Matahari sudah muncul dengan imut nya, Iffa melihat jam di pergelangan tangannya ternyata masih pukul 06.30 tapi matahari yang begitu cerahnya membuat siapapun akan berpikir bawah ini sudah siang. Panasnya mentari menusuk sekali di tubuh, peluh keringat lumayan bercucuran. Masih pagi sudah mandi keringat, itu yang Iffa rasakan saat baru saja turun dari angkutan umum yang digunakan saat berangkat ke kampus. Pasalnya, dikarenakan hari ini akan kemah maka ia memilih untuk tak membawa kendaraan.
Sampai di depan kampus, gadis mungil tersebut segera melangkahkan kakinya dengan berlari kecil menuju ruangan karena di dalam lubuk hatinya paling dalam merasa takut telat. Betapa terkejutnya ia, ketika sampai hanya ada segelintir orang saja yang sudah datang, dasar orang Indonesia susah banget dibelajarkan untuk disiplin! Ia menghela nafas kasar, kebiasaan sekali kalau disuruh pada ontime susahnya minta ampun.
Iffa duduk disebelah Mas Dede, "Are you ready, Amih?" tanya Mas Dede membuat Iffa tersenyum lebar dan terkekeh.
"Siap Dad! Insya Allah selalu siap," jawabnya dengan yakin seraya meledek Mas Dede.
"Ini pada kemana sih, Mas? Heran banget kalau untuk disiplin pada susah di urus! Panitia kok datang telat, 'kan lucu ya?"
"Seperti biasalah, kayak enggak tau aja hobby panitia yang lain yaitu telat," balasnya terkekeh.
"Eh, btw Kakak tercinta lo tumben belum datang?" tanyanya membuat Iffa mengerutkan dahi dan menatapnya lekat sekali. Apa dia gak salah ngomong, batin Iffa heran.
"Lo, enggak salah ngomong, Mas? Memang sejak kapan Kak Citra enggak telat? Dia 'kan selalu telat," jawab Iffa terkekeh dan membuat Mas Dede menggaruk kepala nya yang tidak gatal.
"Ya itu, hm ... maksud gue, biasanya kalian kemana-kemana 'kan bareng gitu loh. Bahkan ke kamar mandi juga bareng, nah ini tumben banget dia enggak bareng sama lo?" jelasnya. Kata-katanya, justru memancing Iffa untuk bersikap jahil.
"Lo suka ya sama Citra?" tanya Iffa langsung tanpa basa-basi. Iffa bukan menjawab pertanyaan Mas Dede, ia justru meledek kakak tingkatnya itu, dan lihatlah yang di ledek justru hanya cengengesan saja.
Sedang asyik mengobrol, tiba-tiba ada yang masuk ke dalam ruangan membuat mereka berhenti bicara. Ternyata yang datang Mas Jaka.
"Assalamualaikum …," sapanya saat membuka pintu. Ia menyeritkan dahi, melihat jam yang melingkar dengan gagah di pergelangan tangannya, mungkin ia terkejut melihat Iffa sudah datang, tapi secepat kilat mengubah kembali mimik wajahnya menjadi biasa lagi. Cih drama banget!
"Waalaikumussalam …, " Jawab mereka semua serempak yang ada didalam ruangan.
Mas Jaka melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan. "Tumben telat, biasanya paling ontime." Mas Dede ini bertanya tetapi seakan menyindir. Iffa melanjutkan kembali aktivitasnya bermain ponsel menghubungi Citra yang belum juga datang. Namun, di dalam hatinya ia tertawa terbahak-bahak melihat Mas Jaka di sindir oleh Mas Dede, ia sebisa mungkin menahan tawanya agar tidak pecah.
"Hehe ... iya enggak bisa tidur gue semalaman, Mas. Bisa tidur saat menjelang pagi, gue memikirkan kegiatan hari ini."
"Memang kenapa sampai harus di pikir begitu?"
"Enggak pa-pa. Cuma berharap enggak ada kendala apapun," jawabnya melirik ke arah Iffa, tetapi yang di liriknya hanya bersikap acuh. Ia harus masa bodo dengan lelaki itu, masih pagi Iffa merasa malas jika sepagi ini harus urusan.
Cukup lama untuk semua pengurus dan calon peserta datang. Janjian pukul 07.00 pada datang 08.000, jam Indonesia banget 'kan? Manusia-manusia ngaret dan lelet! Beginilah jika tidak bisa di belajarin untuk disiplin. Pasti semua akan bangkar jika tidak disiplin.
Mas Nono menelpon Pak supir yang membawa mobil jemputan angkutan umum dan akan datang dalam 10 menit, sebab sudah hampir sampai. Mereka semua, baik peserta dan panitia bersiap turun ke pelataran kampus menunggu mobil angkutan umum. Dikarenakan tidak semua bisa masuk ke dalam mobil, jadi di bagi 2, beberapa orang masuk ke dalam mobil angkutan umum, dan beberapa orang lain nya menggunakan motor untuk berangkat ke Villa.
Pukul 08.30 start dari kampus. Selama perjalanan terlihat dari sorot mata mereka sungguh saat bahagia. Gosip, bercanda dan tertawa seakan melepaskan beban yang ada. Tanpa mereka ketahui ada perasaan waspada yang tertanam di dalam hati Iffa.
Sekarang, kalian masih bisa bercanda dan tertawa. Apakah nanti di villa masih bisa bercanda, batin Iffa merenung.
Akhirnya mereka sampai di Villa Indah pukul 10.00, hampir semua yang datang sorotan matanya sangat bahagia. Mata mereka merasa dimanjakan oleh pemandangan disekitar Villa.
***
Iffa pov
Kami semua sudah sampai di depan Villa. Sorot mata teman-teman dan juga adik tingkat sangat bahagia sekali. Kami mulai melangkahkan kaki masuk ke dalam. Melewati pintu gapura candi, sudah terasa bedanya, melewati kolam dan juga pendopo. Diantara mereka ada yang berniat untuk renang, namun aku masih mencegahnya karena memang aku belum paham betul situasi disini akan seperti apa dan bagaimana.
Melewati dapur dan akhirnya sampai dikamar, sesuai dengan kesepakatan kami di awal akan menyewa 2 kamar saja. Masing-masing kamarnya cukup luas sekali dengan kamar mandi didalam. Di dalam kamar dinding temboknya dilapisi oleh keramik memberikan kesan mahal.
Satu kamar untuk para perempuan cantik dan satu kamar lagi untuk para lelaki tampan. Kami mulai membuat jadwal masak dan hari ini adalah bagian Aku, Citra dan Ina Kurniasih. Ia salah satu adik tingkat dan calon peserta FMR.
Kami langkahkan kaki secara beriringan ke dapur, hawa semakin dingin, aku semakin menarik jaket yang digunakan. Asli, ini dinginnya benar-benar menusuk ke tulang, ini siang hari bagaimana jika malam hari. Kami masih bisa bercanda saat ini karena situasi masih aman terkendali.
Saat pintu dapur dibuka oleh Ina.
Buusssshhhh!!
Aku terkejut dan melangkah mundur agak menjauh dari pintu. Sungguh keterkejutan yang luar biasa, sebab aku tak ada persiapan apapun jika harus berhadapan langsung sekarang.
Tadi, sepertinya ada yang lari keluar dari dapur, "Loh Amih kenapa? Kok kaget begitu?" tanya Ina yang menyadari keterkejutanku.
"Iya, lo kenapa sih?" Citra ikut bertanya karena ia juga melihat aku terkejut.
"Haha, enggak pa-pa. Ini udara terasa semakin dingin, jadinya ngerasain tersentak karena udara dingin aja hehe," jawabku terkekeh mencoba mencairkan suasana yang sempat tegang. Mereka hanya tersenyum dengan jawabanku dan menggelengkan kepala saja.
Kami masuk ke dalam dapur, lantainya sangat dingin sekali ini. Aku memakai sepatu, tetapi rasa dingin nya seperti menembus ke dalam sepatu. Kalau malam pasti lebih dingin banget dan terasa pada ngumpul pasti, batinku.
Cuaca disini, panas tidak mendung juga tidak, hanya saja matahari yang tadi begitu cerahnya sekarang tertutup oleh awan hitam dan membuat langit menjadi mendung, perlahan rintikan hujan bulir air bening mulai jatuh dan saling bersahutan membasahi jalanan. Tetapi sepertinya ini bukan bulir air bening hujan, melainkan embun, ya mungkin hehe. Aku tidak paham juga.
Siang ini berjalan dengan lancar, tidak ada gangguan apapun dari mereka sang makhluk astral. Oh mungkin bukan tidak ada gangguan, melainkan belum ada gangguan karena mengingat ini masih siang hari.
***
Setelah semua selesai makan siang, mereka bersantai di pendopo. Kami semua disini memang tujuannya adalah momen bermain sambil belajar jadi tidak terlalu serius banget. Justru lebih banyak bermainnya seperti sekarang ini.
Para lelaki sedang berkumpul di tepi kolam, Iffa memicingkan mata dan bertanya-tanya apa yang sedang mereka rencana 'kan? Sebab, ada Mas Jaka di antara mereka yang jelas-jelas tahu keadaan di Villa ini seperti apa dan bagaimana. Berharap sekali agar mereka tidak melakukan hal aneh.
Ternyata mereka merencanakan untuk berenang. Diantara mereka ada yang mengajak para perempuan untuk ikut bergabung berenang, ada yang ikut bergabung tapi ada pula yang tetap bersantai di pendopo.
Mungkin mereka takut kolamnya dalam atau mungkin mereka merasakan hal yang lain, entahlah. Iffa hanya menggelengkan kepala saja melihat kelakuan Mas Jaka yang menyetujui dan memperbolehkan mereka renang.
Mata mereka bertemu, Iffa melihatnya dengan sorotan mata tajam seakan berbicara kalau terjadi sesuatu tanggung sendiri akibatnya!! Ia hanya mengedikkan bahu saja, acuh dengan tatapan tajam yang Iffa berikan.