Yuuto tersenyum samar, ingatan tentang pertemuan pertamanya dengan sang guru tiba-tiba muncul ke permukaan. Ia yang dulu adalah seorang anak kecil yang suka bersembunyi dari kejaran siluman, kini telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang memiliki kekuatan.
Yuuto telah dewasa, ia sudah berhasil menguasai berbagai kemampuan dasar dan bela diri dari sang guru.
Tak sia-sia pelatihan yang diberikan oleh Hiroshi—sang kakek tua yang ia temui belasan tahun silam. Selama bertahun-tahun lamanya, lelaki tua itu mengajari pemuda dengan gaya rambut panjangnya yang tidak rapi, si Ken, berbagai jurus bela diri dan lain sebagainya.
Yuuto selalu ingat dengan pesan yang disampaikan oleh sang guru, bahwa untuk hidup di dunia yang keras haruslah memiliki tekad yang besar. Ia merasa hal itu ada benarnya. Yuuto membutuhkan kekuatan.
Selain mempelajari ilmu kehidupan dengan sang guru, Yuuto juga belajar dari para biksu yang ia temui di setiap perjalanan spiritualnya. Kadang-kadang, pemuda itu akan ikut membantu biksu yang telah memberinya ilmu spiritual dengan jasanya secara cuma-cuma.
Yuuto diberi tahu sebuah mantra menarik oleh Hiroshi. Dulu, ia tidak bisa kembali ke dunia manusia, ke tempat di mana ia seharusnya berada, Bumi. Akan tetapi, berkat kesaktian guru yang sudah ia anggap kakeknya sendiri, akhirnya Yuuto memiliki kemampuan membuat sendiri portal menuju dunia yang ia inginkan.
Pemuda berusia 25 tahun itu dapat berpindah tempat sesuka hatinya.
Ia dapat pergi ke Dunia Atas, sebuah tempat di mana para iblis dan siluman semuanya berkumpul. Juga bisa kembali ke dunia manusia, kembali ke rumahnya yang ada di daerah Fukuoka, Jepang.
Di antara semua tempat itu, tak ada tempat yang membuat Yuuto rindu selain Dunia Bawah; tempat berkumpulnya para pertapa, roh-roh dan juga manusia baik yang hidup berdampingan dengan para siluman. Terkadang dapat pula ditemui iblis di sana, dan jumlahnya sangat banyak.
Sampai sekarang, ia belum pernah berkunjung ke Dunia Kematian, karena tak ada hal baik di sana selain banyaknya siluman dan iblis-iblis yang buas dan sangat jahat. Walau Yuuto tak mengetahui, bahwa sebelumnya ia sudah pernah pergi ke sana.
Hal itu terjadi ketika ia tengah dikejar oleh siluman ular mengerikan beberapa belas tahun silam, dan berkat jalan masuk tak kasatmata yang dibuat oleh Hiroshi, akhirnya keduanya pun bisa bertemu. Meski sang guru tak pernah menyebutkan bahwa ialah yang telah membuat portal tersebut, tetapi Yuuto yakin itu semua adalah perbuatan gurunya.
Yuuto sendiri sering mengunjungi dunia manusia, berbaur di pasar, bahkan berdoa di kuil Akibara keluarganya. Akan tetapi, tak pernah terlintas dalam benaknya untuk menjumpai keluarga yang telah terpisah lama darinya.
Yuuyo masih ingin menikmati pengembaraannya di beberapa dunia lain. Tanpa mengetahui jika ... kemalangan sudah lebih dulu menemui adik kesayangannya, Rin.
***
Rin tersadar di sebuah tanah lapang, di luar hutan yang tampak gelap karena rimbunnya pepohonan. Pakaian berwarna putih yang biasa ia gunakan selama di kuil tampak kotor karena tahu-tahu ia sudah berbaring di tanah basah. Celana merah lipitnya penuh dengan debu dan tanah yang menempel.
Rin mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, retina matanya berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk. Dapat Rin rasakan bahwa punggungnya sakit, entah bagaimana cara ia bisa tiba di tempat asing itu.
Apa ia terlempar? Ataukah dia jatuh terbanting di tanah? Rin sungguh tak bisa membayangkan jika itu benar terjadi kepadanya.
Gadis itu lalu mencoba berdiri menggunakan kaki kecilnya yang tidak berhenti gemetar sejak beberapa saat yang lalu. Sejak bangun dari pingsan, Rin sudah merasa tak enak badan.
Seluruh sendi di tubuhnya terasa sakit. Rin yang telah berdiri tegak lantas mengedarkan pandangannya kepada sekitar. Hutan lebat yang asing. Tidak, semuanya tampak asing baginya. Di manakah gerangan gadis itu berada?
Srak srak
Bunyi aneh mendadak muncul dari arah semak-semak yang berada tak jauh darinya, gadis yang merasa penasaran pun akhirnya memilih mendekat secara perlahan. Lantas menyibak semak-semak itu dengan hati-hati.
"HUWAAA!" pekik Rin ketakutan.
Gadis itu mundur dengan cepat ketika sesosok makhluk berbentuk aneh meloncat keluar dari balik semak yang sempat ia buka karena rasa ingin tahunya yang tinggi.
Mata merah besar milik sang makhluk asing, tengah menatap Rin dengan tatapan yang sulit dijelaskan.
Dari mulut lebarnya menitik saliva panjang yang membuat Rin langsung bergidik ngeri. Gadis itu lalu dengan cepat mengeluarkan beberapa lembar kertas mantra dari balik pakaiannya, berisi doa penangkal siluman yang selalu ia simpan di dalam sana.
Beruntung, Rin telah dibekali ilmu dasar untuk mengusir roh jahat.
Rin lalu melempar dua lembar kertas mantra kepada sang makhluk asing, tepat saat makhluk itu mencoba meloncat ke arahnya. Rin kemudian bangkit berdiri dengan hati-hati, lalu berlari cepat memasuki hutan ketika makhluk itu tidak dapat melepaskan diri karena segel pengikat yang menempel di tubuhnya.
Rin berlari kencang, tanpa menoleh sama sekali ke belakang.
Derap-derap langkah yang terdengar dekat membuat jantung sang gadis memompa tak kalah cepat dari kakinya. Suara-suara aneh kembali berdatangan, masuk ke telinga Rin yang tak memiliki niat untuk menghentikan larinya.
Rasa ingin tahunya memancing Rin untuk memalingkan sedikit wajahnya ke sisi belakang. Gadis itu menyaksikan makhluk-makhluk menyeramkan dengan beragam rupa tengah mengejar dirinya.
Bentuk tak wajar mereka, dan mata mereka yang beraneka warna dan ukuran menatap Rin dengan lapar.
Gadis itu terjebak di keadaan yang sulit, ia pun hanya bisa pasrah atas nasib yang kini mulai membayanginya.
Rin memilih untuk terus memacu kakinya menuju tebing yang ia lihat tak jauh di depan sana, ia berniat untuk menjatuhkan dirinya ke jurang yang dalam itu.
Ketimbang rasa sakit akibat jatuh dari tempat tinggi, Rin lebih mengkhawatirkan makhluk-makhluk yang mengikutinya dengan tatapan lapar. Demi Dewa, ia lebih memilih mati karena jatuh ke dasar jurang daripada harus mati karena dimakan oleh siluman yang mengerikan.
Dengan berani, Rin pun berlari lurus tanpa gentar dan akhirnya jatuh ke jurang.
"AAAHHH!!!" Rin langsung menukik turun dengan cepat ke bawah, begitu tidak ada lagi tanah yang menjadi pijakan. Tubuhnya langsung membentur bebatuan dan akar-akar pohon besar yang tertanam di tebing setelah ia memutuskan loncat dari atas.
Tak memedulikan keadaan tubuhnya sendiri.
Terdengar bunyi gedebuk yang nyaring. Begitu tiba di tanah, Rin terkapar sendirian di dasar jurang dengan baju putih yang memerah karena rembesan darah dari lukanya. Wajah gadis itu tampak kotor karena tanah yang mengenainya.
Gadis itu berbaring sendirian bersama luka, dan rasa takut yang tak berkesudahan. Mata hitamnya memandang nanar langit yang berubah menjadi kelabu.
"Mungkin ... seperti inilah takdirku," bisik Rin sendu. Air mata kesedihannya jatuh sesaat sebelum ia hilang kesadaran. Apakah ia masih memiliki kesempatan hidup?
***
Kaede memasuki ruang tamunya dengan ekspresi sendu, ia sudah berhasil mengirim anak kesayangannya Rin ke Dunia Bawah berkat ajaran generasi ke-5 keluarga Akibara. Ia tak menampik bahwa separuh hatinya merasa kehilangan sang anak. Sungguh berat baginya, melepas Rin demi kelancaran ritual turun temurun keluarganya.
Apalagi Rin adalah anak yang sangat pintar dan juga baik hati, gadis itu juga sopan dan sangat ceria. Tentu saja sebagai seorang ibu yang telah melahirkan dan juga membesarkannya sepenuh hati, Kaede benar-benar merasa kehilangan gadis yang ia lahirkan 18 tahun silam.
Tentu bukan kehendaknya sendiri melakukan hal ini, tetapi ini sudah menjadi keharusan dalam keluarga Akibara. Seperti tradisi yang telah ada bahkan jauh sebelum kelahiran sang nenek.
Akan tetapi, apa boleh buat? Inilah yang sudah ditakdirkan oleh sang pengutuk kepada keluarga Akibara mereka yang malang. Sebuah kutukan kejam yang tidak manusiawi di zaman sekarang. Ingin rasanya Kaede membatalkan kutukan tersebut dan tidak jadi mengirimkan anak kesayangannya ke Dunia bawah, tetapi semua sudah terlambat.
Rin sudah pergi ke sana. Satu-satunya cara untuk membuatnya kembali adalah dengan mengalahkan Yamasuke, iblis pengutuk keluarga Akibara.
Apalagi, wanita anggun tersebut tak tahu apa yang akan terjadi ke depannya jika mereka tidak mengirim tumbal kepada sang iblis monyet, sosok yang telah mengutuk keluarga mereka sejak ratusan tahun silam.
Kaede tak ingin mengambil risiko apa pun. Walau bagaimanapun juga, mereka sekeluarga harus tetap bertahan dan memperjuangkan hidup mereka dengan cara melaksanakan ritual pengorbanan ini agar tidak membuat iblis itu murka.
Wanita itu lantas duduk bersimpuh di dekat meja kayu, sudah ada segelas teh hijau dan juga teko air panas di atas meja. Namun, Kaede tak berselera minum sekarang. Pikirannya larut kepada wajah ketakutan anak gadisnya, Rin.
Hatinya masih merasakan sakit dan kehilangan. Nafsu makannya lenyap entah kemana.
"Anakku Kaede, bagaimana? Apa kau sudah mengirimkan cucuku? Apa ritual yang tadi kau lakukan berjalan lancar?" Suara lembut seorang wanita tua menyapa rungu wanita dengan tanda lahir unik di pipi kanannya.
Kaede menoleh dan mengangguk pelan. Kesedihan masih menggelayuti hatinya. "Sudah ... Ibu," jawabnya lirih. Kaede menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Asano menatap Kaede dengan kesedihan yang tak kalah getirnya. Wanita paruh baya itu tahu apa yang menjadi beban pikiran anak perempuan kesayangannya.
Apa lagi sumber kesedihannya selain perginya gadis manis bernama Rin dari kehidupan mereka untuk selamanya? Walaupun kecil kemungkinannya gadis manis itu bisa menang melawan Yamasuke dan mematahkan kutukan Akibara, tetapi tak ada salahnya jika mereka menyiapkan hati terlebih dahulu mulai dari sekarang, bukan?
Rin adalah anak kedua Kaede sekaligus cucu perempuan yang paling Asano banggakan.
Gadis manis berwajah oval itu terpaksa dikorbankan menjadi tumbal karena permintaan sang iblis monyet, Yamasuke. Ratusan tahun lalu, nenek moyang keluarga mereka dikutuk olehnya, menyebabkan satu per satu anak perempuan Akibara yang berusia 18 tahun harus diasingkan ke dunia lain. Lebih tepatnya adalah, mereka sengaja dibuang ke dunia itu demi memenuhi permintaan Yamasuke.
Asano masih menangkap kesedihan di wajah anak perempuannya. Ia tahu perasaan kehilangan itu. Dulu, ia juga pernah mengorbankan anak perempuannya kepada sang iblis dan rasanya masih semenyakitkan dulu.
Namanya Haru, ia adalah kakaknya Kaede, dan saat itu Kaede masih sangat kecil—sekitar sepuluh tahun. Semuanya masih terngiang dalam ingatan Asano, meski tidak terlalu jelas. Walau samar-samar, tetapi masih sama rasa sakitnya seperti dahulu ketika ia harus mengorbankan anak pertamanya.
Tangisan dan permintaan untuk tidak dikirimkan ke Dunia Bawah terdengar menggema dalam benak Asano.
"Ibu! Ibu! Tidak! Kumohon, Bu! Jangan korbankan aku!" Haru menangis histeris, tak henti-hentinya menjerit memanggil sang ibu. Meminta belas kasihan darinya. "Ibu! Ibu! Tolong! Bebaskan aku, Bu! Aku berjanji akan menjadi anak yang lebih baik lagi ke depannya! Kumohon, Bu!"
Asano memejamkan mata, hatinya bak teriris sembilu. Sangat sakit dan membuatnya pilu. Oh, kami-sama, rintih Asano dalam hatinya. Setitik cairan bening menetes dan jatuh ke pipinya.
"Maafkan ibu, Haru ... semua ini demi keluarga kita," bisik Asano lirih. Ia mulai melakukan ritual pengiriman sang anak. Sebelum mulai melafalkan mantra, wanita dengan mata sayu itu berkata kepada anak pertamanya.
"Tolong kalahkan Yamasuke. Jika kau berhasil ... maka kita akan bertemu lagi. Berkumpul seperti biasa," ucapnya pelan sembari menatap mata yang sembap di hadapannya. Betapa sakit hatinya melihat kesedihan dan keputusasaan hadir di ekspresi anak kesayangannya.
Akan tetapi, Asano tidak boleh goyah. Ia harus kuat, ini semua demi kelangsungan hidup mereka sekeluarga.
Keluarga Akibara harus bertahan, dan semua luka juga kehilangan ini bukanlah apa-apa.
"Aku ... sangat takut, Ibu ...." Haru berbisik lirih, air matanya kembali mengalir dari matanya yang sembap, hidung dan pipinya basah. "Kumohon ... jangan aku, Ibu."
Asano bungkam, tak lagi menyahuti perkataan Haru. Ia mulai membaca mantra-mantra yang akan mengirimkan sang gadis Akibara menuju Dunia Bawah, berjuang selama 100 hari di sana sebelum akhirnya ... melenyapkan Yamasuke. Jika kekuatannya cukup.
Lambat laun, tubuh Hwru memudar dari pandangan Asano. Gadis itu menjerit-jerit, memanggil sang ibu dengan susah payah, tetapi Asano memalingkan wajah.
Hari itu adalah terakhir kali mereka semua melihat Akibara Haru.
+ Note +
Youkai : berarti siluman dalam bahasa Jepang. Merujuk pada makhluk yang mempunyai berbagai bentuk mengerikan dan juga aneh.