09

1833 Words
Di sebuah dimensi yang bersebelahan dengan Dunia Bawah, tepatnya di dunia di mana para manusia bumi tinggal, bermukim dan melahirkan keturunan. Ada sebuah daerah di mana di sana terdapat sebuah kuil kecil yang merupakan milik keluarga Akibara. Ada sesosok makhluk tampan yang sedang berusaha keras mengalirkan kekuatan penyembuhan ke bagian perut dan tangannya yang sedang terluka parah, dan ia hanya seorang diri saat berada dalam kurungan tersebut. Tak ada seorang pun yang pernah menjenguknya. Sama sekali tak pernah ada yang berusaha menyelamatkan sang iblis kelelawar dari tempat terkutuk itu! Sialan, Kyeo dilanda amarah sekarang. Tempat tinggalnya berada jauh dari sentuhan tangan manusia. Kuil tempatnya tersegel pun tak pernah sekalipun didekati, apalagi dibuka oleh orang-orang yang penasaran dengan isinya. Tak pernah ada seorang pun manusia yang berani melakukannya. Mereka semua terlalu takut mendekati kandang milik sang iblis kelelawar bermata kuning keemasan. Mereka takut iblis itu akan melenyapkan mereka untuk selamanya, dan tentu saja mereka tidak ingin melakukan hal berbahaya semacam itu. Kyeo kembali menatap luka-luka ditubuhnya. Akibat pertarungannya dengan Himiko atau gadis yang menyegelnya di tempat itu, Kyeo harus mendekam di sangkar emas beraliran energi putih tersebut selama beratus-ratus tahun lamanya, meski ia tak mengetahui dengan pasti seberapa lama waktu telah berlalu. Kyeo sungguh geram, marah menguasainya. Luka yang diderita olehnya hanya menutup sedikit saja setiap proses penyembuhan yang ia lakukan, meski ia sudah berusaha keras untuk menutupnya sedemikian rupa. Bahkan, terkadang luka itu akan kembali terbuka tanpa sebab, sama seperti sekarang. Dengan kondisinya saat ini, mustahil ia bisa keluar dari kurungan tersebut tanpa harus mengeluarkan seluruh kekuatannya. Kyeo tidak dapat mengobati lukanya sendiri dengan kekuatan penuh, sebab hanya tersisa sedikit saja dari kekuatan yang tersisa akibat pertarungannya waktu itu. Kyeo menarik napas panjang, sebelum kembali mencoba untuk memusatkan inti dari cakra jiwanya pada energi kekuatan yang dapat meregerenasi setiap anggota tubuhnya kembali seperti sedia kala. Semua bangsawan iblis memiliki kekuatan penyembuhan ini. Namun, sama sekali tidak terjadi apa-apa ketika sang iblis kelelawar melakukannya. Luka yang diderita oleh Kyeo tak juga menutup seperti harapannya, membuat sang iblis berdecak kesal. Ada yang salah di sini, dan ia tahu siapa penyebab di balik kesialan yang menimpa dirinya. "Miko itu! Pasti dia sudah menyegel kekuatan sejatiku. Dasar manusia laknat!" sumpahnya kepada sang anak manusia yang telah berani menjebak dan menjadikannya terperangkap di tempat membosankan dengan tubuh penuh luka. Kyeo sungguh tidak bisa menampik kebosanan yang ia rasakan sejak masuk ke dalam kurungan berwarna emas. Tidak ada yang bisa ia lakukan, selain duduk dan berbaring dengan bodohnya. Iblis itu kembali berdecak kesal. Kyeo kemudian berbaring, lalu bangkit lagi dan kembali berbaring lagi, dan menatap langit-langit kurungan emas tempatnya dikurung yang memiliki sudut yang gelap. Matanya yang tajam bak elang dapat melihat kegelapan sudut penjara yang dibuat dari mantra sang gadis kuil. Tampak ada sedikit debu di atas sana. Kyeo berdecak kesal, ia sungguh tidak mengerti mengapa ia harus dikurung di tempat paling membosankan setelah padang rumput. Untuk apa energi murni dari kekuatan spiritual suci sang pendeta perempuan Shinto itu dijadikan penjara untuk mengurung iblis hebat sepertinya? Itu hal paling bodoh menurut Kyeo yang memang senang sekali menyepelekan keberadaan makhluk lain. Namun, kemarahannya itu wajar karena ia benar-benar ingin keluar dari tempat itu. Dia muak dengan kurungan tersebut, penjara kerangkeng jgu menjadikannya tidak bisa beranjak sedikitpun keluar, atau bahkan menyentuh batang besinya barang sedikit saja. Sangat menyebalkan. Kyeo merasa kesepian di tempat itu. Bukan berarti ia membutuhkan seseorang untuk menemaninya di tempat itu, ia hanya rindu dengan membakar desa tempat tinggal manusia... ia sungguh rindu dengan ide mencabik semua korbannya tanpa potongan besar. Sang iblis begitu merindukan semua sensasi panas dan penuh gelora itu. Padahal sedikit lagi rekor mangsanya akan mencapai 1000—hanya kurang satu saja—, jika saja ia tidak disegel di kurungan seperti seekor burung. Kyeo merindukan kebebasan. Ia rindu membunuh seseorang. Itu adalah perasaan alami yang dirasakan oleh setiap iblis, sama sepertinya. Merasa senang setelah memangsa manusia. Jika dilihat dari luar, maka penjara tempat Kyeo disegel itu akan tampak lebih kecil dari ukurannya yang sebenarnya. Nyatanya, di tempat tersebut Kyeo bahkan bisa mengembangkan sayap raksasanya yang rentang salah satu sayapnya saja sudah berkisar tiga meter. Meski telah kehilangan salah satu fondasinya akibat pertarungannya dengan seorang gadis miko, Kyeo benar-benar tidak bisa memaafkan orang yang telah berani mematahkan salah satu dari sayap kebanggaannya itu. Memulihkan diri dengan kekuatan iblis yang tersegel, sungguh sangat membuat sang iblis kelelawar murka. Semua yang ia lakukan terasa sia-sia saja. Ia frustrasi, dengan cara apalagi ia mencoba melepaskan diri? Tak biasanya iblis mengeluh atas kondisi yang menimpanya, tetapi ini beda lagi permasalahannya karena kekuatan utama Kyeo telah disegel sehingga ia tidak bisa menggunakannya secara utuh. Kyeo harus bebas agar bisa mengalahkan miko yang telah menyegelnya di tempat itu, lalu juga membalas semua anak keturunannya! Kyeo tidak terima jika ia harus menghabiskan waktunya di dalam kurungan selama beratus-ratus tahun, tanpa menghirup aroma kebebasan hanya karena ulah seorang anak manusia yang lemah. Sang iblis hanya tidak menyadari bahwa ia telah dikalahkan oleh Himiko, sejak sayap kebanggaannya patah. Tak apa jika sayapnya tak kembali seperti sedia kala, tetapi setidaknya, iblis kelelawar itu menginginkan kekuatannya kembali secara utuh kepadanya, tak terkecuali. Sebab di dunianya sana yaitu di Dunia Kematian, iblis tanpa kekuatan hanya akan dijadikan b***k oleh para iblis penguasa yang kejam. Akan tetapi, ini bukan masalah besar bagi Kyeo. Ia tak mungkin kalah melawan mereka, karena dia adalah salah satu dari para bangsawan iblis Dunia Kematian. Kyeo yang mulai merasakan bosan, kembali mendekati pintu dari penjara tempat ia dikurung, percikan aura murni langsung melukai tangan sang iblis begitu tangannya menyentuh benda berpendar yang merupakan gagang besi kurungannya. Sang iblis mendecih. Ini adalah salah satu ulah sang miko. "Harusnya tidak kusentuh benda ini," gumamnya terdengar seperti orang bodoh. "Tanganku jadi sakit karena energi murni. Cih!" Kyeo yang merasa kesal terhadap usaha yang lagi-lagi terasa sia-sia kembali membuat dirinya duduk di atas lantai. Duduk bersila, dan sesekali menggaruk bokongnya yang terasa sedikit gatal. Benar-benar tingkah laku yang sangat konyol, tetapi Kyeo tidak mungkin bersikap seperti itu di hadapan makhluk hidup lain. "Heh, tempat ini membosankan sekali," gerutu sang iblis kelelawar untuk yang ke sekian juta kalinya. Tak pernah sedikit pun Kyeo bosan menggerutu dan mengeluh terhadap keadaan yang menimpanya. Kyeo kemudian berpangku wajah di atas telapak tangannya, bibirnya maju beberapa sentimeter. Tangan kirinya yang bebas mengetuk-ngetuk lantai berulang kali. Jika diperhatikan, Kyeo memang memiliki wajah yang sangat tampan. Ada beberapa t**i lalat di bagian tubuhnya, paling banyak terletak di bagian leher. Bibirnya yang tidak tebal dan tidak pula tipis itu mengerucut sebal. Itu bukan kebiasaan baru, Kyeo sudah sering bertingkah aneh semenjak dikurung seperti hewan peliharaan. Tidak, bahkan mungkin lebih lama dari itu. Sikap sang iblis terkadang berubah-ubah tergantung suasana hatinya yang gundah. "Membosankan!" teriak sang iblis murka, entah pada siapa. "Aku harus segera keluar dari tempat ini!" Gerakannya yang tiba-tiba itu membuat helaian panjang berwarna putih milik sang iblis bergoyang pelan. Tidakkah Kyeo kesusahan dengan rambutnya yang panjang sampai sepinggang itu? Meskipun begitu, ia tidak mungkin malu untuk sesuatu yang tidak perlu menurutnya. Iblis tidak pernah memiliki perasaan, tetapi mereka tetap memiliki hasrat untuk membunuh. Begitu pula dengan Kyeo. Ia selalu merindukan sensasi dalam membunuh setiap mangsanya yang tidak beruntung. Tak ada keinginan lain yang dibutuhkannya selain membunuh para manusia yang teramat ia benci. "Aku perlu banyak sekali jiwa manusia, sayapku harus kembali," monolog sang iblis pada suatu hari. Benar-benar memuakkan, Kyeo rindu dengan kebebasan. Ia rindu dunia luar dan ia juga rindu saat membakar desa yang padat penduduk. Masih terngiang jelas dalam benak Kyeo, teriakan penuh ketakutan atau teriakan yang penuh dengan duka dari mereka yang kehilangan anggota keluarganya karena ulah sang iblis kelelawar. "TIDAK! Tolong! Tolong berhenti! Jangan putraku!" teriak seorang wanita paruh baya seraya berlari tergopoh-gopoh menghampiri anak laki-lakinya yang terlihat tak berdaya. Anak wanita itu tampak berbaring lemas di atas lantai. Kediaman dua orang manusia tersebut telah dilalap oleh sang jago merah, yang tak lain tak bukan pembuatnya adalah Kyeo yang sedang haus darah. "Minggir kau, Manusia ... anakmu yang lumpuh ini harus segera kuambil jiwanya." "TIDAK! KUMOHON!" teriak wanita itu di hadapan Kyeo. "Tolong jangan ambil anakku, ambil saja aku ...." Kyeo mengedikkan bahu dengan ekspresi tak menunjukkan kepedulian. Sama sekali tak merasa iba terhadap drama yang diperlihatkan oleh ibu dan anaknya yang cacat, mereka berdua sedang menangis tak jauh darinya. "Ibu ...." Raung sang anak yang berumur sekitar 20 tahunan. Karena sebuah keterbatasan, menjadikannya tampak seperti seorang anak kecil, meski umurnya tak seperti yang terlihat oleh orang lain. "Aku sungguh takut dengan iblis itu, Ibu ...." Wanita tua itu turut menitikkan air mata bersama sang anak. Di saat seperti ini, tak ada yang bisa mereka lakukan selain berpasrah diri kepada sang dewa. Andai saja anaknya yang menderita lumpuh dan kakinya layu itu bisa melarikan diri dari kejaran sang iblis tadi, mungkin saja mereka berdua akan selamat. Kyeo terlihat tidak suka saat melihat kedua mangsanya melakukan hal bodoh seperti berpelukan sambil menangis. Itu sangat konyol menurutnya. "Sudah berpamitannya? Aku benar-benar sudah muak menunggu kalian selesai berbicara," ucap Kyeo dengan suara yang terkesan datar, tak ada emosi di dalamnya. Untuk apa melihat drama para manusia? Mereka hanya bersandiwara saja, dan Kyeo tahu itu. Ibu dan anak tersebut tak acuh terhadap perkataan sang iblis. Kyeo mendecih. Diabaikan berada di posisi teratas dari hal-hal yang paling tidak ia sukai. Tanpa menunggu waktu lama, Kyeo sudah berdiri di depan dua anak manusia, ia lalu melangkah sedikit dan berdiri di belakang wanita bertubuh tambun. Sayap besar Kyeo terbentang lebar, telinga kelelawarnya muncul di puncak kepalanya. Kyeo kini sedang berada dalam mode iblis yang sesungguhnya. "Ucapkan selamat tinggal kepada ibumu ...." Kyeo mengayunkan tangan kanannya yang telah berubah bentuk menjadi sebilah pedang khas Jepang—katakana yang tajam, lalu menebaskannya dengan cepat kepada wanita tua yang sedang menangis seraya memeluk anak laki-lakinya dengan erat. Tubuh wanita tua langsung terbelah menjadi dua, terpisah dari perut ke bagian bawah tubuhnya. "IBUUUU!! TIDAAAKKK! IBUUU!!" Kyeo merotasikan mata, risih mendengar teriakan pilu sang pemuda. Begitu memuakkan. Harus segera ia akhiri kesenangan ini demi kebaikan telinganya. "Kau sudah membunuh ibuku, Iblis!" Teriak pemuda itu dengan linangan air mata di pipinya. "KAU MONSTER! KEJAM!" "PERGI!! Jangan dekati aku dan ibuku!" Kyeo hanya tertawa saja saat mendengar ucapan sang pemuda lumpuh. Gelak tawanya semakin menjadi-jadi saat ia menyaksikan pemuda berambut cokelat tersebut mendekap tubuh bagian atas ibunya yang sudah terpotong menjadi dua bagian. Kyeo sampai harus berdecak kagum karena ia merasa semua itu lucu. Hanya sesaat kekaguman yang ia rasakan terhadap sang pemuda yang tidak jijik saat memegang dan memeluk mayat sang ibu, Kyeo sudah mulai merasa bosan dengan mainannya itu. Kyeo lantas mengangkat tangannya kembali, bersiap mengakhiri nyawa pemuda di depannya. Belum sempat pemuda malang itu mengangkat kepala, Kyeo sudah lebih dulu menebas kepala sang pemuda hingga terputus dari lehernya. Gerakan sang iblis begitu cepat, hingga tak menimbulkan rasa sakit di kematian mangsanya. Sama sekali tak ada ekspresi yang Kyeo tampilkan, selain kebekuan di dasar hatinya. Baginya, rasa kehilangan adalah sesuatu yang tidak diperlukan. Iblis tidak membutuhkan sesuatu hingga harus merasa kehilangan terhadapnya, dan seperti itulah Kyeo saat terlahir ke dunia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD