43. Anak Kembar Perempuan

1313 Words
Dylan menyepitkan mata melihat seseorang yang berjalan dalam ke kegelapan. Dia melangkah ingin menyapa orang itu namun belum sempat dia melangkah, seseorang dari kamar lain membuka pintu. " Aaron, kamu mau kemana?" Tanya orang itu yang ternyata adalah Natalie. Dylan sudah menduga kalau itu adalah Aaron, karena tidak ada yang lebih nakal dari Aaron selama ini. " Aku mau jalan sebentar.." " Jangan gila kamu, Aaron.." " Diam Kamu dirumah saja.." Aaron melangkah pergi meninggalkan Natalie yang masih memanggilnya. " Aaron.." panggil Natalie untuk terakhir kali, namun Aaron tak peduli. Akhirnya gadis berusia sepuluh tahun itu mengikuti Aaron dari belakang. " Aaron, tunggu.." Natalie mengejar langkah Aaron yang sudah lumayan jauh. Dari ambang pintu Dylan memperhatikan kedua orang itu yang hanya di sinari bulan berjalan meninggalkan rumah. Dylan sempat lagi mendengar Aaron melarang Natalie ikut, namun gadis tetap memaksa untuk ikut. " Kamu sedang apa, Lan.." tanya seseorang dari belakang Dylan. *** Semantara itu Aaron pergi ke markas preman, Natalie yang mengetahui tempat itu terus menahan Aaron. " Apa yang kita lakukan disini, Aaron.." tanya Natalie sambil menahan tangan Aaron yang mempunyai ketinggian yang sama dengannya. " Dasar perempuan kerjanya hanya mengomel saja.." gerutu Aaron sambil menepis tangan gadis dari bahunya. " Aaron, kalau kita ketahuan bagaimana.." Aaron menarik nafas panjang mencoba bersabar dengan gadis itu. " Makanya diam.." Sehingga seseorang berteriak pada mereka. " Woi... Apa yang kalian lakukan disini.." " Ini semua gara gara kamu.." " Aku takut, Aaron.." kata gadis itu sambil memeluk lengan Aaron. Tiga preman dengan tubuh besar itu mendekati mereka. *** " Apa?!" Teriak Nick sambil beranjak dari duduknya. " Sialan tu si Aaron.." detik kemudian Nick berlari keluar dari rumah. Dylan turut mengejar Nick yang sudah jauh, Sehingga mereka sampai di sebuah markas. Nick sambil mengepalkan tangan melangkah masuk ke dalam markas itu. Dia cukup marah pada Aaron karena berani membawa adik kembarnya dalam bahaya. Sesampai Nick dan Dylan dalam markas tampak tiga orang preman itu sudah tak bernyawa. " Natalie.." Nick menghampiri adik kembarnya dan terus memeluk tubuh gadis itu yang menggigil ketakutan. " Apa maksudmu membawa adikku ke tempat ini?" Tanya Nick sambil melepaskan pelukannya pada Natalie. Nick melihat wajah Aaron yang babak belur. " Aku hanya ingin mengambil duitku yang mereka ambil tadi sore.." jawab Aaron lalu memegang sudut bibirnya yang perih. " Tapi tidak harus membawa adikku.." " Aku tidak membawanya hanya saja dia memaksa untuk—" " Ya..benar Nick, kamu jangan —" " Jangan membelanya, Nata.." sela Nick dengan tatapan dingin pada Aaron. Dylan yang memperhatikan mereka hanya terdiam. *** Lapan tahun kemudian, Pagi itu, Dylan terbangun dari tidurnya, dia bersandar di hujung ranjang sebelum keluar dari kamar itu. Kini, pria itu sudah berusia lima belas tahun. Setelah mencuci muka dan sikat gigi, dia keluar dari kamar menuju ke ruangan olahraga. Semantara itu di lain kamar, terdapat seorang gadis sedang menyisir rambutnya. Gadis berusia dua belas tahun itu setelah melihat dirinya sudah cukup cantik, melangkah keluar dari kamar. " Dylan sudah bangun belum ya?" Yang tadinya ingin terus menuju ke ruang makan, tak jadi, dia melangkah menuju ke ruangan olahraga, dia tahu orang yang di carinya berada disana. Perlahan dia membuka pintu, hingga daun pintu terbuka lebar, dan benar Dylan ada disana. " Hey.. morning.." sapanya dengan mesra pada Dylan yang sedang treadmill. Dylan menoleh kearah gadis itu dan membalas senyumannya. " Kamu tidak sekolah.." tanya Dylan sambil menghampiri gadis itu. " Sekolah sih, kalau kamu?" Dylan hanya mengangguk sambil mengelap keringat di wajahnya dengan handuk kecil. Seketika kedua bola mata gadis itu tak berkelip melihat Dylan yang sangat gagah. " Kamu duluan saja sarapan aku mandi dulu.." kata Dylan tak begitu di dengar gadis itu. " Sonya?" " Huh?" " Kamu kenapa?" Sonya menggelengkan kepala, lalu melangkah pergi dengan malu malu, Dylan mengerutkan dahinya heran, namun dia memilih tak peduli. Singkat cerita saat ini, mereka sudah ada di depan sekolah, kecuali Kim dan Abigail yang tak ikut, karena Kim yang kurang sehat, dan Abigail akan menemaninya. Mereka yang sedang bercanda tawa masuk ke dalam sekolah, mereka datang lebih awal karena sekolah itu terlihat masih sunyi. Dylan yang berjalan paling belakang berhenti seketika sambil menoleh ke belakang. Lalu melihat seseorang yang sangat dia kenal sedang menempelkan ponsel di telinga seperti sedang berbicara dengan seseorang lewat telefon. Dia terus tersorot emosi melihat senyuman pria itu dengan langkah lebar dia menghampiri pria itu. " Kau harus mati hari ini juga.." Semantara itu pulau.. Kim yang merasa bosan berbaring baring terus, merangkak turun dari atas ranjang. Dia keluar dari kamar, dan ingin mencari Abigail, dia harus menghilangkan sedikit kebosanannya dengan bercerita kosong dengan Abigail. " Mana anak itu?" Gumamnya karena sampai di halaman rumah ia tak ketemukan gadis itu. " Kamu di kamar, Bi.." dia mengetuk pintu kamar gadis itu, namun tiada sahutan. Dia terus mencari Abigail, sehingga pandangan pria itu tertuju ke kamar guru Davian. Mungkin dia ada di kamar, Guru. Fikirnya lagi, lalu melangkah menghampiri kamar itu. " Maaf permisi, Guru.." dia mengetuk pintu kamar guru Davian dengan pelan. Berapa menit kemudian dia menunggu depan pintu, sepertinya guru tidak di kamarnya. Fikirnya lagi. Dia sudah hampir melangkah pergi, namun rasa penasaran membuat dia terhenti, lalu membuka pintu kamar itu yang ternyata tak di kunci. " Siapa tahu Abigail ada di dalam." Saat kamar itu terbuka Kim melihat keruangan kamar itu. Dia menutup pintu dengan perlahan, setelah cukup lama berada di rumah itu, ini pertama kali Kim memasuki kamar gurunya. Sama seperti ruangan tempat Dylan mengamuk berapa tahun lalu, kamar ini juga ada begitu banyak sekali buku dalam rak. Kim yang semula hanya ingin mencari Abigail di kamar itu terus dia lupa tujuan awalnya. Dia mengambil buku dalam rak yang menurutnya buku itu terlihat unik. Namun siapa sangka begitu dia mengambil buku itu, ada satu ruangan terbuka. " Astaga!" Dia mundur beberapa langkah ke belakang karena terkejut. " Ruangan apa ini?" Dia melangkahkan kaki masuk ke ruangan itu, begitu dia masuk, pintu yang tadi terbuka terus tertutup. Sekali lagi pria berusia lima belas tahun itu terkejut, sambil mengurut dadanya, ia menyusuri lorong itu, sehingga dia tiba di sebuah ruangan. Mulut pria itu terperangah melihat ruangan itu yang lengkap dengan pelbagai senjata tajam. Ruangan itu juga tampak bersih, seperti ada orang yang sering masuk kesana. Kim menghampiri meja yang ada banyak tumpukan buku di atasnya. Kemudian pandangan pria itu tertuju ke album di atas meja. Dia membuka lembaran album dengan sangat penasaran. Terlihat banyak dalam foto foto itu adalah guru Davian saat masih mudah. Kim menutup album itu lalu mengambil album lainnya. Dia menyepitkan mata melihat foto foto itu terlihat aneh. Banyak seperti potongan tubuh manusia di dalam foto tersebut. Dan ada manusia yang di tawan dengan wajah pucat, dan banyak sekali luka di tubuhnya. Obat obatan yang tak pernah Kim lihat sebelum ini, juga ada dalam foto. " Kenapa guru menyimpan foto seperti ini? seperti Mafia saja.." gumamnya pelan. Sehingga kemudian dia mendongak, dia seolah menyadari sesuatu. " Jangan jangan benar guru Davian memang adalah Mafia.." gumamnya lagi. Dia kembali teringat dengan ajaran guru Davian yang terbeda dengan kebanyakan guru yang dia kenal. Sejak usia masih lima tahun, guru Davian tak segan mengajari mereka menggunakan senjata tajam, bahkan jika sampai mereka terluka, guru Davian hanya berkata. " Itu luka belum seberapa.." Kim menggelengkan kepala seolah tak percaya dengan kenyataan itu. Sehingga tiba tiba dia mendengar suara langkah kaki menghampiri ruangan itu. Kim terus gelagapan mendengar langkah itu, dia tahu itu adalah guru Davian. Karena buru buru ingin mencari tempat persembunyian tanpa sengaja dia menyinggol satu buku atas meja itu sehingga jatuh. Dia buru buru mengambil buku itu lalu di simpan di atas meja. Namun tiba tiba dua lembar foto yang terselip dalam buku itu terjatuh. Kim terus mengambilnya berniat ingin kembalikan foto itu dalam buku, tetapi dia lihat dalam foto itu, ada dua orang pria dalam foto tersebut sedang mengendong anak perempuan yang.... serupa? " Anak perempuan kembar?" ~ Bersambung ~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD