Episode 15

1182 Words
Hiruk pikuk ruangan menandakan bahwa mereka yang ada di dalam merasa senang dan bangga. Banyak orang yang sedang bercanda ria dan juga mencari perhatian untuk bisa mempererat tali bisnis agar lebih berkembang. Malam ini, adalah malam bersejarah bagi Graham Company. Ulang tahun perusahaan yang ke tujuh puluh tahun. Meskipun begitu, keluarga Graham masih tetap membentangkan sayapnya di dunia perbisnisan. Saat seorang yang dinanti hadir, mata tertuju ke arahnya. Sosok yang dikenal kepiawaian dan juga ketampanan tengah berjalan bersama dengan seorang gadis asing. Rasa penasaran masuk begitu saja dan terus menatap gadis yang mungil dan cantik itu. Siapa lagi kalau bukan Jazlyn, ia memakai gaun berwarna merah menjuntai ke bawah dengan belahan di samping. Rambut panjangnya di urai begitu saja. Hiasan make up alami membuat para kaum adam tidak berkedip sama sekali. Perasaan di tatap menjadi pusat perhatian membuat Jazlyn risih. Ia digandeng erat oleh Aldrich menuju ke tempat duduk khusus untuk para tamu terhormat. Sebenarnya, gadis itu kurang nyaman dengan perilaku Aldrich. Bayangkan saja, Jazlyn dipaksa untuk memakai gaun terbuka dan juga sepatu hak tinggi. Ia benci hal itu. Apalagi, pria tersebut seakan mengeluarkan ultimatum yang membuatnya tidak berkutik sama sekali. Ditambah, pandangan iri dari kaum pemuja Aldrich membuat Jazlyn semakin tidak menyukai situasi seperti ini. Situasi di mana ia dijadikan bahan pembicaraan karena rasa iri para kaum hawa. Ayolah, jika dirinya bisa memilih untuk tak datang dengan pria itu, tentu rasa senang akan mengerubungi hati gadis tersebut. "Duduklah disini. Aku akan mengambil minuman untukmu." Aldrich berjalan menjauh begitu saja. Sementara Jazlyn, hanya diam sambil menautkan jarinya satu sama lain. Pesta seperti ini, baru pertama kali dihadirinya. 'Tenang… Jazlyn' Seseorang dari jauh datang kepadanya. Dia berdiri tepat di samping Jazlyn. "Mau berdansa denganku!" tawar pria itu membuat gadis tersebut menoleh. Dahi Jazlyn berkerut, melirik ke arah Aldrich yang masih bicara dengan seseorang. Mungkin koleganya, pikir gadis itu kemudian berdiri mencari keberadaan Sean. Ia melihat pria yang familiar masuk ke dalam ruangan bersama seorang wanita paruh baya. Kali ini, pria itu menjadi pusat perhatian semua orang. "Bagaimana, Nona? Apakah Anda mau berdansa denganku?" Sekali lagi, pria itu memberi ajakan kepada Jazlyn. "Tentu, dengan senang hati." Gadis itu menerima ajakan pria tersebut. Saat mereka berdua berdansa, Aldrich menatap nyalang dengan penuh amarah ke arah dua orang beda kelamin itu. Pria itu mengepalkan tangan kuat sehingga membuat wanita yang baru masuk tadi melihat ke arahnya. "Kita sapa Tuan Graham, Sean," ajaknya sambil terus berjalan merangkul lengan pria yang ada di sampingnya. Jazlyn melirik ke arah mereka berdua, lalu menyudahi acara dansanya. Ia pun membungkuk sebagai tanda dansa selesai dan segera berjalan ke arah mereka. Gadis itu berhenti di tengah jalan, menatap interaksi ketiganya. Tidak lama kemudian, datanglah seorang gadis cantik yang menghampiri mereka. "Siapa dia?" tanya Jazlyn sambil terus menatap ke arah mereka. Aldrich menoleh ke arah gadis itu, memberi isyarat agar mendekat. Tanpa pikir panjang, ia pun berjalan menepis jarak di antara mereka. "Perkenalkan, ini Jazlyn sekretaris baruku," ucap Aldrich sambil menatap Sean yang terlihat terkejut. "Oh… jadi, Anda adalah sekretaris yang dibicarakan itu." Ada sedikit nada ejekan yang tersemat di setiap kata wanita di samping Sean, seperti mencemooh Jazlyn. "Saya Gissila dan ini putraku, Sean Theodor," ucapnya dengan bangga sambil tersenyum kaku. "Anda terlalu berlebihan, Nyonya," jawab Jazlyn tersenyum manis memperlihatkan gigi putihnya. "Salam kenal, Tuan Theodor." Gadis itu mengulurkan tangan ke arah Sean dan disambut antusias olehnya. "Senang berkenalan denganmu, Nona Jazlyn. Panggil aku Sean." Pria itu tak akan menyia-nyiakan berkenalan dengan gadis secantik Jazlyn. Aldrich yang melihat interaksi mereka membuat rasa tak nyaman di dalam hatinya. Ia menyela perkenalan mereka dengan buru-buru, agar jabatan tangan kedua orang beda kelamin itu