Shibuya

1521 Words
Perlahan Arum membuka mata melihat jendela besar didepannya masih tertutup dengan terai berwarna silver. Setelah merasa lebih baik, Arum bangun melihat jam dinding menunjukkan pukul 8 malam. Buru-buru Arum turun dari ranjang dan keluar dari kamarnya, Arum menghela napas lega melihat Mirah dan Ben duduk menonton TV disofa, Arum kira mereka meninggalkannya sendirian. Tapi dimana kakaknya? "Mirah!" Mirah dan Ben menoleh padanya sembari tersenyum. Arum membalas senyum mereka dengan menghampirinya. "Udah baikan?" Tanya Ben setelah Arum duduk disampingnya Arum meringis mendengar pertanyaan Ben? Arum merasa tidak enak karena membuat mereka khawatir. "Maaf" "Loh? Kok minta maaf?" Tanya Mirah tak tau kesalahan apa yang Arum perbuat hingga ia minta maaf "Karena aku, itu, aku," "Udah bangun?" Arum menoleh kebelakang dimana Elang keluar dari kamar sebelah kamarnya. Mereka memesan 2 kamar yang berada dalam satu ruangan dengan alasan agar Elang lebih mudah memperhatikan Arum jika mereka bersama. Elang tidur bersama Ben dan Arum bersama Mirah. Elang keluar dengan wajah fresh, baju lengan panjang berwarna abu-abu serta celana jeans berwarna hitam. "Kakak mau kemana?" "Mau keluar" jawab Elang setelah duduk didepan Arum. Tak mendengar suara Arum, Elang melihat Arum yang fokus pada TV didepannya. Program TVnya menggunakan bahasa Jepang, apa Arum mengerti? Kalau Mirah dan Ben tidak perlu diragukan lagi karena Mirah memang fasih berbahasa Jepang dikarenakan mamanya orang Jepang sedangkan Ben banyak belajar dari Marcel dan Mirah. "Arum ngerti mereka bilang apa?" Ben dan Mirah menoleh pada Arum setelah Elang bertanya, "Nggak" jawab Arum jujur Ben dan Mirah saling berpandangan, bukannya mereka tidak sadar kalau Arum ada disana, mereka kira Arum mengerti bahasa Jepang karena dia tidak protes sama sekali. Elang tersenyum sambil menggeleng. Apa Arum memang seperti ini tak pernah protes? "Arum ganti baju! Kita keluar cari makan." "Aku ikut?" Elang menaikkan alisnya mendengar pertanyaan Arum, apa Elang akan meninggalkan Arum sendiri? Tentu saja tidak, kemanapun Elang pergi Arum harus ikut bersamanya "Kamu nggak mau ikut?" "Mau!" Arum kira Elang akan meninggalkannya dihotel jadi Arum cuma diam saja "Kalau gitu kamu siap-siap! Kami tunggu sekarang" ucap Ben Arum melihat pakaian yang Ben kenakan, sama seperti kakaknya. Ben juga terlihat sudah bersiap-siap begitupun dengan Mirah. Berarti tinggal dirinya yang belum. Arum berlari memasuki kamarnya dan menutup pintu kamar keras-keras dan seketika pintu itu kembali terbuka dengan memperlihatkan kepala Arum. "Kalau aku mandi nggak apapakan? kalian akan nunggu aku kan?" Badan Arum terasa gerah, Arum ingin mandi tapi ia takut mereka akan meninggalkan sendirian. Arum tidak suka sendiri ditempat asing. Setelah mendengar jawaban mereka, Arum kembali memasuki kamar dan berlari kemar mandi. "Kak Elang kesambet apa sih senyum-senyum sendiri?" Elang mengalihkan mata dari ponselnya kearah Mirah. Elang mengedikkan bahu tak ingin menjawab. Mirah tidak ada hubungannya kenapa ia senyum-senyum jadi dia tak perlu tau. Elang melirik pintu yang dimasuki adiknya itu, kapan ia keluar? Elang ingin melihat wajah polosnya. "Palingan kesambet kuntilanak" celetuk Ben memasang sepatunya "Kuntilanak ketawa kak bukan senyum" ralat Mirah. Kesambet harusnya Elang ketawa bukan senyum-senyum seperti itu "Kan baru kesambet Rah, bukan kerasukan. Kalau kerasukan baru ketawa." Setelah selesai memasang sepatu Ben melihat Elang sekilas "Tapi setan mana yang berani dekat-dekat dia? Liat mukanya aja setan-setan pada kabur." Lanjutnya Ben mengeluarkan pendapatnya karena Elang selalu menakutkan jika marah. "Oyah?" Elang memperbaiki posisi jam yang ada ditangannya tanpa melihat Ben "Tapi kenapa kamu selalu nempel padaku?" "Kamu pikir aku ini setan?" "Nggak bilang tuh tapi baguslah kalau nyadar sendiri" Ben mengumpati Elang. Kenapa juga ia bisa bersahabat dengannya? * * * Setelah makan malam direstoran, mereka berempat memutuskan untuk jalan-jalan menikmati kota tokyo dimalam hari. Ini musim semi jadi mereka tidak perlu khawatir dengan cuacanya meski cukup dingin. Untungnya Kanaya menyiapkan segala keperluan Arum selama di Jepang jadi Arum tidak kesulitan memilih baju yang ia kenakan. Seperti saat ini, rambut panjang Arum dikuncir kuda, baju lengan panjangnya cukup besar dan tebal berwarna putih, celana jeans panjang berwarna biru, sepatu berwarna putih serta sling bag berwarna hitam menambah penampilannya malam ini. "Kotanya keren banget" Sepanjang jalan Arum memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang disekitarnya. Ini beda sekali dengan Jakarta. Shibuya crossing cukup membuat Arum terkesan, lautan manusia berlalu lalang disana, ia tak pernah melihat seperti itu di Indonesia dimana masyaratnya lebih suka naik kendaraan pribadi dibanding jalan kaki. "Ayo jalan!" Setelah lampu menunjukkan pejalan kaki menyala, Elang dan yang lainnya menyebrang tanpa melepaskan tangan Arum, semenjak keluar dari kamar hotel Elang sama sekali tidak melepaskan tangan Arum apalagi ditempat seramai ini. "Kita masuk kesana ya!" Mirah menarik Arum hingga terlepas dari Elang. Mirah membawa Arum masuk ke roboto restoran dimana pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh manusia kini dikerjakan oleh robot. Arum kagum melihatnya, apa hal seperti ini ada di Indonesia? "Wahhhhh" kagum Arum setelah duduk dikursinya, Elang mendorong Ben menjauh saat akan duduk disamping Arum "Kamu suka?" Arum mengangguk cepat tanpa menghilangkan senyum manisnya "Ini keren banget kak" "Lain kali kita kesini lagi ya" "Beneran kak?" Elang mengangguk sembari tersenyum melihat keantusiasan Arum. Sejak tadi Elang memperhatikan Arum yang selalu mengagumi kota Tokyo, bukan cuma Arum, Elang yakin siapapun orang yang datang pertama kali ke Jepang pasti sama seperti Arumnya. "Beneran dong sayang" jawab Elang semakin membuat Arum bahagia. Arum tidak pernah menyangka akan datang kenegara ini dan menikmati keindahannya "Tapi," "Tapi?" "Sama aja kagak kalau ada tapinya" ujar Ben yang diangguki Mirah "Tapi apa kak?" Tanya Arum tidak sabar "Cium kakak dulu!" Elang menunjuk pipi kirinya, Ben dan Mirah hampir saja menyemburkan makanannya yang ada dalam mulut mereka. Ben mengambil minuman didepannya dan meneguknya sampai tandas. Apa yang didepannya benar-benar Elang Trinarenra Abraham sahabat kejamnya? Kalau iya, kenapa Elang tiba-tiba aneh seperti itu? Mirah menatap Elang tak percaya, selama ini yang ia ketahui tentang Elang adalah sosok yang tegas, dewasa, cuek dan tidak suka menye-menye tapi sekarang malah kebalikannya? Ada apa sebenarnya? Cup "Udah!" Ucap Arum setelah mencium pipi kakaknya. Elang tersenyum mengusap kepala Arum. Sepertinya ia mendapatkan kesenangannya. * * * Ben menatap orang didepannya, Ben kira siapa yang memencet bell jadi ia buru-buru membuka pintu. Ternyata yang didepan Ben adalah Marcel yang memamerkan senyum manisnya. "Nggak ada sumbangan jadi pergi sana!" Usir Ben menutup pintu tapi Marcel berhasil menahannya "Aku nggak minta sumbangan tapi mau ngajak kamu mangkal di Shibuya." "Ihhh sorry ya, aku mangkalnya cuma di Indonesia!" Ujar Ben memicingkan matanya pada Marcel "Rasis" ucap Marcel karena Ben memicingkan matanya jadi terlihat sipit. Mata Marcel seperti orang-orang asia timur pada umumnya, sipit. "Benarkah? Kalau gitu gini aja" Ben membuka mata menggunakan kedua tangannya agar matanya terlihat membesar "Itu lebih rasis buncis!" Ucap Marcel membuka pintu lebar-lebar agar ia bisa masuk "Tadi aku kesini tapi kalian nggak ada, kemana? Jalan nggak ngajak-ngajak, teman macam apa kalian?!" Semburnya Setelah latihan diarena, Marcel berniat bertemu Ben, Elang, Mirah dan Arum tapi mereka tidak ada di kamarnya. Marcel ingin menelfon mereka tapi ponselnya kehabisan daya jadi dia kembali ke kamarnya. Tau mereka telah kembali, dengan cepat Marcel kembali ke kamar mereka hingga sekarang ia bertemu dengan Ben. "Siapa bilang kita temanan?" "Jadi kamu anggap aku apa?!" Kesal Marcel mendengar pertanyaan Ben, apa selama ini pertemanannya bertepuk sebelah tangannya? Cukup cinta saja yang bertepuk sebelah tangan, pertemanan jangan. "Kita ini sahabatan, kamu lupa?" Rasa kesal Marcel hilang seketika, ia langsung memeluk Ben dan menciumi kepalanya. BUUGGHHH "Aku masih suka cewek" ucap Ben setelah menendang kaki Marcel. Mendengar suara ringisan, Elang keluar melihat apa yang terjadi, Elang menegur Ben karena menyakiti Marcel dengan alasan sebentar lagi Marcel bertanding jadi dia tidak boleh kesakitan. Setelah menerima omelan pedas Elang, Marcel tersenyum mengejek padanya. "Ngapain kesini?" Tanya Elang melihat Marcel tak kunjung pulang "Mau tidur dis," "Pulanglah!" Potong Elang berdiri ingin memasuki kamarnya "Lang!" "Pintunya sebelah sana jika kamu lupa!" Tunjuk Elang kearah pintu keluar. Marcel menatap Elang horor, kenapa sahabatnya itu tak punya hati? Marcel datang karena kesepian di kamarnya sendiri "Ben?" "Kalau mau tidur di kamar mandi sana! Cuma itu yang kosong" Marcel menatap Ben datar, lebih baik pergi dari sana daripada sakit hati "Itu kamar Mirah kan?!" Marcel berlari meraih pintu disebelah kamar Ben, belum juga sampai didepan pintu, Marcel merem mendadak melihat kaki besar menghalangi dirinya. Marcel melihat Elang berdiri melipat kedua tangannya didepan dada dan sebelahnya kakinya menghalangi pintu masuk. "Masuk!" Titah Elang melirik kamarnya "Nggak ah! Aku mau tid," Elang mencengkram baju kaos Marcel dan menariknya masuk ke kamarnya "Hei apa yang," "Tutup pintunya Ben!" Ben langsung masuk menyusul Elang dan Marcel lalu mengunci pintunya. Jika tidak dikunci takutnya raja buaya akan kabur. Marcel tidak tinggal diam, dia ingin keluar dari sana tapi ucapan Elang membuatnya bergidik ngeri. "Berani nyentuh pintu akan kupastikan kamu kembali ke Indonesia dengan kursi roda!" "Aku ada pertandingan, Lang. Tega banget sih" ucap Marcel menatap Ben minta pertolongan "Salah kamu sendiri mau masuk kekandang macan" ujar Ben membaringkan dirinya disamping Elang. Marcel menatap kedua sahabatnya, sungguh tiada Marcel patut syukuri didunia karena memiliki sahabat terbaik seperti mereka. "MINGGIR! AKU MAU TIDUR!!!" Teriaknya melempar tubuhnya keatas ranjang tapi Ben dan Elang langsung menendangnya sampai terjatuh. "Tutup mulutmu, brengsek!" Seru Ben "Aku harap adikku nggak keganggu" ucap Elang tak mau tau dengan kesakitan pada bokong Marcel "Kalian ini kenapa? Kamarnya kedap suara tau!" Ucap Marcel menekan bokongnya, ia harap nanti bokongnya tidak akan jadi masalah pada pertandingannya. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD