Iffa seringkali melihat ke arah kolam, perasaannya sangat waspada karena melihat mereka berenang. Sedangkan yang dikhawatirkan malah asik bercanda di dalam kolam. Ada sesuatu yang aneh saat Iffa melihat ke kolam tersebut, tapi ia tidak tahu apa yang aneh. Mata nya selalu waspada di sekitar kolam renang itu.
Cukup lama mereka bermain air, sampai salah satu dari mereka tiba-tiba kram, "Tolonggg!!" teriaknya lalu tenggelam, aneh!! Bagaimana mungkin bisa ada yang tenggelam.
Iffa berlari ke arah kolam karena mendengar ada yang berteriak minta tolong, "Ya Allah ... itu cepetan diangkat!" teriak Iffa heboh pada mereka semua yang masih bengong melihat salah satu calon peserta yang tenggelam
Mereka yang masih berada didalam air mencoba mengangkat Dina. Dina Maruah salah satu calon peserta yang tiba-tiba tenggelam.
Mas Jaka yang sudah bebersih, melihat kericuhan di sekitar langsung berlari mendekat ke arah kolam. Membantu yang lain mengangkat Dina ke atas, karena tubuh Dina yang memang gendut.
Iffa menyenggol Mas Jaka dan membuatnya menyingkir, ia memberikan tatapan yang tajam. Mas Jaka hanya diam mematung ditatap tajam oleh Iffa. Mas Jaka sadar, wanita dihadapannya itu sedang marah terlihat dari sorot matanya. Ia lebih memilih diam daripada harus berdebat nantinya.
Iffa mencoba menyadarkan Dina yang pingsan, mengeluarkan air yang masuk dengan memencet perut Dina. Ia sempat sadar, dan dituntun oleh yang lain. Tiba-tiba pingsan lagi, mungkin masih merasa lemas dan kaget jadi harus diangkat beberapa orang ke dalam kamar. Aduh amsyong sudah, baru beberapa jam berada di Villa, sudah ada kejadian tidak enak.
Saat di kamar, para lelaki keluar ruangan. Di dalam kamar hanya tertinggal Iffa, Citra dan Ina yang menggantikan bajunya dan membaluri tubuh Dina dengan minyak kayu putih agar hangat dan segera sadar kembali. Yang lainnya ada yang membuatkan s**u hangat dan diantar ke kamar.
***
Mas Jaka pov
Hari ini aku telat bangun lagi, entahlah semalaman gak bisa tidur karena banyak yang dipikirkan. Sesampainya di kampus, aku melihat Iffa sudah datang dan mendapat sindiran halus dari Dede karena telat.
Setelah semua datang dan bersiap, kami segera berangkat ke Villa. Pemberangkatan dibagi menjadi 2, beberapa orang masuk ke dalam angkutan umum dan beberapa orang lain naik motor.
Sesampainya di Villa, semua pengurus dan calon peserta terlihat sangat bahagia sekali karena mata mereka disuguhi oleh pemandangan yang luar biasa disini. Iffa dan beberapa orang memasak untuk makan siang. Beres makan siang kami bersantai, ada yang di pendopo dan ada yang di tepi kolam.
Iffa memicingkan mata nya seakan bertanya dan kepo apa yang sedang kami rencana kan di tepi kolam. Dan tatapan tajam nya seakan memberikan peringatan padaku, "Jangan bertindak macam-macam." Mungkin seperti maksud dari tatapannya yang tajam.
Aku mengacuhkannya dan ikut berenang dengan yang lain, tidak lupa mengajak juga para perempuan yang memang mau ikut gabung. Aku merasa sudah cukup lelah berenang, bergegas bebersih dan kembali lagi ke tepi kolam.
Dari jauh, kulihat ada kericuhan segera berlari dan ternyata Dina salah satu calon peserta tenggelam. Aku membantu mengangkat tubuh besarnya itu, Iffa menyingkirkan diriku dan memberikan tatapan tajam lagi. Aku salah, itu pasti yang ada dipikiran Iffa, jadi lebih baik diam daripada harus berdebat.
Ia mencoba mengeluarkan air yang terminum Dina. Dina sempat sadar, tapi kemudian pingsan lagi, mereka membawa nya ke kamar. Sepertinya sudah selesai dibantu ganti baju.
Tiba-tiba aku melihat Iffa jalan ke arah balkon dan duduk dibangku yang mengarah pada hamparan sawah. "Duh kejadian apa ini yang bakal terjadi nanti malam,seperti pertanda tapi pertanda apa ini," gumamnya sambil memijat pelipis, cukup pelan tapi terdengar olehku.
"Napa sih lo, Fa? Gelisah dan tegang amat keliatan?" tanya Citra yang menyusul ia di balkon dan membuat Iffa terkejut.
"Eh … anu enggak pa-pa kok, Kak. Cuma lagi mikir saja," jawabnya terkekeh menghilangkan rasa takut yang sejak tadi menyelimuti dirinya.
"Mikir apaan lo, sampe gelisah dan tegang amat begitu. Coba cerita sama gue." Citra memaksa agar Iffa cerita.
"Enggak pa-pa kok, Kak. Cuma mikir saja ada maksud apa dengan kejadian ini. Apakah nantinya ada kejadian yang tidak menyenangkan." Iffa menerawang jauh. Aku mengintip dari kamar para lelaki, terlihat sekali ia khawatir.
"huuusssshhh ngomong apa sih lo, Fa. Jangan asal ngomong dan jangan berfikir seperti itu," balas Citra kesal karena ucapan Iffa. Citra terlihat takut mendengar penjelasan Iffa, memang kedua sahabat itu penakutnya luar biasa. Tidak heran kalau mereka ditinggal di satu ruangan penuh makhluk tak kasat mata pasti akan menangis bersama.
"Lo belum lupa 'kan, pesen apa yang waktu itu gue sampaikan? Yang wejangan dari Bapak Pemilik Warung itu loh, Kak," ujar Iffa mencoba mengingatkan Citra atas wejangan tersebut. Ia menganggukan kepala.
"Nah, gue pikir, apa kita ada salah dalam beberapa jam ini. Apa mereka yang berbuat salah? Padahal masuk pun kita permisi," tandas Iffa bingung, aku masih menguping pembicaraan mereka. Dan memikirkan ucapan Iffa juga. Apa ada benarnya yang diucapkan oleh Iffa? Tapi masa, iya?
"Ya sudahlah kita berdoa saja, semoga tidak ada apa-apa selama kita ada di villa ini," kata Citra tersenyum tulus.
"Ya sudah. Ayo kita lihat keadaan Dina. Kita pastikan, ia baik-baik saja," ajak Citra masuk kembali ke dalam kamar. Aku masih memikirkan perkataan Iffa tadi, merebahkan diri diatas ranjang setelah menguping pembicaraan mereka.
"Napa lo?" tanya Mas Nono tiba-tiba membuyarkan pikiranku.
"Anjir ... b*****t! Bikin kaget aja lo, Mas!" makiku berdecak kesal.
"Lah ya lagian, ngelamunin apa anjir? Ngelamunin jorok ya lo." Emang gak ada akhlaq ini orang punya mulut, ngomong seenaknya aja!
"k*****t … Emang enggak ada akhlaq ya mulut lo, Mas!" jawabku bersungut kesal.
"Hahaha ... ya trus, lo kenapa?" tanyanya lagi makin penasaran. Dasar manusia kepo dia ini.
"Gue cuma lagi mikir aja, Mas. Kok bisa Dina tenggelam." Aku mulai mengawali cerita.
"Coba lo pikir ya, itu kolam cetek banget loh. Apalagi postur tubuh Dina gede tinggi begitu. Masuk akal enggak coba kalau dia tenggelam," terangku meminta persetujuan Mas Nono, nampak nya dia sedang berpikir dan menelaah ucapanku.
"Iya juga, Dina 'kan cukup tinggi untuk seorang perempuan. Lalu apa yang menyebabkan dia tenggelam?" tanyanya balik. Bukannya ikut mikir, justru ia menanyakan kembali. s**l 'kan!
"Itu yang dari tadi lagi gue pikirin. Apalagi, kalian diperbolehkan renang atas seizin gue 'kan. Yang jelas tau keadaan disini bagaimana. Dan Iffa tadi keliatan kesel banget sama gue, Mas. Pasti ia mikir, kalau ini semua gara-gara gue," ucapku frustasi mengacak-ngacak rambut.
"Lo kenapa sih? Suka sama Iffa?" tanya Mas Nono penuh curiga, ia memicingkan mata nya dengan senyum seringai.
"Bukan begitu elah, Mas. Tapi kemarin, dia 'kan survey sama gue. Pasti makin dongkol aja dah tuh dia sama gue," balasku mendelik kesal ke arah Mas Nono. Ia malah tertawa saja melihat responku. s**l, jangan sampai masuk perangkap nya Mas Nono.
***
Akhirnya, Iffa dan Citra masuk kembali ke dalam kamar untuk melihat keadaan Dina. Mereka melihat Dina sudah baik-baik saja, dan mudah-mudahan ia tidak trauma
Iffa pov
"Din, lo enggak pa-pa? Ada yang sakit enggak?" tanyaku lembut padanya yang sedang menyeruput s**u hangat.
"Eh, Amih sejak kapan ada di balkon?" Kan sontoloyo, ditanya malah nanya balik, heran.
"Sejak saat lo pingsan, diangkut kesini, berat banget lo!" Citra menjawabnya dengan kesal, dan Dina hanya menggarukan kepalanya yang tidak gatal.
"Hehe ... Maaf. Gue udah enggak pa-pa kok. Dan gak ada yang sakit ataupun luka sih. Cuma gue kaget aja tadi," balas Dina tersenyum, ia seperti nya mencoba menceritakan sesuatu.
"Tapi, kok gue bingung ya, Amih." Ina yang sejak tadi diam akhirnya buka suara. Aku melihat ke arah Ina, menaikan satu alisnya tak mengerti apa maksud dari kata-kata Ina.
"Bingung kenapa?" tanya Citra.
"Perasaan yang diajak ngobrol gue. Kok lo yang nyaut ya, Kak," jawabku terkekeh karena Citra menjawab lebih cepat. Ia ikut terkekeh juga.
"Dina ini 'kan postur tubuhnya gede dan tinggi, Amih. Bahkan itu kolam mungkin juga hanya sedada Dina. Tapi kok bisa Dina secara mendadak tenggelam, kan aneh banget." Ina mulai curiga mengenai kejadian ini. Karena memang gak mungkin banget kalau Dina sampai tenggelam.
"Tapi, penjelasan Ina sangat masuk akal loh, Amih. Gue juga heran, kok bisa ya Dina tenggelam. Sangat aneh." Citra mulai menerka-nerka kejadian tadi.
"Nah, lo setuju dengan penjelasan gue ya, Kak Cit," ujar Ina makin yakin ada yang aneh.
Dina yang masih belum sadar sepenuhnya, terlihat bingung harus cerita darimana. Terlihat sekali wajah bingung nya itu, "Yaudah, lo tidur aja dulu ya. istirahatkan badan biar kaget nya ilang, nanti gue mau tanya sama lu," ujarku padanya, sebenarnya agar ia tidak memikirkan hal tadi trus.
"Oke siap, Amih Iffa," jawab Dina terkekeh.
"Eh, kok gue baru sadar ya. Lo semua kenapa manggil gue dengan sebutan Amih," jawabku heran dan bingung. Bingung karena semakin banyak yang tau nama panggilan itu.
"Lah, lo 'kan emang Amih nya kita semua ... haha …, " jawab Dina tertawa terbahak, membuat Cita dan Ina ikut tertawa.
"Terserah lo pada dah ah. Ayo Kak Cit, kita kedepan liar anak-anak yang lain. Penasaran gue, lagi pada apa mereka." Aku menarik tangan Citra keluar kamar. Melangkahkan kaki dengan santai menuju pendopo.