terlepas. "Dan ini adalah saudariku, Jossie." Aldrich menyentuh lengan Jazlyn sambil menatapnya tajam sampai jabatan tangan itu terlepas dari Sean. Jazlyn memasang muka masam, kemudian merubahnya kembali saat dirinya bertatapan dengan Jossie. Gadis yang bernama Jossie itu terlihat sangat cantik, namun ada yang berbeda di wajahnya. Seperti menyimpan beban yang berat. "Jossie." Gadis itu mengulurkan tangan dan disambut antusias oleh Jazlyn. "Jazlyn Emerald." Tiba-tiba, Gissila menyela mereka berdua. "Saya ada urusan dengan Tuan Graham dan Nona Jossie. Bisakah kalian berdua meluangkan waktu?" Aldrich menatap Gissila dengan tajam, seakan kurang setuju dengan perkataan wanita itu. "Kita ke ruangan sebelah saja," ucap Jossie berjalan mendahului mereka. Sementara Aldrich hanya menatap dingin dan pergi begitu saja. "Tolong… temani Sean sebentar, Nona Jazlyn." Gissila pun pergi meninggalkan mereka berdua. Jazlyn hanya diam menatap wanita itu hingga punggungnya menghilang. "Aku tidak menyangka, kalau ada gadis secantik dirimu di perusahaan kutub es itu." Sean mencoba mencairkan suasana dengan memulai pembicaraan dengan Jazlyn, agar cepat dekat dengannya. "Anda terlalu berlebihan, Tuan." Jazlyn tersenyum sambil melirik ke arah pelayan yang sedang menuju ke arah mereka. "Permisi, Tuan dan Nona. Ini ada minuman khusus untuk kalian berdua." Jazlyn mengerutkan kening, menatap pelayan itu yang terlihat mencurigakan dan gelisah. 'Bisa jadi keduanya adalah racun,' pikirnya merajalela begitu saja. "Terimakasih," ucap Sean sambil mengambil dua gelas yang ada di nampan. Jazlyn menyambar kedua gelas itu dengan cepat. "Aku akan minum semuanya." Dengan cepat, gadis itu minum dua gelas sekaligus tanpa jeda. Pria itu sedikit terkejut saat melihat Jazlyn yang minum anggur tersebut seperti meneguk air minum biasa. "Maaf, aku ke toilet sebentar." Jazlyn berjalan cepat keluar ruangan, mengambil sebuah serum yang ada di tasnya. Lalu menusukkan ke kulit perlahan. Rasa sesak nafas dan tenggorokan terbakar mulai menyiksa dirinya. Ia bersandar di tembok sambil menghirup nafas sebanyak-banyaknya. Samar-samar, gadis itu mendengar percakapan seseorang. Ia sembunyi di belakang tembok, memasang telinganya lebar-lebar. "Kau sudah melakukan tugasmu dengan baik," ucapnya sambil tersenyum cantik. "Terimakasih," balas pria itu sambil mengangguk. Tidak jauh dari mereka, ada pria pelayan yang telah memberikan minum kepada mereka berdua dengan tergesa-gesa. Dia membisikkan sesuatu yang sangat rahasia. "Apa kau bilang?" Dia terkejut sambil berteriak keras. Telinga Jazlyn sudah tidak bisa mendengar dengan baik. Pandangannya mengabur. Ia memuntahkan darah dari mulut. "Aku sudah tidak sanggup lagi." Gadis itu berjalan tertatih sambil berpegangan tembok. Pandangan matanya mulai mengabur, namun ia tetap mempertahankan kondisi tubuhnya. Darah terus saja keluar dari mulutnya, menetes hingga ke gaun yang dikenakan. Langkah kaki pun terhenti karena kepala yang sangat berat, seakan tertimpa ribuan ton batu. "Apakah obat itu tidak berhasil?" Butuh waktu untuk menetralisir racun. Untung saja, Jazlyn punya benda yang dapat menetralkan semua racun yang ada. Ini semua berkat Adam yang jenius memberi barang-barang yang lengkap. Jazlyn merosotkan tubuhnya ke bawah. Nafasnya memburu seperti di ambang kematian. Tubuhnya yang semakin lemah tidak berdaya tanpa tenaga membuatnya pasrah begitu saja. Di dalam tubuh Jazlyn, racun itu terus bergerak sampai ke jantung. Namun, karena penawar mulai bekerja, racun itu mulai bekerja lambat. Sebelum menutup matanya dengan benar, ada seseorang yang datang padanya. Ia melihat sepatu hak tinggi berwarna biru tua. Gadis itu tidak bisa mendongak ke atas lantaran rasa sakit yang menyerang. Orang tersebut kemudian jongkok, menyentuh dagu Jazlyn dengan lembut. "Apakah kau penolong kami semua?" tanyanya dengan lembut. Orang itu menghubungi seseorang. "Halo… ada yang aneh dengan sekretarismu. Aku berada di koridor. Kemarilah…!" Ia kemudian menutup panggilannya sepihak lalu mengusap darah yang menetes di sudut bibir Jazlyn dengan perlahan. BERSAMBUNG
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD