“Belakangan ini kamu sibuk sekali sampai nggak bisa aku temui.” Keluh Leo.
Saujana yang sedang mengunting kuku tangan sampai berhenti dan mendongak. Leo berdiri di depan meja kerjanya. “Leo... Kamu di sini?”
Leo baru kembali ke Studio KNH setelah pemotretan di luar, ada sedikit waktu dan yakin jika Saujana masih di kantor, segera saja dia naik lift. Tepat, Saujana masih duduk di sana, bersantai sambil konsentrasi pada ujung jari tangannya.
Lelaki itu merindukan Saujana, setelah belakangan ini Saujana tidak punya banyak waktu bahkan di akhir pekan biasanya ke panti saja tidak bisa karena ada pekerjaan dengan sang Bos.
“Ya.” Leo berjalan hingga menarik kursi untuk duduk di sisinya. “Apa kabar kamu?”
Saujana malah terkekeh, “tanya kabar seakan kita sudah nggak bertemu seribu tahun lamanya.”
“Dua pekan itu lama.” Leo memang ada ke luar kota sampai beberapa hari, pulangnya pun sibuk. Mereka berdua sama-sama sibuk sebenarnya, bukan hanya Saujana hingga tidak punya waktu bertemu meski komunikasi jalan terus. Saling mengabari dan mengingatkan untuk jaga kesehatan.
“Aku baik seperti yang terlihat.” Tangan Saujana menangkup pipi Leo. “Apa ini? kamu nggak mengurus diri dengan baik? Lihat rambutmu sudah panjang.”
Leo tersenyum mendapat perhatian manis Saujana belum lagi usapan di kepalanya, jari-jari lentik menarik-narik rambut Leo yang memang sudah lebih panjang dari sebelumnya. Saujana jelas saja protes, dia sejak dulu tidak pernah setuju Leo punya rambut panjang. Selalu berpotongan rapi.
“Belum sempat, temani aku ke barbershop.”
“Kapan?”
“Sekarang, pulang ini.”
Saujana menarik tangannya. Matanya mencari petunjuk waktu di dalam layar komputer. “Aku nggak bisa pulang sebelum Pak Nata selesai.” Walau sudah waktu dia pulang.
Leo melirik pintu ruangan sang bos yang tertutup. “Ini udah jam pulang, tikus.”
“Ya, tapi Pak Nata nanti butuh aku.”
“Si bos di dalam?”
“Ya, sedang ada seseorang.”
“Siapa?”
“Letta.” Jawab Saujana pelan.
Leo mengernyit, “Sudah kembali?”
Saujana mengedikan bahu, “Kalian para pria bisa-bisanya hafal kabar para model di sini.”
“Bukan begitu, Saujana. Semua orang membicarakan Letta, dia dapat kontrak dengan brand International dan kabar yang beredar, hubungan mereka berakhir sebab Nata nggak suka jalani LDR.”
Saujana malah tergelak, “Astaga. aku sakit perut.” Memegangi perut saking gelinya.
“Apa yang lucu?”
Saujana masih tertawa dan berdecak “Ckck! Jaman sekarang pria suka bergosip.”
Leo gemas langsung menangkup wajah Saujana, menekannya hingga bibirnya mencebik bagai bebek dengan pipi di tekan. “Aku nggak suka bergosip, hanya mendengar secara nggak sengaja!”
“Oh-ya? Jujur saja, nggak usah malu!” Saujana berkata dengan aksen yang lucu karena wajahnya masih di sandera sang lelaki yang sudah di anggap sebagai kakak.
Melihat wajah Saujana dengan ekspresi seperti itu buat Leo tertawa sangat renyah. Sementara Saujana memicingkan mata dan tangannya bergerak untuk menggelitik pinggang lelaki itu, berhasil membuat Leo menarik tangannya.
“Oke ampun, tikus! Ini kantor, bagaimana kalau Bos keluar dan melihat kita?”
Jurus Leo menghentikan Saujana, keduanya melirik pintu dan mendesah lega, kebisingan mereka tidak menarik penasaran orang-orang di dalam.
Saujana mengusap pipinya bekas cengkeraman Leo. “Kamu yang mulai sih!”
Leo malah bersandar dan terus memandangi wajah manis Saujana.
“Sana, kamu pulang duluan aja.” Usir Saujana
“No!”
“Leo, nanti aku menyusul. Atau kamu bisa menunggu di kosanku.” Ide Saujana.
“Kita keluar studio sama-sama.” Leo bersikeras.
“Jangan keras kepala.”
Leo mendekat dan mengetuk kening Saujana hingga terdengar bunyi ‘Tuk’ dan Saujana mengaduh “Ish apaan sih?!”
“Membuktikan kalau bukan hanya aku yang keras kepala, tapi kepalamu juga keras.”
Saujana tercengang sampai bibirnya terbuka sementara Leo kembali tersenyum. Keduanya jika sudah bertemu akan seasyik itu, meski usia mereka sudah di angka dua puluhan, canda memercikkan derai tawa lepas akan melengkapi setiap kebersamaan. Keduanya bisa menjadi diri sendiri, hal kecil seperti ini jadi menyenangkan.
Matanya memerhatikan Leo yang tidak akan beranjak dari sana sampai Saujana setuju untuk pulang bersama.
Saujana menepuk pahànya sebelum bangun, “Baiklah, aku akan ijin pulang.”
Leo menyengir sangat senang. Dia tetap duduk di sana, meneliti meja kerjanya sementara Saujana sudah di depan pintu.
Ragu sempat membuatnya berhenti sejenak sebelum mengangkat tangan kanan dan mengetuk beberapa kali.
Tok! Tok! Tok!
Barulah Saujana membuka perlahan pintu tersebut.
Nata duduk di kursi sementara Letta duduk di atas meja tepat di hadapan Nata.
Deg!
Saujana berhenti berjalan, terutama pandangannya menilai penampilan keduanya. Rambut Nata tampak seperti baru diacak jari seperti dia mengacak rambut Leo tadi, tapi, pasti dengan tujuan panas bukan bentuk perhatian seperti Saujana. Sementara Letta beranjak dari sana, berbalik hingga bisa memperlihatkan dua kancing pertama dari dress mini dengan full kancing di depan itu terbuka.
Apa mereka baru melakukan sesuatu yang panas? Tapi, apa? Sepertinya tidak hanya ciuman mungkin sudah foreplay! Batin Saujana dan pikiran itu malah membuatnya semakin tidak nyaman.
Letta tersenyum penuh arti pada Saujana kala tatapan mata mereka bertemu, dengan gerakan ambigu dia menjilat bibirnya yang bengkak.
Sesuatu seperti perasaan tidak nyaman mulai merambat cepat di hatinya, tangan Saujana sampai sedikit gemetar dan tidak berani menatap wajah Nata. Dia sangat menyesal masuk ke ruangan Nata, menuruti keinginan Leo.
“Ada apa Saujana?” suara serak itu milik Nata.
“Hm, Pak Nata pekerjaan saya sudah selesai. Saya mau ijin pulang, jika memang Pak Nat—“
“Ya, kamu bisa pulang. Saya juga akan pulang.” potong Nata, matanya tidak lepas menatap wajah Saujana.
Saujana mengangguk, berusaha tidak bicara gugup “Saya permisi pak.”
Dia berbalik untuk segera pergi dari situasi yang awkward dan mengusik pikirannya.
Ceklek.
Saujana menutup pintu sampai rapat, mungkin saja Nata dan kekasihnya akan lanjut kegiatan yang sempat tertunda karena dirinya. Leo sudah berdiri dan mengernyit lihat wajah sendu Saujana.
“Tikus, ada apa?”
Ingin sekali Saujana berteriak pada Leo... semua ini gara-gara kamu, aku jadi merusak foreplay si bos dan kekasihnya!
Tapi, tidak. Saujana lebih pilih simpan rapat yang di lihat dan jadi praduganya. Saujana tidak suka membeberkan hal privasi milik bosnya, bahkan di minggu pertama bekerja dulu, Saujana pernah sangat menyesal tidak mengetuk pintu dan langsung masuk. Keadaan Nata dan model lain bukan Letta saat itu lebih kacau, posisinya sangat intim dengan sang wanita di pangkuan Nata.
Saujana segera menggeleng, hampir bisa dia melupakan hari itu, karena melihat Letta dan Nata tadi jadi di ingatkan lagi. Bedanya dulu Saujana biasa saja, meski syok, kini ada yang berbeda.
Ah... Entah lah.
“Sudah semua?” tanya Leo.
Saujana mengangguk, meletakan tas di bahu setelah pastikan meja rapi. Lalu berjalan dan Leo menyatukan tangan mereka dengan erat.
Ceklek.
Pintu terbuka, Nata dan Letta sama-sama keluar dan saat mata Nata menatap pada jalinan tangan mereka, cepat-cepat Saujana menarik tangan dari Leo.
“Sudah mau pulang bos?” tanya Leo.
Nata mengangguk dengan tatapan biasa. “Ya, kalian juga?”
“Ya, bos.”
“Mari kita turun ke lantai dasar sama-sama.” ajak Nata dengan tatapan sempat beradu dengan Saujana sebelum melangkah dan di ikuti Letta. Tidak ada posisi mesra antara kekasih itu bahkan ketika di dalam lift yang hanya ada mereka berempat.
Berdiri saling berhadapan. Nata dan Letta di sisi kiri, sedangkan Saujana dan Leo bersisian di sisi kanan. Nata tepat di depan Saujana, menatapnya dengan lekat.
Saujana lebih tertarik menunduk menatap ujung sepatu kets, sampai dia merasakan rangkulan di pundak dan menoleh pada Leo yang santai saja padahal di sana ada orang lain.
Harusnya sentuhan bersahabat yang Leo lakukan bukan masalah, sudah biasa.
Deg!
Tepat ketika tatapan Saujana lurus, Nata masih bertahan seperti tidak beralih sedetik pun dengan sorot mata yang seakan membakarnya, serta detik itu pun Saujana berharap Leo sadar hingga menarik tangan dari bahunya.
***
Sesuai keinginan Leo, pulang dari kantor Saujana ikut mobilnya menuju barbershop biasa yang Leo datangi.
“Pasti Saujana yang akan pilih modelnya, seperti biasa...” kata Odit, yang akan memangkas rambut Leo.
Leo sadar sejak di mobil dan berkendara ke tempat ini, Saujana seperti sibuk dalam pikirannya. Bahkan ketika sekarang memandang wajahnya, Saujana hanya tersenyum kecil.
“sesekali biar Leo pilih sendiri.”
“Lihat, tadi tikus ini yang mengkritik rambutku. Sekarang dia nggak bertanggung jawab.”
Tukang jasa cukur yang sudah mengenal mereka dari keduanya masih pakai seragam putih abu-abu, sudah biasa dan akrab melihat interaksi keduanya. Jika orang lain akan mengira ada hubungan spesial ‘something’ seperti kekasih, bagi orang yang sudah mengenalnya tahu keduanya 'nothing' kecuali sebatas seperti adik-kakak saling menyayangi dan melindungi.
Saujana mencebik, “Seharusnya kamu cari pacar segera, biar nggak bergantung padaku terus.”
Leo tertawa, “Pacarku pun nanti belum tentu hafal seleraku seperti kamu.”
“Dari pada mencari yang cocok, mengapa nggak dijadikan saja yang sudah cocok?” celetuk sang tukang pangkas rambut.
Membuat Leo dan Saujana sempat saling lirik.
“Hm... coba sini aku pilihkan model yang cocok untukmu.” Saujana segera berdeham, akhirnya memilih model rambut untuk Leo. Model Crew cut, bagian atas di potong antara satu koma lima centimeter sampai dua centimeter, sedangkan bagian samping tipis.
Tidak selama saat wanita potong rambut, Leo selesai setengah jam saja. Kembali berkendara, Leo mengajak Saujana makan di kaki lima yang menjual bebek goreng khas Madura dengan bumbu hitamnya yang jika dimakan mengaduknya dengan nasi hangat sangat enak sekali.
Bebek goreng di sana sangat empuk dagingnya dan enak, wajar jika banyak sekali pembeli. Untung Saujana dan Leo kebagian duduk, meski harus bergabung satu meja dengan pelànggan lain.
Mereka duduk berdampingan dan menikmati makanan itu sampai makanan habis tidak tersisa.
“Saujana, besok akhir pekan aku mau ke panti. Sudah hampir satu bulan nggak datang ke panti. Kamu mau ikut?”
Saujana tidak langsung menjawab, ingat-ingat jadwalnya. “Ya, aku ikut.”
Kebetulan besok dia memang libur, dan Nata tidak menjajah hari liburnya lagi. Saujana juga sudah lama sekali tidak menjenguk ibu dan bapak di panti serta adik-adiknya.
“Kita bawakan apa?” tanya Saujana mulai berpikir.
“Kamu tenang saja, aku sudah beli makanan untuk adik-adik.” Leo ternyata sudah mempersiapkan.
“Aku akan buat brownies atau cup cake, kita ke panti agak siang ya?”
Di tempat kos ada dapur yang di sediakan dengan peralatan lengkap, Saujana bisa membuat kue dan dia ahli membuatnya karena sejak kecil sering membantu Ibu dan orang-orang panti.
“Sebelum lunch aku jemput.”
“No, kamu putar-putar kalau ke tempat kosku.”
“Kalau begitu kamu nginap dan buat kue di apartemenku.”
“Kamu nggak punya mixer atau oven untuk memanggang kue.” Meski bisa di kukus, tapi entah mengapa bagi Saujana bau khas kue panggang itu lebih mengunggah selera dibanding yang hanya di kukus. Teksturnya juga berbeda.
Leo menghela napas, “ini benar kamu mau jalan sendiri? ketemu di panti aja?”
“Iya, My Leo. Kita bertemu di panti aja.”
“Baiklah, berkabar nanti.”
Saujana tersenyum manis, lalu malam itu juga sebelum diantar ke tempat kos, mereka belanja bahan-bahan membuat kue. Akhirnya Saujana putuskan buat cup cake brownies.
“Buatkan lebih untukku.”
“Siap, kita bisa makan bersama nanti.” jawab Saujana saat sedang mengantre untuk membayar belanjaan dan tidak sabar untuk bertemu adik-adik di panti juga ibu Ayu—pengurus panti yang juga sudah seperti ibunya.
Leo mengantar Saujana sampai ke depan bangunan indekos. Mobil sudah berhenti, Leo menoleh dan menemukan Saujana yang sudah memejamkan mata.
Senyum lelaki itu terukir manis, dia melepas seatbelt dan mengikis jarak. Lama dan intens dipandangi wajah cantik Saujana.
Tangannya terulur merapikan poni yang sudah melewati alis mata, lalu turun mengusap pipi putih dan halusnya. Sentuhan yang berhasil membuat tidurnya terusik, dia menggeliat sebelum kelopak mata terbuka dan netra mata mereka bertemu diantara penerangan temaram dalam mobil, hanya dari lampu di luar.
Deg!
Jantung Saujana berdebar dengan posisi wajah mereka yang dekat hanya berjarak sekitar sepuluh centimeter, meski debarannya tidak segila saat terlalu dekat dengan Nata.
Satu detik...
Dua detik...
Hingga beberapa detik berikutnya berubah jadi satu menit mereka tetap di tempat terpaku satu sama lain.
Saujana segera mengerjap, begitu pun Leo yang menarik tubuhnya kembali bersandar. Hanya diri mereka masing-masing yang tahu akibat posisi canggung yang baru terjadi.
“Aku mau bangunkan kamu.” bisik Leo, memberitahu maksudnya hingga begitu dekat.
Satu tangan Saujana menyelipkan rambut ke belakang telinga, “Aku turun ya, kamu hati-hati. Jangan sampai ngebut.”
Nata mengangguk. “Ya, jangan lupa besok.”
Terakhir Saujana memberi senyum terbaik, lalu mengambil kantung belanjaan yang di simpan di kursi belakang dan turun.
Dia melambaikan tangan pada Leo yang menekan gas dan mobilnya berlalu. Saujana berbalik dan menggeleng kecil.
Gadis itu melangkah sambil memijat tengkuk dan bahagia ketika akhirnya sampai di kamar kos terutama lihat ranjang berseprai biru dengan corak abstrak.
To be continued...
.
.
Kalau biasanya cowok yang nggak peka, ini cewek. Nata brèngsek lebih di perlihatkan dari anak-anakku yang lain.
Bagaimana nih Saujana dibuat berdebar sama dua cowok sekaligus... Hm... atau Leo buat Una aja kalau gitu, ya... ikhlas kan kalian?
:D Xixixi