Lee bergegas menuju ke markas dua setelah mendapat kabar dari anak buah Brian, Dylan berada disana.
" Tolong jangan bertindak bodoh, Lan.."
Gumamnya pelan.
Semantara itu di sisi lain, Dylan tersenyum sambil memandang kearah Jackson yang menangis tanpa suara, karena mulut pria tua itu di tutup kain.
" Berikan obat perangsang padanya.." perintah Dylan.
" Aargh!!" Gadis itu berteriak histeris yang langsung tak di pedulikan.
Cristal di paksa untuk membuka mulutnya lalu di masukkan obat tersebut ke dalam mulutnya.
Lalu botol beer di buka, dan di paksa untuk gadis itu meminumnya.
Cristal sampai tersedak sedak karena minuman itu bukan saja masuk ke mulut namun juga ke dalam hidungnya.
Dia sama sekali tak bisa bergerak karena kedua tangan dan kakinya di kunci rapat rapat.
Sehingga tiba tiba pintu kamar tawanan itu di buka paksa dari luar.
Dylan yang sedang menikmati pertunjukan itu terkejut melihat kedatangan Lee di kamar itu.
Dengan nafas memburu Lee memandang kearah Cristal dengan keadaan telanjang di kunci oleh tiga orang tiga bertubuh besar.
Dan di kiri kanan ada dua pria pula yang sedang merakam kegiatan itu.
Dylan benar benar keterlaluan.
Dengan wajah memerah karena sangat marah dengan tindakan Dylan, dia mengepalkan tangan.
Dan detik kemudian dengan langkah lebar dia menghampiri Dylan, dan memukul pria itu dengan membabi buta.
" Apa kau sadar apa yang kau lakukan, Dylan..!!" Teriak Lee.
Ini untuk pertama kalinya Dylan melihat Lee kelihatan begitu marah, karena Lee yang selama ini dia kenal sangatlah pendiam, juga tak suka kekerasan, tapi kini Lee memukul Dylan seakan dia melakukan kesalahan yang begitu besar.
Dengan terpaksa Dylan membalas pukulan Lee, karena Lee sepertinya benar benar ingin membunuhnya.
Semua orang dalan ruangan itu tidak ada sudah yang fokus dengan perkerjaan mereka.
Cristal yang masih shock menarik selimut dan menutupi tubuh telanjangnya.
Dalam sekelip mata kamar itu yang begitu rapi tadi, kini sudah sangat berantakan.
Jackson juga sudah terjatuh bersama kerusi karena terkena tendangan mereka.
Tidak ada yang berani mendekat apalagi mencegah perkelahian antara dua mafia itu, mereka hanya menjadi tontonan semua orang dalam kamar itu.
Lee berhasil memberi pukulan keras ke muka kanan Dylan.
Tapi Dylan dapat membalas dengan tendangan mengenai perut Lee sehingga Lee terbanting ke atas ranjang.
Dan saat yang sama Nick dan Aaron memasuki kamar itu.
" Hey sudah!" Nick dan Aaron menahan tubuh Dylan yang sudah babak belur.
" Apa yang sudah terjadi sebenarnya?" Tanya Aaron, tetapi tidak ada yang menjawab.
" Ayo bangun.. kita pergi dari sini.." Lee mencoba memegang Cristal yang langsung di tepis gadis itu.
" Pergi kalian orang jahat.." teriak Cristal ketakutan.
Lee membuka jasnya dan memakaikan ke tubuh gadis itu.
" Ayo.."
Lee mengelus lembut wajah gadis itu, dan tersenyum kecil.
" Dengar, Lee... Berani kau membawa gadis itu keluar dari sini, kita bukan saudara lagi.."
Ancam Dylan,
" Jika itu membuatmu melepaskan dia! Baiklah.. mulai saat ini kita tidak ada kaitan lagi.."
Akhirnya yang Dylan takutkan terjadi juga Lee sudah berani membangkangnya.
" Kau pengkhianat, Lee.." bentak Dylan, dia masih tak habis fikir, Lee mementingkan gadis itu daripada dia yang sudah belasan tahun bersama.
Nick dan Aaron kehabisan kata kata, mereka hanya bersaling pandang tanpa mengeluarkan kata.
" Aku bukan pengkhianat, aku hanya mau selamatkan dia darimu.." jawab Lee dengan tegas.
" Tapi kenapa?!"
" Karena dia adik kandungmu, Dylan Alvaro!"
***
Suara barang barang jatuh tercecer ke lantai terdengar.
Dia begitu marah, balas dendam yang sudah sejak lama dia rencanakan dengan baik, kini hancur berantakan.
Tadinya dia begitu senang melihat Flora adik kandung pada Dylan, di perlakukan bagaikan jalang oleh kakaknya sendiri.
Tapi melihat kedatangan Lee di kamar itu, dan mengungkap kebenaran! Rasanya semua usahanya selama ini sia sia.
" Sial..!!"
***
" Sayang.." panggil Natasha sambil menghampiri Brian yang sedang mengurut pelipisnya.
Pria itu baru saja mendapat panggilan dari Natalie, jika Dylan dan Lee berkelahi karena sang tawanan.
Sebenarnya apa yang mereka fikirkan? Desis pria itu dalam hati.
" Sayangku Bae.." Natasha memeluk Brian dengan manja. " Apa yang kamu fikirkan.."
Brian tersenyum sambil mengelus rambut wanita itu, dia tak siap menceritakan pada Natasha berkelahian antara Dylan dan Lee.
" Aku memikirkan percintaan kita.." bisik pria itu tepat di bibir Natasha.
" Benerkah?" Natasha berteriak senang lalu meloncat ke gendongan Brian.
" Sayang.." geram Brian. " Kamu sedang hamil.."
Natasha tertawa pelan, sambil mengalungkan kedua tangannya di leher Brian.
" Aku mau bercinta.."
" Tapi aku lagi tidak mau melakukannya.." goda Brian.
Dan benar saja, wajah Natasha yang tadi begitu teruja berubah menjadi kesal.
" Turunkan aku.."
" Tidak mau.." Brian berjalan mendekati sofa sambil meramas kedua b****g wanita itu.
" Lepas!"
" Okay okay.." Brian membaringkan tubuh wanita itu perlahan lahan di sofa.
" Kok kamu begitu.." kesal Natasha karena Brian benar benar melepaskannya.
" Sabar sayang.."
Brian perlahan membuka jasnya dan di buang dengan asal, lalu melepaskan butang kemejanya satu persatu satu.
" Apa yang kamu lakukan.." Natasha pura pura bertanya kesal. " Kamu jangan macam macam ya.."
Brian hanya terdiam, dan Natasha memperhatikan tubuh suaminya yang kelihatan begitu seksi di matanya.
Tanpa dia sadar Brian menunduk dan menyapu anak anaknya rambut ke belakang telinga.
" Cantik sekali wanita yang sebentar lagi menjadi Mommy ini.."
Natasha tertunduk tersipu malu. " Tatap aku sayang.."
" Bae.. kamu jangan menggoda aku dong.." wanita itu semakin menundukkan wajah.
" Kenapa Honey.." Brian tertawa pelan sambil mengangkat wajah istrinya.
" Sampai kapanpun kamu adalah belahan jiwaku, sayang.."
Natasha terdiam, dan di buat terenyuh mendengar kata suaminya itu.
Sehingga tanpa dia sadar Brian mengecup bibirnya yang sedikit terbuka.
" Ayo kita bercinta.." bisik pria itu.
Semantara itu di Alvaro group, Abigail yang sedang meeting mengenai proyek baru mereka.
Gadis berwajah dingin itu tampak lagi memperhatikan hal hal yang di jelaskan klien.
Sehingga tiba tiba ada seorang pria mendekati gadis itu dan membisikkan sesuatu.
" Rio.."
Gadis itu yang memang sedia berwajah datar tidak ada yang sadar, dia sedang khawatir mendengar laporan itu, Dylan dan Lee berkelahi?
" Ya Nona.." jawab pria yang di panggil Rio itu.
Dia yang sedang mengetik sesuatu di laptop mendongak memandang kearah bosnya.
" Kamu pimpin rapat hari ini, dan proyek ini tolong kamu tangani, saya percayakan pada kamu.."
Setelah kata begitu, gadis itu pergi begitu saja, tanpa ada pamitan, dia sama sekali tak profesional.
Dan orang orang disana sama sekali tak kaget dengan tindakan kurang sopan itu, karena memang sejak Abigail mulai memimpin perusahaan, dia memang lumayan sombong di hadapan klien dan para staf.
Rio tersenyum kikuk, merasa malu dengan tindakan tak sopan dari bosnya.
" Mari kita mulai lagi meetingnya.."
Semua mengangguk setuju, dan muka topeng mereka pasang tebal tebal, agar tak kelihatan mereka sedang kesal.
Yang penting bagi mereka adalah berkerja sama dengan Alvaro group itu.
Sementara itu Abigail, menekan gas mobilnya untuk meninggalkan perusahaan menuju ke markas.
" Apa yang sebenarnya mereka fikiran?" Geram gadis itu.
" Semoga saja Dylan percaya kalau Lee sudah mengatakan yang sebenarnya.."
~ Bersambung ~