58. Salah Faham

1157 Words
Dylan membaca informasi tentang Brandon yang baru saja di kirim Lee padanya. Lee memang profesional dalam berkerja sehingga masalah Cristal dia ketepikan untuk semantara. Namun pria itu mengerutkan dahinya saat mendapat perintah dari Dylan untuk menyuruhnya ke markas satu untuk menggantikan Nick buat semantara waktu. Karena Nick sudah di sibukkan dengan pengambilan organ dalam tubuh manusia akhir akhir ini. Nick selain di perintahkan Dylan secara langsung, dia sudah tak keberatan melakukan pekerjaan mudah itu. Semantara Abigail sudah sibukkan dengan pekerjaan di perusahaan, dan Dylan sama sekali tak memberi mereka istirahat. Dylan juga punya alasan sendiri membuat mereka kesibukan. Dylan merasa mereka mencoba menghalanginya untuk menghukum Jackson dan anaknya, Flora. " Sepertinya ada yang menghasut mereka? Tapi siapa.." Dylan menyandarkan tubuhnya di kerusi, lalu mengurut pelipisnya. Dia sudah cukup pusing saat mengetahui Kim mengkhianatinya, dan itu cukup menyakitkan, teman baik yang sudah di anggap saudara, tega menusuknya dari belakang. Dylan tak mau lagi kejadian itu terjadi untuk kedua kalinya. " Brandon Farris?" Gumamnya. Dylan seperti pernah bertemu dengan pria itu, namun dimana? *** Sarah yang sudah tak melihat Kim dirumah itu sejak kedatangan Dylan, mula mencari pria itu. " Ini bukan kamarnya.." gumam Sarah sambil melihat ke dalam kamar itu yang pintunya tak terkunci. Sarah yang saat ini mengenakan dress selutut tanpa lengan, mula melangkahkan kaki masuk ke kamar itu. " Sepertinya dia tidak ada disini.." Gumamnya lagi, dan melihat kamar itu yang tampak berantakan. Ada kotak obat disana, botol beer, dan darah yang sudah kering di lantai. Tanpa gadis itu sadar, Dylan sudah berdiri di ambang pintu memperhatikannya. Dylan memandang gadis itu dengan pandangan sulit di artikan. Sarah yang mengenakan dress yang di bawa anak buahnya tadi. Dress selutut itu kelihatan padan di tubuh mungil gadisnya. Dengan rambut yang di cepol asal sehingga memperlihatkan leher jenjang Sarah. Dylan tak tahan lagi, sambil menggeram dia menghampiri Sarah. " Arrhh!" Teriak gadis itu karena kaget, lalu dia menoleh ke belakang. Cup! Tiba tiba Dylan mengecup bibirnya membuat kedua pipi Sarah memerah karena malu. " Tuan?" " Apa yang kamu lakukan disini?" Tanya Dylan sambil melingkarkan kedua tangannya di perut Sarah. Dylan yang semula hanya mengaitkan dagunya di pundaknya Sarah, mula menggigit pundak gadis itu yang terlihat mengiurkan. " Aaah! Jangan.." Tubuh gadis itu menggeliat kegelian karena selepas dari pundak, bibir Dylan menjalar ke telinganya, dan itu adalah salah satu sensitif bagi wanita. " Tolong hentikan.." pekik Sarah karena merasa geli. " Sebentar.." Sarah mendongakkan kepala sambil menahan wajah pria itu agar berhenti mencium telinganya. " Baiklah, baiklah.." Dylan mencium pipi gadis itu berulang kali sehingga membuat tubuh Sarah meremang. " Kita akan kembali ke rumah utama hari ini.." kata pria itu tak jelas karena sedang membenamkan wajahnya di leher Sarah. " Kamu wangi sekali, Sayang.." Tangan pria itu sudah naik ke atas dan meremas kedua d**a gadis itu. " Ini juga lembut.." Sarah benar benar tak tahan, tetapi dia masih berusaha menahan desahannya. " Tuan, sebentar.." Sarah menyepitkan mata melihat sesuatu yang tergantung di sela kerusi. " Kenapa?" Tanya Dylan tanpa melepaskan pelukannya. " Apa yang kamu lihat?" " Lepas dulu.." Sarah meloloskan diri dari pelukan pria itu, Dylan terdiam, sambil mengatur nafasnya yang memburu. Dia kelihatan kesal, namun berusaha di tahan, karena dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk memperlakukan Sarah dengan lemah lembut tanpa ada kekerasan lagi. Sarah mengambil benda itu dari sela kerusi dan memandangnya dengan seksama. " Gelang?" Gumam Sarah, sekilas memori masa lalu terlintas di fikirannya. " Sama.." " Apa yang sama, Sayang.." tanya Dylan sambil memperhatikan Sarah dari belakang. Sarah memutar tubuhnya dan memperlihatkan gelang itu pada Dylan. " Oh gelang.. itu punya Kim.." kata Dylan dengan tenang tanpa dia sadar kata kata itu telah membuat Sarah teringat dengan pria baik di masa lalunya, kakak tampan. Jadi tuan Kim adalah kakak tampan? " Jadi tuan Kim itu..." Sarah menggantung kalimatnya, dia sendiri seakan tak percaya, masa iya.. Kim adalah kakak tampannya? " Dia adalah kakak tampan?" Dylan mengerutkan dahinya, detik berikutnya wajah tampan pria itu terus berubah dingin. " Kakak tampan?" Ulang Dylan dengan emosi yang menggebu gebu. Sarah yang menyadari kesilapannya terus membekap mulutnya sendiri. Tiba tiba Dylan menarik tangannya sehingga gadis itu melanggar dadanya. " Siapa pria tampan itu? Huh?!" Sarah menggelengkan kepala, dia benar benar ketakutan melihat wajah marah pria itu. " Kau harus di beri pelajaran karena sudah berani memikirkan pria lain.." Dylan menolak tubuh Sarah dengan kasar, sehingga Sarah terbanting ke atas ranjang. " Auch! Sakit.." Dylan tak peduli dengan rintihan gadis itu, yang ada saat ini hanyalah cemburu semata. " Aku akan memberimu pelajaran agar tak berani lagi memikirkan pria lain.." Dylan melepaskan kaos hitamnya dan di buang dengan asal. " Bersiaplah menerima hukuman.." *** Pria berusia enam belas tahun itu, memasuki rumah yang dulu pernah menjadi tempatnya membesar. Sebenarnya kedatangannya kerumah itu karena ingin bertanya sesuatu pada gurunya. " Guru.." Dia melangkah masuk ke dalam rumah itu dengan hati hati. Dia mencium bau sesuatu yang menyengat dalam ruang tamu itu. Pria itu yang sudah tak tahan dengan bau itu, sambil menutup hidungnya, dia menghidupkan lampu di ruang tamu itu. " Guru Davian?!" Pekiknya melihat gurunya yang terikat atas kerusi dengan tubuh sudah hancur. " Guru!" Dia melihat belatung keluar masuk di kulit tangan pria tua itu yang sudah hancur. Sepertinya pria itu sudah lama terikat di kerusi itu, sungguh dia mati mengenaskan. Tak terasa air mata mengalir dari kedua pipinya. " Guru." Dia mengambil samurai yang tergeletak di atas. Melihat guris luka di tubuh pria tua itu, dia yakin pasti sih pembunuh menggunakan benda tajam itu. Tiba tiba dari dalam kegelapan itu, seseorang bertepuk tangan. pria itu menoleh, dan menyepitkan mata, karena dia tak begitu jelas melihat orang itu. " Kamu?" Mata pria itu membulat melihat wajah orang itu lebih jelas. " Tuan?" Samar samar pria itu mendengar seseorang memanggil namanya. " Tuan?" Sekali lagi terdengar panggilan itu, dengan kepala yang terasa berat dia membuka mata. " Kamu?!" " Arrghh!" Teriak gadis itu kesakitan. " Aduh! Sakit..." " Siapa kamu?" " Saya Mia, Tuan.." jawab gadis itu yang kini terbaring di bawa pria itu. " Mia?" Pria mencoba mengingat, siapa Mia? Sehingga dia teringat dengan pembantu dirumah Brandon, ya gadis itu. " Apa yang kamu lakukan di kamarku?" Tanya pria itu yang masih tak menyadari dia berada dimana. Pria itu beranjak, dan detik berikutnya dia menyadari kakinya yang di balut kain putih. " Ini rumahku, Tuan.." Pria itu yang ternyata adalah Kim, tak menjawab. Dia sudah mengingatnya, anak buah Brandon mencelakainya tadi, sialan! Pria itu harus di beri pelajaran.. Lalu dia memandang kearah Mia yang sedang mengurut tangannya sendiri. Gadis itu telah datang menolongnya sebelum mobilnya meledak tadi. " Tuan.. saya sudah siapkan makan siang.. ayo makan.." gadis itu dengan tangan masih terasa sakit melangkah keluar dari kamar itu. Kim memandang kepergian gadis itu dengan tatapan kosong. Lalu memegang kepalanya yang turut di balut kain putih, dia meringis kesakitan saat jarinya menyentuh luka di kepalanya. " Kau akan menerima akibatnya nanti, pak tua.." ~ Bersambung ~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD