin kau mengandung anakku, faham!" Sarah yang sedang membelakangi pria itu sampai meneteskan airmata mendengar kata tegas pria itu yang tak ingin ada anak darinya, lalu tujuan pria sering memaksanya untuk melakukan hubungan badan apa? " Kau mendengarku?" Dylan memukul b****g gadis itu karena Sarah tak menjawab. " Iya tuan.." jawab Sarah dengan suara serak karena sedang menangis. Hati Dylan tersentil mendengar suara gadis itu yang jelas sedang menangis. Dia menghela nafas lalu membuang jauh jauh rasa bersalahnya itu dan beranjak menuju kamar mandi. *** Nick yang baru tiba di markas satu mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya. Dia melihat layar ponselnya, dan tersenyum melihat nama yang keluar. ' gadis harimau' " Ada apa?" Tanyanya sambil duduk di kerusi. Tak lama kemudian, dia mengerutkan keningnya mendengar suara bisik bisik gadis itu. " Kau dimana?" Tanyanya kemudian. Setelah mengakhiri panggilan, Nick bergegas keluar dari ruangan. " Semoga aku mendapatkan titik terang setelah ini.." gumamnya. " Nick, kamu mau kemana?" Tanya Natalie yang baru mau memasuki ruangan Nick. " Kamu disini aja, Nata.. jangan kemana mana." Kata Nick tanpa memandang Natalie. " Tapi—" Natalie tak melanjutkan kata katanya melihat Nick yang sepertinya sangat terburu buru. " Ada apa ya?" *** Cristal melangkah menuju kasir setelah barang keperluan sudah berhasil di dapatkan. Dia tersenyum pada pria yang bertugas di kasir, sambil mengambil kantong belanjaannya. Saat dia keluar dari super market itu, dia dapat merasakan seseorang sedang mengikutinya. Dia mencoba tetap tenang sambil berjalan menuju rumah sewanya, sehingga ada sebuah suara yang memanggilnya yang membuat dia terperanjat kaget. " Nona Flora.." ~ Bersambung ~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD