Bab 6

1065 Words
“Pak, Anda sudag datang?” “Ya,” “Rapatnya akan segera dimulai, Pak, Klien kita sudah menunggu,” “Baik” Sebelum Andreas pergi, ia menyuruh Ayesa untuk pergi ke ruang istirahatnya. Ayesa menganggukkan kepalanya untuk merespon perkataan Andreas. Lalu, Andreas pergi ke ruang rapat mengikuti sekretarisnya. “Nona, mari saya antar ke ruang pribadi Presdir,” ucap seorang karyawan wanita padanya. “Tak perlu, aku bisa ke sana sendiri, kamu pergi sana, urus saja pekerjaanmu sendiri.” Ayesa mengusir karyawati tersebut. Ayesa berjalan ke dalam kantor Andreas, di sana terdapa sebuah pintu yang berada di pojok ruangan. Disitulah tempat istirahat pribadi milik Andreas, namun Ayesa tak langsung masuk ke ruang istirahat tersebut. Ia menuju meja kerja Andreas dan duduk di meja kerja Andreas. “Suatu hari nanti, aku akan menjadi pemilik tunggal dari semua kekayaan yang dimiliki Andreas,” gumamnya dengan senyum licik. Ayesa membalik kursi putar tersebut, sekarang ia sedang menatap ke luar jendela. Di luar sana terlihat pemandangan kota yang ia tinggali. Kantor itu sangat strategis, yang mana berada di tengah tempat-tempat penting di kota tersebut, seperti Mall, Rumah sakit, Bioskop dan sebagainya. Melihat pemandangan di luar sana, Ayesa makin bersemangat untuk melancarkan rencana yang sudah ia susun selama ini. *** Akhirnya, rapat pun selesai dan membuahkan hasil, Andreas berjalan menuju ruang kerjanya. Ia tak bisa meninggalkan Ayesa lebih lama lagi, ia takut Ayesa bosan berada di kantornya sendirian. Saat berjalan menuju ruang kerjanya, telepon milik Andreas berdering. Andreas mengangkat telepon tersebut. “Ada apa?” tanya Andreas. “Cewek itu sudah bangun Bos, apa yang harus kita lakukan lagi?” ucap orang diseberang sana. “Biarkan saja, hari ini kalian tidak boleh memberinya makan maupun minum,” perintah Andreas. “Baik Bos!” Telepon berakhir bersamaan dengan dia memasuki ruang kerjanya. Ruang kerjanya tampak begitu sepi, Andreas berjalan menuju sebuah pintu yang berada di pojok ruang kerjanya. Ia membuka pintu tersebut, Andreas tersenyum melihat Ayesa berbaring di atas kasur sambil memainkan handphone miliknya. Mendengar suara pintu dibuka, Ayesa menghentikan aktivitasnya. Ia melihat Andreas berjalan mendekat. Ayesa buru-buru mematikan handphone-nya dan melemparnya ke kasur. Ia loncat ke arah Andreas yang langsung ditangkap oleh Andreas. “Sayang ...” ucap Ayesa dengan manja sambil memeluk Andreas. “Dasar! Kamu masih saja sembrono!” ucap Andreas. Ayesa hanya tersenyum, lalu ia mengambil inisiatif untuk mencium Andreas yang dibalas oleh Andreas. Setelah melakukan ciuman, Ayesa turun dari gendongan Andreas sekaligus melepaskan pelukannya. Namun, Andreas tak membiarkan Ayesa pergi begitu saja kareana sudah memprovokasinya. BAB 3 Perlahan-lahan kesadaran Lerin mulai kembali, ia sadar bahwa dirinya tak bisa melihat apapun. Semua disekitarnya gelap dan lagi ia merasakan bahwa tangannya ke belakang. Perutnya yang baru saja dipukul, terasa menyakitkan. Ia tak memiliki tenaga untuk bergerak apalagi memberontak. Samar-samar ia mendengar suara langkah kaki mulai mendekat. Lerin merasa ada cahaya mengenai dirinya yang baru saja sadar, ia ingin pura-pura pingsan, namun bekas pukulan itu sangat menyakitkan sehingga dirinya tak sanggup menahan erangannya lagi. Entah apa yang terjadi, dalam keadaan tak bisa melihat sekitar. Cahaya yang ia rasakan mulai menghilang. Langkah kaki yang ia dengar pun mulai menjauh dari dirinya. Lerin masih menahan rasa sakit itu, baru kali ini ia mendapatkan pukulan