01
Ballroom hotel bintang lima di kawasan Kuningan itu tampak sangat ramai. Para tamu yang hadir merupakan kalangan atas dan para pejabat pemerintahan. Hampir semua pemilik perusahaan yang bekerjasama dengan Grup Pradana dan Grup Bratasena hadir dengan wajah semringah. Turut berbahagia dengan pernikahan antara dua pewaris perusahaan besar tersebut, yaitu Sammy Aditya Pradana, putra pertama Hendra Pradana dengan Jenita Adelina Bratasena, putri Joko Bratasena.
Sepasang pengantin baru di pelaminan pun nyaris tidak bisa duduk karena harus menerima ucapan selamat dari seluruh tamu. Sesekali keduanya saling menatap dan melempar senyuman. Merasa sangat bahagia dengan pernikahan itu sekaligus sebagai penyatuan dua perusahaan besar.
Hal berbeda dirasakan oleh seorang perempuan muda yang tengah berdiri di bagian sudut kanan ruangan. Perempuan berambut sebahu itu sesekali menghela napas berat sambil terus memandangi sepasang pengantin dengan mata berkaca-kaca.
"Tersenyumlah, jangan sampai ada yang melihat air matamu," bisik seorang pria yang sejak tadi berdiri di sebelah kanan perempuan tersebut.
Perempuan bergaun putih panjang dengan hiasan renda di bagian d**a itu seketika menoleh. Menatap wajah pria berjas hitam yang tengah memegangi gelas dengan santai.
"Aku tidak menangisi pernikahannya," ungkap perempuan tersebut. "Aku menangisi istrinya yang cantik itu, karena tidak tahu bila suaminya itu b******k. Sejak lama," sambungnya seraya mengulaskan senyuman tipis.
Sesaat keduanya saling beradu pandang, sejurus kemudian tawa mereka pecah bersamaan dan menjadi sorotan beberapa orang yang berada di dekat mereka.
"Ayo, kita ucapkan selamat buat mereka," ajak pria bertubuh tinggi itu sembari mengulurkan tangan.
"Maaf, aku tidak tertarik." Perempuan itu mendengkus dan memutar tumit. Jalan cepat menuju pintu keluar ballroom dengan menahan rasa sesak dalam d**a. Akting angkuhnya itu hanya di permukaan, tetapi hatinya telanjur hancur.
Aruna Ghania, nama perempuan tersebut, telah menjalin hubungan dengan Sammy Aditya selama tiga tahun. Namun, tiba-tiba saja Sammy dijodohkan dengan Jenita oleh orang tuanya, tentu saja demi alasan bisnis.
Sammy mengaku masih mencintai Aruna, dan meminta kekasihnya itu untuk bersabar menunggunya satu tahun ke depan. Sammy ingin menguasai saham terbesar perusahaan Bratasena terlebih dahulu, sebelum akhirnya menceraikan Jenita.
Akan tetapi, melihat binar mata kedua mempelai itu membuat Aruna ragu akan janji Sammy. Ditambah lagi, setelah ini pria tersebut sudah pasti akan jarang mengunjunginya. Membuat Aruna patah hati dan merasa bahwa dia sepertinya akan benar-benar kehilangan pria tersebut.
"Kamu yakin mau menyetir sendiri?" tanya pria yang ternyata telah mengikuti Aruna hingga ke tempat parkir mobil.
"Apa kamu meragukan kemampuan menyetirku?" Aruna balas bertanya.
"Tidak, aku tahu bila kamu pengemudi handal. Tapi saat ini batinmu pasti tengah terguncang. Mungkin saja akan mempengaruhi cara menyetirmu."
Aruna mendengkus. Dia harus mengakui bahwa pria itu benar. Hatinya yang sakit terasa menyesakkan d**a. Ditambah lagi matanya sudah memanas sejak tadi dan bisa memuntahkan bulir bening sewaktu-waktu.
Perempuan bermata sipit itu mengerutkan dahi ketika kunci mobil yang digenggamnya, tiba-tiba diambil paksa oleh pria berambut tebal tersebut. Dengan santai pria bernama Keven Kahraman itu memutari mobil dan memasuki pintu bagian pengemudi. Menyalakan mesin dan menunggu Aruna siap di kursi penumpang. Kemudian menekan pedal gas dan memacu kendaraan menjauh dari hotel tersebut.
"Apa kamu mau langsung pulang?" tanya Keven.
"Tidak," jawab Aruna singkat.
"So, where do we go?"
"Club Delta."
***
Keven menggeleng pelan ketika melihat Aruna terus saja menenggak minuman beralkohol. Mata perempuan itu sudah memerah dan bibirnya sesekali meracau tidak jelas. Melihat kondisinya yang tengah mabuk itu, Keven berinisiatif untuk mengajak Aruna pulang.
"Aku belum mau pulang, Kev!" sergah Aruna saat Keven mengucapkan hal tersebut.
"Kamu udah mabuk, Na!" tegur Keven.
"Siapa bilang? Buktinya aku masih mengenalimu."
Keven mendengkus, kemudian menjentikkan jari. Seorang pria mendekat dan menerima uang sebagai p********n dari Keven. Kemudian pria beralis tebal itu menyeret paksa tubuh Aruna yang langsing tetapi tetap berat.
Aruna berulang kali mencoba memberontak, tetapi Keven mencekal lengannya dengan erat dan menyeret perempuan itu sekuat tenaga. Setibanya di mobil, Keven mendudukkan Aruna dan tak lupa memasang sabuk pengaman dengan erat. Kemudian dia memasuki pintu pengemudi.
Mobil sedan mungil itu melaju kencang menembus kepekatan malam. Kondisi jalan yang cukup lengang membuat perjalanan mereka segera berakhir di sebuah gedung apartemen di kawasan Pancoran.
"Na, bangunlah, kita sudah sampai," ucap Keven sambil menepuk-nepuk pundak Aruna, tetapi perempuan itu tetap bergeming dan tidak menanggapi.
Setelah berdebat dalam hati, akhirnya Keven memutuskan untuk membawa Aruna ke unitnya. Pria itu ke luar dan jalan menuju pos satuan pengamanan. Meminta bantuan pada dua orang petugas untuk membawa Aruna ke kediamannya.
Keven menggendong tubuh Aruna dengan gaya bridal style. Seorang petugas membantunya menutup dan mengunci pintu mobil. Sementara yang satunya lagi membantu menekan tombol lift dan ikut menemaninya ke lantai delapan, tempat di mana unit milik Aruna berada.
"Terima kasih," ucap Keven ketika petugas tersebut membukakan pintu unit dan tak lupa untuk menutupnya kembali setelah Keven melangkah memasuki tempat tersebut.
Keven yang sudah sering datang ke tempat ini akhirnya membawa Aruna ke kamar. Membaringkan tubuh perempuan itu dengan pelan di atas tempat tidur, kemudian menarik selimut dan menutupinya hingga batas leher.
Pria berhidung mancung itu duduk di sebelah kiri Aruna. Mengusap wajah dan meremas rambutnya dengan lelah. Dia mengarahkan pandangan ke cermin meja rias. Pantulannya balas memandang dengan tatapan kuyu.
"Sekarang gimana, Kev? Dia masih mencintai pria itu," lirihnya dengan sepasang mata yang meredup.
Tatapannya menerawang jauh, mengingat-ingat masa lalu dirinya dan Aruna serta Sammy. Mereka bertiga beserta seorang pria lainnya bernama Raka Adinata, adalah empat orang sahabat sejak masih berseragam putih abu-abu.
Dia, Raka dan Sammy adalah kakak kelas Aruna. Mereka awalnya dekat karena sama-sama aktif di kegiatan OSIS dan beberapa cabang ekstra kurikuler yang ada di sekolah.
Akan tetapi, hubungan Sammy dan Aruna baru bermula ketika tiga tahun lalu mereka bertemu kembali pada acara reuni setelah sempat berpisah dan tidak bertemu semenjak lulus SMU.
Raka sendiri sudah menikah dan tinggal di Bandung bersama keluarga kecilnya. Hubungan mereka masih tetap akrab, terutama karena Keven dan Raka merupakan orang-orang andalan Sammy.
Awalnya Keven sempat ingin mengungkapkan perasaan pada Aruna, tetapi dia kalah cepat dan Sammy telah terlebih dahulu mendapatkan cinta Aruna.
Keven sempat patah hati, tetapi kemudian dia mampu menekan perasaan dan mengubur dalam-dalam rasa cintanya pada perempuan tersebut. Di depan semua orang Keven mampu menunjukkan wajah datar tanpa ekspresi, tetapi batinnya tercabik-cabik bila melihat kemesraan Sammy dan Aruna.
Lenguhan kecil Aruna mengalihkan perhatian Keven pada perempuan tersebut yang masih terlelap. Tanpa sanggup menahan dia mengulurkan tangan dan mengusap pipi perempuan itu dengan segenap perasaan.
Perlahan Keven merunduk dan mengecup pipi Aruna. Berdiam diri di posisi itu sebelum akhirnya menggeser bibir ke telinga kiri Aruna dan berbisik, "Lupakan dia, Na. Ada aku di sini, menunggumu ... sejak lama."