Dylan memasuki mobilnya dan meninggalkan rumah utama, dia akan kembali kerumah lamanya untuk menemui gadis itu.
Dalam perjalanan menuju kerumah itu, Dylan merogoh ponsel dalam celananya, kemudian memasang earphone di telinganya.
" Hello.." terdengar di sebarang sana Nick mengangkat panggilan. " Ada apa?"
" Aku ingin membuka bisnes baru, Nick.."
Nick yang mendengar itu menaikan alis.
" Legal atau ilegal.."
" Bisnes ilegal, aku ingin membuka bisnes baru.." kata pria itu sambil melonggarkan dasi di lehernya.
" Lan, kita sudah ada puluhan bisnes gelap, apa lagi yang kau inginkan.."
" Perdagangan manusia.. kita belum ada."
" Huh?"
Nick yang saat ini sudah berada dalam kamar di markas memperhatikan tubuhnya di cermin, ada tato naga berwarna merah di d**a kirinya, dan mereka semua memiliki tato yang sama, karena itu banyak yang menggelarkan mereka Red Dragon.
" Lan, di markas dua lagi ada masalah, sejak kebelakangan ini, banyak obat obatan yang tidak menjadi! daripada membuka bisnes perdagangan manusia, bagaimana kalau kita perbaiki dulu masalah di markas dengan mencoba skill baru, kita bisa gunakan para mengkhianati itu sebagai tikus percobaan.."
Pria itu tertawa pelan, namun langsung tak lucu lagi Dylan.
" Mereka terlalu banyak untuk dijadikan bahan pencobaan, sayang sekali, bukan? Jika semua di jadikan bahan pencobaan.."
" Lan—"
" Aku sudah mengatakan pada Aaron, dia akan bergabung bersama kita kembali, untuk semantara waktu buat perjualan di club Aaron di tempat biasa sepertinya sudah tak aman lagi.."
" Kenapa harus Aaron aku —"
" Jangan membantah! Lakukan seperti yang aku perintahkan.."
Di sebarang sana terdengar helahan nafas berat dari Nick. " Baiklah, tapi, Lan.. kau harus menerima akibatnya kau tahu bukan saat ini ada bisnes perjualan organ, hati dan jantung manusia di New York, dan bisnes dia bukan main main lagi saat ini.."
" Brandon Farris.."
" Kau mengenalinya ternyata.." sindir Nick.
" Lalu apakah akan di teruskan.."
" Tentu saja.. kita tak mencari keributan dengan mereka."
Nick mencebikkan bibir, tak mencari keributan? Namun dengan membuka bisnes yang sama bukankah itu sama dengan mencari keributan namanya?
" Brian dan Aaron sudah sepakat, aku harap dalam bisnes kau tak membawa masalah peribadi.." Dylan memberi peringatan.
Dan Nick tentu saja sangat memahami maksud Dylan. " Baiklah selagi dia tak macam macam dengan Natalie.."
" Dan untuk Lee.."
Dylan menghela nafas panjang, mungkinkah Lee akan jadi seperti Kim yang akan memusuhinya dalam diam nanti.
Setelah membaca informasi dari anak buahnya bawa Lee sudah beberapa kali menolong gadis itu, Dylan menduga ada yang tak biasa dari pertolongan itu.
Mungkinkah Lee menyukai gadis itu? Tapi aku tak bisa membiarkan gadis itu hidup!
Dia harus mati, tapi bagaimana dengan Lee?
" Jangan biarkan dia menemui gadis itu.."
***
" Akh!"
Dengan rahang mengeras, Kim mencoba mengeluarkan peluru itu dari dalam lukanya.
Sekali lagi dia meneguk beer untuk mengurangi rasa sakit di bahunya.
" Sialan kau Dylan!" Dia membanting botol beer itu lalu kembali fokus pada lukanya.
" Akh!"
Dengan wajah menahan sakit akhirnya dia berhasil mengeluarkan peluru dari bahunya.
Dia membuka lagi botol beer lalu meneguknya, kemudian mengetap giginya dengan geram.
" Aku tahu bukan kau yang mencelakai, Brian.."
Kata kata Dylan sebelum menendang kepalanya hingga pingsan tadi terniang niangkan di kepalanya.
" Terima kasih karena dendammu hanya padaku.."
Dylan tersenyum.
" Apa maksudnya? apa dia menyindirku?" Gumam pria itu geram.
Ponselnya yang bergetar atas meja di ambil, dan melihat nama. “Mr B”
" Apa?"
" Dylan menuju kesana?"
" Apa? s**t?!"
Kim terus melangkah mendekati gorden, dan melihat mobil Dylan sudah memasuki kawasan rumah.
" Kau harus keluar dari sana, Dylan pasti akan membunuhmu disana.."
" Dia tidak akan melakukannya!"
Untuk pertama kalinya, Kim tak mempercayai kata kata pria tua itu.
Lagipula kalau memang benar Dylan ada niat membunuhnya, seharusnya dari kemarin, bukan baru sekarang.
Kim mematikan panggilan ketika pria itu masih sibuk mengoceh di sebarang sana.
" Aku sudah menduga dia sudah mencintai gadis tawanannya!"
Dia lihat Dylan sedang berdiri didepan rumah itu, dengan ekspresi wajah yang ketakutan.
Semantara itu Dylan yang berada depan rumah itu, hanya memandang rumah itu tanpa ada niat mendekat.
Dia trauma dengan rumah itu, didalam rumah itu keluarganya semua mati mengenaskan.
Detik kemudian dia mendongak, dan saat yang sama gorden di jendela itu seperti di tutup dari dalam, lampu di kamar itu juga menyala.
" Berarti dia sudah kembali.." gumamnya.
Sebenarnya kedatangannya kerumah itu bukan untuk mencari Kim apalagi mencari masalah dengan pria itu.
Dia hanya mau menemui Sarah.
Dan Kim, dengan nafas memburu menutup gorden, lalu melangkah mengambil jaketnya.
" Aku harus pergi dari sini.."
Ketika dia mengambil jaket, tanpa dia sadar gelang kesayangan yang melingkar di tangannya tersangkut di celah kerusi.
Karena tarikannya yang begitu kuat, dia tak sadar jika gelang itu sudah terlepas dari tangannya.
Setelah mengambil jaket itu dia terus keluar dari kamarnya.
Dylan masih memperhatikan rumah itu dari luar, sialan! Kim tahu saja aku trauma dengan rumah ini, fikirnya.
Dengan langkah berat, dia memasuki rumah itu.
Dia tiba diruang tamu, Dylan memandang pigura yang berukuran besar di ruang tamu itu.
Tak terasa kedua mata pria itu berkaca kaca.
" Aku membenci melihat ini, karena ini tidak akan pernah terulang kembali.."
Dia memandang satu persatu foto yang terduduk di atas meja.
Dia melihat senyuman mendiang ibunya dalam foto itu, dan foto itu membuat hatinya sesak.
" Aku merinduimu, Mom.."
Pria itu yang tak tahan lagi menahan isakannya sambil memeluk gambar keluarganya.
Lama kelamaan tidak ada lagi mafia psikopat, dan tidak ada lagi pria tanpa perasaan, karena saat ini dia sedang terduduk di lantai dan menangis sampai sesenggukan.
Dia membenci rumah itu, karena rumah itu akan sering mengingatkannya pada keluarga yang sudah tidak ada.
Namun karena Sarah, dia bertarung dengan perasaannya sendiri untuk mendatangi rumah yang sudah sebelas tahun tak di datanginya.
Mungkin juga karena serba salah pada gadis itu yang begitu besar membuat dia nekat datang kesana.
" Tuan?"
Dylan dengan linangan airmata menoleh dan melihat Sarah yang berdiri tak jauh darinya.
Gadis itu hanya menyepitkan mata, melihat mafia psikopat itu menangis sampai mata membengkak.
Dylan yang menyadari kebingungan gadis itu terus mengelap airmatanya dengan punggung tangannya.
Dia beranjak dari duduknya dan menaruh kembali foto itu di tempat semula.
Semantara Sarah selain bingung pria itu menangis sampai sesenggukan, juga bingung melihat kehadiran Dylan dirumah itu.
" Apa yang tuan lakukan disini?"
Pernyataan itu membuat Dylan tersenyum sinis.
Melihat senyuman itu, Sarah segera was was, dia trauma melihat senyuman itu.
" Seharusnya aku yang bertanya.." pria itu melangkah ingin mendekati gadis itu.
Sarah mundur ke belakang detik berikutnya berlari ke kamar dan menguncinya.
" Sarah!"
Dylan terlambat, Sarah juga mengunci pintu.
Ingin rasanya Dylan mendobrak pintu itu.
" Pergi kamu orang jahat.." teriak Sarah dari dalam kamar.
" Aku datang mau berbicara sama kamu.." pria itu melunakkan suaranya, hal yang tak pernah dia lakukan untuk orang lain.
" Buka pintunya, Sarah.."
Sarah masih terdiam.
" Sayang.."
" Tidak! Pergi kamu orang jahat, kamu datang pasti mau membunuhku, kan? Karena sudah berani kabur dari rumah kamu.."
Dylan terdiam, dia jangan sampai terpancing emosi karena tujuannya ingin ketemu gadis itu untuk minta maaf bukan yang lain.
Dengan rahang yang mengeras karena sedang menahan amarah, dia mengatur nafasnya.
" Baiklah, sayang.."
Perlahan dia menjauhi kamar itu, untuk pertama kalinya juga dia mengalah!
~ Bersambung ~