seperti itu. Bukan hanya itu saja, ia juga harus dipermalukan di depan laki-laki yang tak dikenalnya dengan membuka pakaiannya. Apalagi, tubuhnya masih menggigil karena kedinginan akibat guyuran air sebelum ia mendapatkan pukulan. “SShh ... sial! Cowok itu sinting ya, gak cukup apa dengan menjebloskan aku ke penjara. Padahal semua kejadian itu, bukan sepenuhnya salahku, tapi dia tak menyeledikinya dan malah menyiksaku seperti ini,” gumam Lerin dalam hati sambil sesekali meringis kesakitan. “Cowok gila! Katanya kaya, punya kekuasaan, tapi sayang otaknya gak dipake,” umpat Lerin dalam hatinya. Lerin tak memiliki tenaga untuk mengeluarkan suara keras-keras, yang bisa Lerin lakukan hanya mengumpat dalam hati. Berbagai macam umpatan Lerin berikan untuk pria yang menyiksanya itu. Lerin kesal, dirinya sangat kesal pada takdir yang tak adil, tapi ia tak bisa melakukan apapun di dunia yang kejam. Yang mana orang yang tak memiliki kekuasaan seperti dirinya mudah ditindas oleh orang-orang berkuasa itu. Lerin hanya bisa menyayangkan nasibnya yang buruk. Jika diingat kembali, Lerin tak pernah memiliki motivasi untuk bertahan hidup di dunia ini semenjak ibunya meninggal. Bahkan, ia sempat berpikir bahwa dirinya ingin bunuh diri setelah ke luar dari penjara. Namun, apakah dia harus benar-benar menyerahkan hidupnya di sini? Di tangan orang yang membecinya? Lerin menepis pikiran-pikiran itu, ia tak ingin mati begitu saja di depan orang yang menyiksanya. Jika, ia mati di sini berarti ia kalah, ia kalah di bawah kekuasaan yang kuat. Lerin tak menginginkan hal itu, ia berusaha menhan rasa sakit yang terasa lagi. “Tidak, aku belum boleh mati,” gumam Lerin. *** Di sisi lain, anak buah Andreas yang tadi sempat melihat keadaan Lerin kembali ke temannya yang menunggunya di depan gedung pabrik yang tak tergunakan itu. Ia memberitahu temannya bahwa Lerin sudah sadar. Sedetik kemudian, temannya langsung menghubungi Andreas. “Ada apa?” suara Andreas terdengar dari seberang telepon sana. “Cewek itu sudah bangun Bos, apa yang harus kita lakukan lagi?” “Biarkan saja, hari ini kalian tidak boleh memberinya makan maupun minum,” perintah Andreas dari seberang sana. “Baik Bos!” Begitulah percakapan singkat yang dilakukan oleh Andreas dan anak buahnya. Setelah telepon ditutup oleh Andreas, anak buahnya itu segera kembali ke temannya yang sedang menunggu sambil menikmati makanan dan minuman di bangku yang berada di depan pabrik itu. “Bagaimana?” tanya temannya. “Bos, memerintahkan kita untuk tak memberinya makan dan minum,” Temannya hanya mengangguk mendengar perkataan itu. Mereka melanjutkan kegiatannya dan tak menghiraukan Lerin yang berada di dalam sana. *** “Mau ke mana?” Ayesa memegang pergelangan tangan Andreas. “Aku masih ada kerjaan yang harus diselesaikan,” ucap Andreas melepas tangan Ayesa yang memeganginya. Ayesa memasang wajah cemberut, ia tak ingin Andreas pergi dari sana. “Menurutlah Sayang, semua ini aku lakukan demi keluarga kita di masa depan. Aku harus menyelesaikan urasan kantorku dulu. Jika kamu bosan, kamu bisa pulang dulu atau pergi jalan-jalan bersama temanmu,” ucap Andreas berusaha membujuk Ayesa. “Baiklah Sayang, karena ini untuk keluarga masa depan kita. Maka, aku akan membiarkan kamu untuk kerja. Keluarlah! Aku ingin melanjutkan istirahat,” Andreas turun dari kasurnya, sudah cukup ia beristirahat. Andreas harus menyelesaikan semua urusan kantornya sebelum waktunya pulang kerja. Sebelum pergi, Andreas mencium kening Ayesa terlebih dahulu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD