Aaron tersenyum sinis saat mendapat laporan dari anak buahnya, bawa mereka telah menemukan pria yang bertugas di hotel dua bulan lalu.
Tanpa berfikir panjang lagi, Aaron terus mengambil kunci mobilnya di atas meja dan pergi meninggalkan club.
Memang selama ini, Aaron tak mempunyai apartment apalagi rumah, dia tinggal di club tersebut.
Dia memandang anak buahnya yang bebas meminum alkohol walaupun ini masih siang.
Jika di markas satu atau markas dua terjadi seperti ini, pasti Kim dan Nick tak akan tinggal diam, mereka tak akan memberi amaran tapi langsung membunuhnya.
Butuh tiga puluh menit baru Aaron sampai di hotel tersebut.
Dia yang sudah ingin turun dari mobil, terhenti saat melihat seseorang yang sangat dia kenal.
" Nick?"
***
Nick hanya bisa mencebik bibir melihat Anna duduk di sebelahnya tanpa rasa takut, gadis itu malah sibuk mengira duit yang cukup banyak.
Anna sedang mengira duit itu dengan senyuman sumringah, setelah itu dia mengikat duit tersebut dengan getah karet.
Sebelum dia mengikuti Nick sebentar tadi sebenarnya kakak laki lakinya telah memberi warning yang entah Anna pun tak faham.
Namun yang dia lihat Nicky cukup ketakutan berada di dekat Nick saat itu.
Dia seolah ingin menahan Anna pergi, tapi tak mampu membuka mulut, setiap bertemu pandang dengan Nick.
Akhirnya sang adik pergi mengikuti Nick dengan senyuman lebar, dia tersenyum karena duit di tangannya yang cukup banyak tentunya.
Semantara sang kakak hanya bisa berdoa dalam hati semoga adiknya baik baik saja.
" Tuan?" Anna terhenti mengira duitnya ketika mobil Nick terhenti di depan sebuah hotel.
" Apa yang kita lakukan disini.."
" Kau disini untuk mengikuti perintah bukan berlalu banyak bertanya, faham?!" Jawab Nick dengan sedikit membentak.
Anna terdiam seketika, semantara Nick tersenyum kecil, sepertinya gadis itu mulai takut padanya.
" Oh gitu ya.. ok deh.."
Terus hilang senyuman di bibir Nick, ternyata gadis itu masih tak takut padanya.
" Ayo turun!"
Anna hanya mengangguk lalu mengikuti pria itu.
" Nick?"
Mendengar katanya di panggil, Nick menoleh ke belakang.
" Tampan sekali.." puji Anna dengan mata berbinar binar terang.
" Kau disini?"
" Apa yang kau lakukan disini?" Nick bertanya balik.
Aaron tak terus menjawab, dia memandang gadis di sebelah pria yang pernah jadi sahabatnya itu. " Kau ke hotel sambil membawa wanita? Wow! Ada perubahan!" Aaron tersenyum mengejek.
" Dia berkerja untukku.."
" Oh ya! Berkerja sebagai apa? Di atas ranjang?"
Nick mengepalkan tangan, dia sudah cukup emosi namun Aaron masih saja santai menghadapinya.
" Iri bilang bos.." kata Anna tiba tiba. " Kalau iri mengaku saja, tidak usah sampai menyindir kami.." ketus gadis itu sambil menepis rambut sebahunya ke belakang dengan sombong.
Aaron terus menatap sinis kearah gadis itu, semantara Nick tersenyum penuh kemenangan.
" Ayo!" Nick menarik tangan gadis itu meninggalkan Aaron yang masih kesal.
" Sialan!" Gerutu Aaron dan mengikuti langkah kedua orang itu.
***
Sarah memandang wajah Dylan di sebelahnya, pria itu terus tertidur pulas setelah pertempuran hebat mereka dari pagi hingga hari sudah mau sore.
Kemudian pandangannya di alihkan ke meja di sebelah pria itu, kalung kesayangannya ada disana.
Dengan perlahan dia turun dari atas ranjang supaya tak menganggu tidur pria itu.
Dia melangkah mendekati meja itu dan ketika ingin mengambil kalung tersebut tiba tiba ada tangan menahan pergerakannya.
" Tuan?"
Pria itu sedang memandang tajam ke arahnya.
" Kembalikan kalungku.." lirih gadis itu ketika pria itu menyimpan kalung tersebut di bawa bantalnya.
" Apa kau masih ingin.." tanya pria itu tak pedulikan rengekan gadis itu.
" Tidak.."
" Bagus! Cepat bersihkan dirimu.." perintah pria tanpa mau di bantah.
" Tapi kembalikan dulu kalungku.." pinta Sarah dengan suara bergetar.
Dylan memandang wajah gadis itu yang mulai terisak sangat memilukan hati, biasanya Dylan sangat tak peduli dengan permohonan seseorang tapi entah kenapa pada gadis itu rasanya ada yang berbeda.
" Kau jangan menguji kesabaranku.." kata pria itu dengan suara dingin.
" Kalungku.." tanpa sadar gadis itu merengek.
" Kau!" Geram Dylan sambil terus membuka selimutnya, dan memperlihatkan tubuhnya yang bagus dan jangan lupa pusakanya yang sudah kembali on.
Sarah mundur ke belakang sepertinya dia telah membuat pria itu marah. " Sa—saya akan mandi sekarang.." Sarah bergegas ke kamar mandi dan menutup pintu lalu menguncinya.
Dylan tersenyum tipis melihat wajah lucu gadis itu yang sedang ketakutan.
" Quin Sarah?" Dylan menggelengkan kepala, dia tak mau terdaya lagi, tapi bagaimana kalau dia salah orang lagi.
Jackson benar benar licik..
Dia mengepalkan tangan dengan kuat, terlihat dari kedua matanya yang di penuhi dendam, namun detik kemudian amarah yang tadi, di ganti dengan kesedihan yang sangat mendalam.
" Mommy?"
***
" Lepaskan dia.." teriak seorang anak laki laki berumur sepuluh tahun.
Namun ketiga pria bertopeng itu malah menikmati kemarahan anak kecil tersebut.
" Tolong aku.." lirih seorang anak kecil perempuan, dia benar benar ketakutan.
" Aku belum pernah mencoba yang masih anak anak.." kata seorang pria yang merupakan ketua, namun belum sempat dia berbuat apa apa, tiba tiba ada seseorang yang seusia anak perempuan itu datang.
" Jangan kalian menyentuh temanku.." katanya dengan nada dingin.
" Lepaskan dia.." teriak anak laki laki itu lagi, temannya itu sudah berbaring tak berdaya dan terus menangis.
Anak lelaki yang terikat itu juga tiba tiba dia dapat melepaskan ikatan di tangannya yang di ikat ke belakang.
Dia mengambil pisau di atas meja yang berdekatan dengannya lalu berlari menikam pria yang ingin memperkosa temannya itu dari belakang.
" Argh!" Teriak pria itu kesakitan lalu terguling ke samping gadis itu, dia ingin mencabut pisau itu dari belakangnya namun tak bisa karena hujung pisau itu tembus sampai di dadanya.
" Sial..." Dua orang lelaki itu yang melihat bos mereka di tusuk pisau terus mengangkat tubuh kecil anak lelaki itu lalu di banting ke dinding.
" Arghhh! Jangan!" Teriak anak perempuan itu kemudian meliarkan pandangan mencari sesuatu yang dapat menolong sang teman, hingga tiba tiba pandangan jatuh pada pistol di pinggang pria yang sudah meninggal itu.
" Hentikan.." teriaknya pada kedua pria itu yang terus menghajar temannya.
Kedua pria itu tertawa melihat gadis berumur sepuluh tahun memegang pistol.
Namun tanpa di duga gadis itu bisa menggunakan pistol tersebut malah dia terlihat handal menggunakannya.
Salah satu dari pria itu kaget saat anak gadis itu melepaskan peluru pistol dan mengenai kepala pria tersebut.
" Anak sialan.." teriak pria itu lalu berlari kearah gadis itu, namun tiba tiba sesuatu benda mengenai kepalanya.
" Kau.." dia melihat ke belakang dan mendapati anak lelaki yang tadi sudah tak berdaya kini telah berdiri sambil memegang besi. " Tidak! Jangan.."
Tiada kata tidak! Anak lelaki itu mendekat dan mengangkat hujung besi tersebut, lalu kemudian menusuk kepala pria itu dengan hujung besi tajam tersebut.
Saat yang sama seorang anak lelaki datang dan terus memeluk anak perempuan itu.
" Kamu baik saja Natalie.."
Di bawa air shower Natalie kembali mengingati masa kecilnya, anak lelaki itu adalah penolongnya.
Dia menghela nafas, ketika sudah besar ternyata pria itu banyak membuat dia terluka, dan kini mereka sudah menjauh.
" Aku merinduimu.."
— Bersambung —