Jatlag

1616 Words
Elang menatap Arum dengan wajah datar, saking datarnya papan penggilingan kalah datar dari wajah Elang. Elang menusuk-nusuk ice cream didepannya menggunakan sendok kecil karena kesal melihat sikap Arum yang tidak peduli padanya. "Ice creamnya nggak enak ya kak?" Pertanyaan seperti itu membuat Elang semakin kesal. Setelah miliknya hampir tandas Arum baru bertanya? Kenapa tidak dari tadi? Elang tidak menjawab pertanyaan Arum hingga Arum menghabiskan ice creamnya. "Kakak kenapa? Kakak nggak suka ice cream?" "Nggak!" Jawab Elang cepat melebihi kereta express "Yaudah! Ice creamnya untuk aku aja, kalau dibuangkan mubazir." Elang menghempaskan punggungnya kekursi lalu menatap Arum tajam. Adiknya tidak tau atau pura-pura tidak tau? Elang mendorong ice cream rasa vanilla kearah Arum yang langsung disambut oleh Arum dengan senyum lebar. Sepertinya Arum suka sekali dengan ice cream, baguslah. Tapi makan banyak ice cream juga tidak terlalu baik untuk kesehatan, Elang merebut ice creamnya yang ditatap oleh Arum seakan bertanya apa yang dilakukan kakaknya itu. "Ayo kita pulang!" Elang meninggalkan Arum yang masih bingung dengan sikapnya. * * * Setelah salaman dengan mamanya, Arum naik ke lantai atas dimana kamarnya berada. Dibelakangnya ada Elang yang cuma diam menatap punggung adiknya itu. Dasar bocah, dengusnya. Saat akan membuka pintu Elang menahan tangan Arum. Arum mendongak menunggu Elang bicara "Kamu nggak nanya kakak kenapa?" Tanya Elang tidak bisa menahan mulutnya untuk tidak bicara, rencananya tidak mengajak Arum bicara malah gagal karena Elang sendiri yang termakan dengan rencananya itu. Arum sepertinya tidak masalah dengan kebungkamannya tapi yang jadi masalah bagi Elang karena Arum cuma mendiaminya. "Emang kakak sakit ya?" Tanya Arum polos, Elang menatap Arum tanpa ekspresi. Apa wajahnya terlihat seperti orang sakit? "Aku panggil mama dulu kalau gitu, kakak dis," "Kakak nggak sakit, Arum." Jawab Elang menahan lengan Arum saat ingin memanggil mama mereka "Terus kakak kenapa?" "Ini semua gara-gara kamu!" "Aku?" Arum menunjuk dirinya sendiri sembari memikirkan apa yang telah ia lakukan pada kakaknya "Aku nyakitin kakak?" Elang mengangguk membenarkan pertanyaan Arum "Lukanya mana?" Meski Arum tidak tau kenapa bisa ia melukai Elang tetap saja ia merasa bersalah, mungkin Arum melukai Elang saat tidak sadar. Elang menunjuk bagian dada kirinya yang tidak dimengerti Arum. "Didalam disini." Elang menunjuk dadanya "Kok bisa didalam?" Arum tidak mengerti sama sekali "Karena kamu nolak kakak" "Nolak?" Ulang Arum Tadi Elang mengulurkan tangannya membantu Arum turun dari mobil tapi Arum langsung turun tanpa meraihnya. Saat itu, benak Elang langsung tersentil menerima penolakan. Selama ini Elang tidak pernah ditolak hingga ia tidak pernah merasakan hal itu, dan hari ini Elang tau kalau dia tidak suka ditolak karena Arum. Arum adiknya adalah orang pertama yang menolaknya dan Elang tidak suka akan hal itu. "Maaf" cicit Arum merasa bersalah, Arum cuma tidak ingin merepotkan apalagi dia bisa turun sendiri dari mobil "Kakak akan maafin, tapi lain kali Arum nggak boleh nolak kakak! Ok?" "Ok" Arum tidak yakin dengan ucapannya tapi apa salahnya mencoba? Kalau kakaknya menawarkan bantuan pasti Arum tidak akan menolaknya "Jadi karena itu kakak jadi aneh?" Lanjut Arum menatap Elang polos Cup "Kakak masuk dulu!" Setelah mencium pipi Arum, Elang langsung masuk ke kamarnya. Apa yang harus ia katakan pada Arum, tidak mungkin ia mengatakan jika Elang kesal karena penolakannya. Lagian Elang juga tidak habis pikir dengan tingkah seaneh itu. * * * "Ingat ya Lang! Kamu harus jaga putri mama baik-baik! Mama nggak mau terjadi sesuatu padanya" "Iya" "Cuaca disana sangat beda disini jadi kamu harus jaga Arum dengan ekstra!" "Ya" "Dan jug," "Iya mama iya! Aku tau apa yang harus aku lakuin. Mama tenang aja, Arum nggak akan kenapa-kenapa" potong Elang merasa kupingnya sudah panas mendengar ocehan mamanya. Dari rumah hingga tiba di airport mamanya terus mengoceh tidak membiarkan Elang bicara sama sekali. "Baguslah! Disana Arum cuma punya kamu, jadi ka," "Udahlah ma! Mereka udah datang" Kanaya menoleh dimana arah pandang Elang. Ben dan Mirah datang  menarik koper masing-masing kearah Elang dan Kanaya. Ben dan Mirah menyalami Kanaya dan Edwin yang mengobrol ria dengan Arum dikursi tunggu. "Marcel berangkat duluan sama tim official, dia akan nunggu kita dihotel" ucap Ben yang diangguki Elang. Setiap kali Marcel bertanding diluar negeri, Elang dan Ben selalu datang menonton pertandingannya seperti di Malaysia dan Singapura bulan lalu. Setelah pemberitahuan pesawat menuju jepang akan take off, Edwin memeluk Arum dan mencium keningnya. "Kalau kakakmu jahat bilang sama papa ya! Biar papa yang hajar dia" ucap Edwin melirik Elang yang menatapnya horor. Elang selalu melarangnya mencium Arum tapi Edwin sebagai papa Arum tidak bisa menurutinya, wajar bagi seorang ayah mencium putrinya. "Iya papa" ucap Arum Setelah pamitan dengan Kanaya, Elang menggandengan tangan Arum untuk menaiki pesawat bersama Ben dan Mirah. * * * TOKYO Perjalanan Jakarta ke Tokyo memakan waktu hampir 6 jam. Dipesawat Arum cuma menonton main game bersama Elang disampingnya, makan, dan tidur hingga suara pramugari mengatakan jika mereka telah sampai ditujuan membuat Arum terbangun. Arum membuka mata sambil menguap, Elang menutup mulut Arum dengan telapak tangan kanannya sembari tersenyum geli. Merasa kesadarannya kembali seutuhnya, Arum menoleh pada kakaknya. "Udah sampai ya kak?" "Udah, ayo kita turun!" Elang mengulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Arum. Mereka turun bersama setelah penumpang lain sudah turun lebih dulu. "A'a Ben sama Mirah mana?" "Mereka udah nunggu kita dipintu keluar" Mereka memang lebih dulu turun setelah Elang memintanya karena Elang harus menunggu Arum merasa enakan. Elang merangkul Arum menuju pintu keluar dimana Ben dan Mirah menunggu. "Dedek gemes masih ngantuk kayaknya" ucap Ben melihat mata sayu Arum yang terlihat berat "Jatlag" ucap Elang semakin merangkul Arum untuk berdiri didepanya "Ngantuk ya sayang?" Tanyanya yang dapat anggukan pelan dari Arum "Kak Elang! Gimana kalau kita nginap di rumah keluarga aku aja? Kak Ben katanya ngikut kakak" Keluarga Mirah dari ibunya tinggal di Tokyo jadi Mirah mengusulkan untuk menginap disana. Keluarganya pasti senang mereka datang, apalagi mereka tau kalau Marcel kan bertanding minggu ini jadi mereka juga akan ke arena untuk memberi dukungan untuk Marcel. "Rumah keluargamu cukup jauh dari arena, Mirah. Kita cari hotel dekat Arena aja" Elang tidak ingin mempersulit diri sendiri, tujuannya ingin melihat Marcel bukan untuk bertemu keluarganya "Kalau kamu mau kesana kamu pergi aja! Kita ketemu di Arena nanti" lanjut Elang yang diangguki Ben "Ben cepat cari taxi!" Titah Elang menahan tubuh Arum yang hampir meluruh kelantai, sepertinya adiknya ini kena jatlag. "Kalau gitu kita ke hotel aja! Lain kali kita bisa kesana" ucap Mirah diangguki Elang "kakak pasti capek jadi sandaran Arum, sini biar aku aja yang," Mirah tidak melanjutkan ucapannya melihat Elang menggendong Arum dengan ala bridal style. Elang menggendong Arum seperti anak kecil untuk memberinya kenyamanan "Huusshhh tidurlah!" Ucap Elang setelah Arum meletakkan kedua tangannya dileher dan kepalanya ia sandarkan pada bahu Elang Melihat Ben keluar dari taxi, Elang langsung masuk kedalam taxi tanpa mengganggu tidur Arum. Sepanjang perjalanan, Elang memangku Arum tanpa berniat melepaskannya, Elang takut Arum akan terganggu. Ben duduk disamping Elang sembari menelfon dengan Marcel yang bertanya keberadaan mereka dan Mirah duduk didepan sesekali melihat Elang dikaca depan. Sikap Elang manis sekali padanya padahal Arum cuma adik angkatnya, pikir Mirah. * * * Arum membuka mata melihat sekelilingnya, Arum langsung terbangun melihat seseorang duduk disampingnya sembari memperhatikan dirinya yang sedang berbaring. Napas Arum tercekat melihat orang itu tersenyum. "Tidak!" "Tidak!" "Pergi! Jangan jangan aku mohon jangan!" "Tolong!" PLAAKKKK "Ibu tolong aku!" "Jangan lakukan ini, om!" "Ibu tolong aku! Aku takut" PLAAAAKKK "IBU!!!" "IBU!" "ARUM!!!" Arum tersentak melihat Elang berdiri didepannya. Napasnya ngos-ngosan, keringatnya bercucuran dan air matanya kini lolos setelah Elang memeluknya. Hiks. . . Elang mengelus kepala Arum dan membiarkan adiknya itu menangis dalam dekapannya. "Kamu kenapa sayang?" Tanya Elang dengan suara bergetar, melihat Arum seperti orang tidak sadar membuat Elang ketakutan. "Kakak hiks. . . " Arum memeluk Elang erat seakan memberitahu kakaknya itu kalau ia sangat ketakutan. Melihat orang duduk seperti itu disampingnya membuat Arum teringat kejadian itu, kejadian yang mungkin tidak akan pernah Arum lupa seumur hidupnya. "Apa yang kamu lakuin?" Tanya Ben pada Mirah yang terlihat khawatir "Aku nggak ngapa-ngapain kak, aku cuma duduk disampingnya main ponsel, terus lihat Arum soalnya dia udah buka mata tapi tib-tiba Arum teriak" perjelas Mirah karena Ben menyalahkannya Ini kedua kalinya Ben melihat Arum seperti ini. Dan Ben tau apa yang membuat Arum seperti itu, Arum takut melihat orang duduk disampingnya pada saat ia berbaring. Sama seperti Mirah, Ben dan Marcel pernah duduk disamping Arum saat berbaring dan saat itu Arum langsung histeris. "Arum?" "Hiks. . .sebentar aja kak, izinin aku meluk kakak sebentar aja!" Pinta Arum saat Elang menarik diri dari pelukannya, Elang kembali memeluk Arum tanpa berniat melepaskan lagi. Elang cuma ingin melihat wajah Arum bukan untuk melepaskan pelukan mereka. Hiks. . . "Ada apa sayang? Kasih tau kakak supay," "Mereka jahat, kak!" Arum melepaskan pelukannya dan meremas baju kaos Elang tepat didepan dadanya "Aku benci om itu!" Arum meremas baju kaos Elang seakan baju itu adalah orang yang ia maksud. "Siapa? Siapa yang Arum maksud? Kasih tau kakak, kakak bisa kasih dia pelajaran kare," "Nggak!" Arum menggeleng keras menatap Elang dengan air mata yang kembali mengalir "Aku takut dia juga akan nyakitin kakak, aku nggak mau." Orang itu adalah orang berbahaya, Elang tidak akan bisa memberi dia pelajaran. Arum tau betul orang itu. "Tap," "Lang!" Tegur Ben tak membiarkan Elang bertanya lagi. Keadaan Arum tidak baik, jadi tidak seharusnya Elang bertanya tentang masa lalunya yang harus Arum lupakan. "Yaudah!" Elang menghela napas panjang, Elang ingin tau siapa yang membuatnya Arumnya seperti sekarang. Saat bertanya pada mama dan papanya mereka bilang mereka tidak tau apa-apa kecuali membawa Arum dari panti asuhan. "Arum tidur ya!" "Ngga mau, aku tak," "Kakak disini." Potong Elang mengelus wajah Arum yang menuruti perintahnya. Arum kembali tertidur sampai terlelap. Elang dan Ben masih setia memastikan Arum sudah benar-benar tertidur hingga Elang berdiri meraih ponselnya dan menempatkannya ditelinga. "Halo, Om. Aku mau minta bantuan." Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD