" Suara apa itu?" Tanya Sarah sambil memeluk Dylan dengan sangat erat, bahkan kedua kaki gadis itu di atas tubuh Dylan.
Karena ketakutan pelbagai yang di dengar Sarah, dan itu sangat membuat dia ketakutan.
" Tuan, berceritalah sesuatu jangan diam saja.."
Dylan masih terdiam, sebenarnya dia sudah sangat menyesal dan kesal saat ini dengan idea konyolnya tadi.
Tadinya dia berharap dalam kegelapan itu, Sarah akan tertidur nyenyak dalam pelukannya, namun tampaknya semua khayalannya itu tak menjadi, saat ini sudah Lewat tengah malam dan kedua masih belum melelapkan mata karena Sarah terus mengoceh katanya untuk menghilangkan rasa takut.
" Suara apalagi itu.." tanya Sarah sambil memasang telinga lebar lebar. " Sepertinya hantu itu sedang melangkah kearah sini, tuan.."
Dylan menghela nafas kesal, mana ada hantu yang kakinya menapak di lantai. Fikirnya.
" Dia sudah dekat, Tuan.." gadis itu kembali menarik selimut untuk menutupi kepalanya lalu mengalungkan kedua tangannya di leher Dylan.
Dylan meringis ketika kepalanya ikut masuk dalam selimut, dia sudah sangat kepanasan karena AC di kamar itu tak menyala.
Tiba tiba Dylan beranjak duduk, sambil menyingkirkan selimut lalu di buang ke bawa ranjang.
" Aargh!" Gadis itu memekik keras sambil melingkarkan kedua kakinya di pinggang Dylan dari belakang serta kedua tangannya mengalungkan di leher pria itu membuat Dylan hampir tercekik.
" Sarah, tanganmu.." pria itu berusaha menyingkirkan tangan Sarah dari lehernya.
" Tidak mau.."
" Kau mau aku mati ."
Sarah terus melepaskan tangannya dari leher Dylan, namun sejurus kemudian menyelipkan kedua tangannya dari bawa ketiak Dylan.
Dylan menghela nafas lagi, dia benar benar merasa sangat panas apalagi bahagian bawa wanita itu yang bersentuhan dengan kulit belakangnya membuat darahnya semakin memanas.
" Lepaskan dulu tanganmu.."
Pria itu dengan risih menepis tangan Sarah dari dadanya, namun tak bisa, bahkan untuk bergerak saja rasanya susah sekali, kedua kaki Sarah juga melingkar sempurna di perutnya.
" Oh tuhan!"
" Hiks.. Hiks.. jangan tinggalkan saya, maafkan saya, tuan... Maafkan saya dan jangan tinggalkan saya.." gadis itu terus mengoceh tak jelas sambil terisak isak.
Ini benar benar dia luar dugaan Dylan, memang dia tahu kebanyakan wanita takut dalam gelap begitu juga dengan teman perempuannya, namun dia tak menyangka ternyata Sarah jauh lebih parah saat ketakutan.
" Lepas, Sarah.."
" Ah.. tidak! Jangan.." gadis itu berteriak histeris saat Dylan berhasil melepaskan diri.
Dylan terus bergerak mengambil ponselnya yang di taruh bawa bantal.
" Tuan.."
Melihat ada cahaya dari ponsel pria itu Sarah terus merangkak, dan menyelipkan kepala di bawa ketiak Dylan.
Mata tajam pria itu memandang Sarah dengan marah, namun Sarah yang ketakutan tak merasa takut dengan tatapan itu.
" Thanks lord.." gumam Sarah sambil menutup mata.
Dylan mengalihkan pandangan ke ponsel dan mengetik sesuatu disana.
Setelah itu mengarahkan senter di ponselnya itu kearah Sarah.
Bibir gadis itu bergerak tanpa suara sambil melipat tangan di dadanya kemudian dia berkata sedikit kuat. " Puji tuhan, amin!"
Dylan mencebikkan bibir, ternyata gadis itu sedang berdoa.
Lalu tiba tiba ada sesuatu benda yang jatuh, jika Dylan hanya membuat wajah tanpa reaksi.
Maka, beda hal dengan Sarah yang automatik shock, dengan mata membulat dia memandang kearah Dylan.
" Tuan.. itu siapa?"
Belum sempat Dylan menjawab tiba tiba lampu di ruangan itu menyala.
Mata gadis itu terus bergerak dengan kepala masih di bawa ketiak Dylan.
" Tuan, lampunya sudah menyala ya.." tanya gadis itu dengan polos.
Dylan mengangguk kaku, lalu melihat kaki Sarah yang berada di pangkal pahanya.
" Maaf, Tuan.."
Dylan yang dalam mood jual mahal, hanya mengangguk.
" Saya kembali ke kamar.." Sarah memperbaiki jubah handuknya lalu turun dari atas ranjang.
Dylan hanya diam tanpa mencegah Sarah, sambil memperhatikan Sarah keluar dari kamar itu dengan senyuman sinis.
Tak lama kemudian, Sarah kembali masuk ke kamar itu dengan buru buru.
Dylan terus mengubah raut wajahnya, dan pura pura memandang gadis itu dengan heran.
" Aku mau tidur disini saja..." Gadis itu mengambil selimut di atas lantai lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang pria itu.
" Ada apa?"
" Pintu kamarku terkunci, aku merasa ada sesuatu yang tidak beres disana.. atau mungkin..."
Mata gadis itu membulat dengan mulut terbuka, dan pemandangan itu terlihat sangat lucu di mata Dylan, sehingga tanpa sadar dia tersenyum.
" Pasti di kamar itu ada hantu.." lanjut gadis itu memusnahkan senyuman di bibir Dylan.
" Tapi kalau tidur di sini itu tidak free.."
" Lalu?"
" Aku ingin bayaran.."
" Saya tidak punya duit, tuan.." jawab gadis itu dengan polos.
" Aku tidak inginkan uang.."
" Lalu.."
Dylan tak menjawab namun mata pria itu menyeringai m***m.
Sarah terus meneguk salivanya, dia faham yang di inginkan pria itu, dia menyentuh perutnya yang masih rata. Semoga dia tidak menyadarinya. Bisik hatinya cemas.
" Bagaimana?"
Sarah hanya diam.
Diamnya gadis itu membuat Dylan tersenyum, apakah gadis itu mengizinkannya?
Dylan menarik tengkuk gadis itu dan menciumnya, dia membuka mulutnya di ikuti oleh gadis itu melakukan yang sama.
Hati Dylan bersorak gembira, respon yang sempurna. Fikirnya.
Dylan menjulurkan lidahnya masuk dalam mulut gadis itu, sekilas dia membuka mata dan melihat mata Sarah yang terpejam, tanda gadis itu menikmati ciumannya.
Ciuman itu semakin dalam, dan tangan Dylan juga tak tinggal diam.
Tangannya yang semula tenang di bahu gadis itu itu bergerak turun ke bawa.
Sarah hanya membiarkan ketika tangan besar pria itu menyentuh gundukannya yang masih di lindungi jubah handuknya.
Kemudian tangan Dylan turun ke bawa dan membuka ikat jubah handuk gadis itu.
Dengan sekali tarikan handuk itu terlepas dari tubuh gadis itu.
Dylan menghentikan ciumannya, lalu perhatian tubuh polos gadis itu, dia memandang aset milik Sarah dengan menyeringai m***m.
Sarah terus menyilangkan tangan di dadanya, yang terus di tarik pria itu berikutnya menolak tubuh gadis itu hingga terlentang.
" Tuan?"
Kedua mata Sarah membulat ketika Dylan menindih tubuhnya.
Dylan menyentuh hujung d**a gadis itu sambil tersenyum ketika tubuh Sarah terus menggeliat kegelian dengan sentuhan itu.
Dia terus mengulum hujung d**a Sarah yang kemerahan itu.
" Aaah!"
Dylan memainkan lidahnya disana membuat Sarah menggeliat tak tentu arah.
" Stop! Aaah.. ahh,."
Sarah menahan tangan Dylan yang bergerak ke bawa, namun terlambat.
Gadis itu memekik keras saat jari panjang pria itu menerobos ke dalam sana tanpa permisi.
" Aaahh—Hmpp!" Jeritan Sarah tertahan saat pria itu bergerak keatas dan menciumnya.
Dylan menghentikan ciumannya, lalu memandang wajah Sarah yang memerah, dia benar benar kelihatan seksi dengan wajah b*******h seperti itu.
Tak berselang lama, Sarah mencapai puncaknya dengan nafas ngos ngosan dia memalingkan wajah ke samping.
" Sayang apakah boleh kita—"
" Tuan.." gadis itu bersuara di saat yang bersamaan.
" Kenapa sayang?" Dylan mengelus rambut gadis itu sambil mencium pipinya.
" Aku.. aku tidak mau melakukannya.."
Dylan mengangkat wajahnya, gadis itu menolaknya? detik berikutnya wajah pria itu terus berubah datar. " Kenapa?"
Sarah memberanikan diri membalas pandangan mata pria itu, dia sendiri tak tahu alasannya menolak, atau mungkin karena masih sakit hati pada pria itu?
Lidah gadis itu keluh untuk menjawab pertanyaan pria itu yang masih menuntut jawabannya.
" Baiklah.." kata pria itu kemudian sambil bangkit berlutut di hadapan gadis itu yang masih mengangkang di depannya.
" Kau tidak ingin kita melakukannya bukan?"
Gadis itu mengangguk polos.
Dylan turut sama terdiam sambil melepaskan gespernya lalu membuka resleting celananya.
Sarah memandang pria itu tak percaya, apakah dia akan di paksa lagi untuk melayani pria itu, membayangkan itu Sarah terus bergetar ketakutan.
" Tuan.."
" Kenapa, Sayang?"
" Aku tidak mau melakukannya.."
" Aku tahu.." jawab pria itu tenang sambil mengeluarkan miliknya dari boxer.
" Tapi itu—"
" Aku hanya mau menggesek, tidak memasukimu.." ucap pria itu dengan enteng sambil merendahkan tubuhnya
" Jadi kita tidak melakukannya, bukan?"
~ Bersambung ~