Jazlyn, Joy dan Roy sudah sampai di markas utama. Di dalam ruangan, mereka berkumpul jadi satu. Feng sudah berdiri di depan berbicara mengenai kepergian Jazlyn. Saat mereka bertiga sudah sampai di ambang pintu, semua orang menatap ke arahnya.
Jazlyn hanya menghela nafas kasar, berharap mereka tidak menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan misinya
Namun, harapan itu sia - sia, wajah mereka yang sendu membuatnya tidak tega.
"Ada apa dengan tatapan kalian?" tanya Jazlyn berjalan menghampiri Feng lalu menghadap ke arah mereka semua.
"Kami tidak setuju jika kau yang pergi menyelesaikan misi itu," ucap salah satu pemburu iblis yang berbadan gemuk.
"Kau sudah memikirkan hal itu? Aku rasa, yang pergi ke sana bukan kau. Melainkan yang lain. Intinya, mereka yang punya kekuatan," ucap Joy sambil maju ke depan.
"Oh, jadi kalian meremehkanku," jawab Jazlyn sambil menaikan alis.
"Bu-bukan begitu, setidaknya kalau yang punya kekuatan bisa melindungi diri. Kami tidak mau kehilanganmu, Jaz," sambung Roy dengan lesu. Mereka semua diam dan menunduk.
Jazlyn mengambil nafas pelan lalu mengeluarkannya. Beberapa kali, ia melakukan hal yang sama.
"Aku tahu, kalian khawatir kepadaku. Ada tidaknya diriku di sini, itu tidak akan merubah apapun. Percayalah dengan kemampuan kalian." Jazlyn kemudian duduk di kursi yang disiapkan. Terus terang, ia sangat kelelahan. "Feng, selama aku tidak ada. Kau bertanggung jawab dengan semua orang.
"Siap," jawab Feng tegas. "Bagi kelompok menjadi lima. Setiap kelompok harus punya semua kekuatan. Bagi yang tidak punya kekuatan, jangan putus asa terus berlatih dan berjuang." Jazlyn mendorong kursinya perlahan, "Aku lelah, butuh makan. Kalian juga seperti itu."
Jazlyn pergi keluar ruangan sendirian. Ia berjalan menuju ke kamarnya. Namun, seseorang menunggu di sana.
"Morgan," gumam Jazlyn lirih. Sial, ia tidak ingin bertemu dengan pria itu. Tapi, tidak ada cara lain selain bersikap biasa. Jika ia menghindar, pria itu semakin menjadi.
"Kau sudah datang," sambut Morgan dengan senyuman. Jazlyn diam sambil menekan tombol lalu pintu terbuka begitu saja.
Dengan santai, Morgan masuk begitu saja lalu duduk di sofa. "Aku bisa membatalkan keberangkatanmu. Jika kau minta tolong padaku."
"Cih, jangan harap, Morgan. Aku bahkan akan melakukan misi itu. Sekalian liburan," kata Jazlyn sambil menekankan setiap kata di ucapannya.
Morgan menggebrak meja lalu berjalan cepat ke arah Jazlyn, mendorongnya ke tembok dan menghimpitnya. "Begitu sulitkah kau menerimaku?" ucapnya sambil mengelus pipi gadis itu. "Kau gadis yang selalu menolakku, Jaz. Aku bukan orang yang sabar."
Jazlyn mengepalkan tangannya, lalu mendorong kuat tubuh Morgan hingga mundur ke belakang. Mengarahkan pistol tepat di jantung. "Keluar! Sebelum peluru menembus jantungmu!"
Morgan mengibaskan jubah kebesarannya dengan kasar. "Aku akan mengirimmu ke sana. Dan aku pastikan kau tidak akan kembali." Pria itu pergi begitu saja, Jazlyn melempar asal pistolnya lalu berjalan ke arah kamar mandi.
Gadis itu melepas semua bajunya, mengguyur seluruh tubuh dengan air yang dingin. Air dan darah menjadi satu terus mengalir hingga hilang sampai bersih.
Setelah itu, Jazlyn berendam di dalam bathup sambil memejamkan mata. Kehidupannya di sini akan berubah nantinya jika pergi ke tahun yang akan dikunjunginya nanti.
"Sial," umpat Jazlyn sambil bangkit, mengambil kimono yang sudah tertata rapi. Gadis itu keluar kamar mandi lalu masuk ke kamar. Bunyi jam yang ada di tangannya berdering. Pertanda, seseorang telah menghubunginya.
Jazlyn mengambil jam itu, lalu menggesernya perlahan.
"Ada apa?" tanya gadis itu sambil mengusuk rambutnya yang basah.
"Kau akan datang kemari secepatnya 'kan? Aku sudah membaca buku itu semua. Dan hasilnya mengejutkan. Kemarilah, lihat buku itu." Terlihat Adam tengah membolak - balikkan buku sambil membacanya.
"Kapan aku berangkat?" tanya Jazlyn sambil menaruh jam itu di meja. Hologram pun ikut berpindah. Gadis tersebut berjalan menuju lemari untuk mengambil baju.
"Malam ini, aku sudah menyiapkan semuanya." Adam menaruh buku itu. "Kau sedang apa? Ganti baju, biar aku melihatmu."
"b*****h sialan! Otak kotormu harus dicuci dengan deterjen!" Gelak tawa Adam menggema di sana.
"Datanglah kemari secepatnya. Kita makan bersama. Aku sudah menyiapkan semuanya." Panggilan tersebut dimatikan sepihak oleh pria lajang itu.
"Dasar bujang lapuk! Isi otaknya hanya fantasi liar saja!" Jazlyn memakai baju dengan kasar, mengikat rambut asal dan mengambil jam yang ada di nakas. Jam itu berfungsi sebagai alat komunikasi. Lebih canggih dari ponsel.
Jazlyn keluar ruangannya menuju ke markas utama. Ia berjalan terus ke depan hingga berhenti ke pertigaan koridor. Ia mendengar sesuatu yang membuat telinganya gatal.
Gadis itu mencari ke sumber suara, sambil memperjelas hal yang didengarnya. Ini tidak baik, ia masih dibawah umur. Tidak boleh mendengarkan hal vulgar.
Semakin di dengar, suara itu kian nyaring di telinga. "Aku rasa, suara ah, uh, ah adalah suara mereka." Jazlyn bermonolog sambil terus berjalan sehingga sampai di pertigaan lagi, lalu menoleh ke kiri.
Bola matanya melotot sempurna melihat dua sejoli yang tengah b******u mesra dan sudah setengah telanjang.
"Kita lanjutkan di ruangan. Jangan disini, nanti ada orang, Feng!" rajuk gadis itu. "Aku tidak peduli, ini enak sekali. Gua mu sempit dan hangat, Thaliu," ucapnya sambil terengah - engah terus memacu kuda.
Thaliu menoleh ke arah kanan, lalu mendorong Feng dengan kasar sampai tersungkur. "Sakit, Sayang…! Kenapa kau mendorongku?"
"Menolehlah ke kanan," bisik Thaliu selirih mungkin sambil membenahi bajunya. Feng menoleh ke kanan lalu menelan kasar ludahnya dengan kepayahan. "Se-sejak kapan kau berdiri di sana!" ucapnya terbata - bata.
"Sejak tadi! teriak Jazlyn. "Dasar tidak tahu tempat! Urat malu kalian sudah putus melakukan hal itu di tempat seperti ini. Masih banyak tempat lainnya." Untung saja mereka suami istri. Jika bukan, pasti ia sudah menghukum mereka berdua."Kalian berdua, pergi bersih diri sana! Kita kumpul di markas nanti malam. Beritahu yang lain," ucap Jazlyn sambil pergi meninggalkan mereka berdua yang masih mematung.
Mata indah Jazlyn sudah ternodai. Dan ini lebih parah lagi. Pertama, ia tidak sengaja melihat Adam yang sedang bersolo karya di kamar mandi. Kedua, si Morgan telah berciuman dengan anak dari pemimpin Distrik Dua. Dan yang terakhir, adegan live barusan.
Jazlyn hanya mampu menghela nafas panjang sambil memejamkan mata, berjalan menuju ruangan Adam. Semoga saja, kali ini pria bujang itu menyambutnya dengan baik.
Gadis itu sampai di depan ruangan Adam, mengetuk pintu perlahan. Terlihat, pintu dibuka oleh seseorang. Nampak pria tinggi, dengan rahang tegas, alis tebal dan senyum secerah mentari pagi.
"Siapa kau?" tanya Jazlyn. "Dimana bujang itu?" Pria itu mengerutkan kening, lalu bersandar di pintu. "Kau tidak mengenali ku?" tanya Pria itu sambil mengerutkan kening.
"Dimana dia? Aku akan mencincangmu kalau kau tidak memberitahu dimana Adam berada!" teriak Jazlyn dengan keras.
Pria itu melongo, "Kau gila! Aku adam, lihat baik - baik. Atau aku beri tahu letak tahi lalat di anaconda.
"b******k!! Tutup mulutmu itu!" Jazlyn mendorong kasar tubuh Adam, menerobos masuk ke dalam rumah pria itu.
Adam mengikuti gadis itu dari belakang, kemudian duduk menuntunnya ke arah meja makan. Berbagai hidangan tertata rapi di sana. Ada steak sapi, jus jeruk dan juga buah - buahan. Tidak lupa puding kesukaan Jazlyn.
"Apakah kau yang menyiapkan ini semua?" tanya Jazlyn dengan terharu sambil menatap Adam tidak percaya.
Pria itu mengangguk, "Kita makan dulu. Baru bicara." Jazlyn mengangguk, lalu makan dalam diam, menikmati semua hidangan yang tersaji.
Setelah selesai dengan acara makannya, Adam mengeluarkan buku yang telah mereka berdua teliti. "Aku sudah membacanya. Kau yakin akan ke sana?" tanya pria itu sekali lagi.
Jazlyn mengangguk mantap, "Sekalian liburan. Bukankah kau bilang seperti itu."
"Dengar, aku sudah mengirim orang lain untuk pergi ke tahun itu. Tapi, dia tidak kembali. Kemungkinan, dia mati." Adam ingin Jazlyn memikirkan dengan matang.
"Kau aneh. Tadi siang, kau menyuruhku pergi. Dan sekarang, ketika aku akan pergi. Kau memberi tahu hal seperti itu kepadaku." Jazlyn mengambil air putih lalu meneguknya sampai tandas.
Adam menghela nafas kasar, merogoh sesuatu yang ada di balik jasnya. Saat dikeluarkan, terdapat kotak berwarna hitam.
"Benda apa itu?" tanya Jazlyn penasaran sambil melihat penuh selidik.
BERSAMBUNG