Alka membanting dirinya di sofa dengan kasar. Pria itu memijat pelipisnya yang terasa pusing. Rasa amarah masih menyelimuti Alka karena masalah Mulya tadi saat di rumah sakit. Alka merasa dipermainkan oleh Mulya, Mulya sok mengejarnya tetapi kenyataannya gadis itu sudah mencintai laki-laki lain.
“Papa, ayo Pa kita nonton livenya Kak Mulya!” teriak Galen menghampiri Papanya di sofa.
Galen merangkul lengan Papanya, “Kemarin Kak Mulya bilang akan live makan kerang laut. Aku pengen lihat kerang laut kayak gimana. Pinjem hpnya, Pa!” pinta Galen terus menggoyangkan lengan Papanya.
“Minggir!” titah Alka.
“Gak mau, mau nonton Kak Mulya dulu,” jawab Galen.
“Gak ada nonton-nonton live lagi!” desis Alka.
“Kenapa, Pa? Kak Mulya kan sudah baik memperbolehkan aku bergabung di livenya. Gak mau tau, pokoknya aku harus nonton Kak Mulya,” ujar Galen yang kini bersiap mengamuk.
Dunia anak-anak memang menyenangkan, saat tidak dituruti dia mempunyai senjata menangis.
“Pa, pinjem hpnya, Pa. Aku mau nonton Kak Mulya!” rengek Galen menggoyangkan lengan papanya.
Alka pusing mendengar nama Mulya terus diucapkan anaknya. Mulai sekarang Alka tidak ingin mendengar nama itu lagi.
Alka mengambil hp di saku celananya, mata Galen berbinar karena mengira papanya memperbolehkan dirinya menonton live. Namun, apa yang dilakukan Papanya membuat Galen membulatkan matanya,
“Nih lihat, Papa hapus t****k Papa. Mulai sekarang, kalau Papa tahu kamu melihat live Mulya, Papa akan memasukkan kamu ke asrama,” ujar Alka menunjuk anaknya.
Galen menangis kencang mendapatkan ancaman dari papanya. Bocah itu memukuli tubuh Papanya dengan brutal. Alka tidak peduli, pria itu memasukkan kembali hp ke saku celananya.
Alka tidak ingin Galen terus membicarakan Mulya, tidak apa-apa sekarang dia terlihat kejam, asal Mulya hilang dari ingatan anaknya. Kalau bisa, Mulya harus hilang juga dari ingatannya.
Orang yang paling tidak disukai Alka adalah pengkhianat. Melihat tingkah Mulya membuat asumsi Alka mengatakan kalau Mulya bukanlah gadis yang setia.
Galen terus menangis dan mengamuk, tubuh papanya lah yang menjadi korban. Meski sudah mengamuk, Alka sama sekali tidak peduli hingga akhirnya Galen lelah sendiri dan tidak lagi memukuli tubuh papanya, Hanya saja isakan masih terdengar di bibir bocah itu.
“Papa jahat, Papa sudah gak sayang aku, Papa cari saja anak yang lain!” ketus Galen seger berdiri. Bocah itu menghapus air matanya yang membasawi wajah tampannya.
“Kamu yakin menyuruh Papa cari anak lain? Nanti Papa beliin mainan anak lain, beliin makanan enak anak lain, beliin-”
“Aaaa!” teriak Galen segera menutup bibir Papanya dengan telapak tangannya. Air mata kembali membasahi wajah Galen.
“Gak boleh. Jangan cari anak lagi!” sentak Galen.
“Meski Papa jahat, Papa suka ngancem, tapi Papa tetep Papaku,” tambah Galen.
Alka menurunkan tangan Galen dari bibirnya, “Galen, yang Papa lakukan itu demi kebaikan kamu. Kalau kamu nonton konten itu terus, kamu bisa keracunan makan itu. Apa yang dimakan konten kreator itu tidak ada yang sehat. Papa Dokter, Papa menjaga kesehatan pasien, Papa akan merasa bersalah kalau tidak bisa menjaga kesehatan anak sendiri,” jelas Alka bertubi-tubi.
Tangan besar Alka juga menghapus sisa-sisa air mata Galen. “Sudah jangan menangis lagi. Jadi cowok gak boleh cengeng!” tegur Alka.
“Cowok juga manusia, jadi nangis gak apa-apa,” jawab Galen.
Alka tertawa kecil, pria itu mencium pipi anaknya dengan sayang. Galen mendorong wajah Papanya. “Jangan cium-cium, aku sudah besar,” ujar Galen.
“Sekecil upil begini besar. Apanya yang besar?” tanya Alka tertawa. Galen memalingkan wajahnya dari sang Papa.
Sebenarnya Galen masih sedih karena dia tidak diperbolehkan nonton live Kak Mulya lagi, tetapi Galen lebih sedih lagi saat Papanya mengancam akan mencari anak baru. Meski Papanya menyebalkan, tetapi Galen tidak siap kalau Papanya cari anak baru. Dia sudah tidak mempunyai ibu, lalu harus dengan siapa dia di sini?.
“Papa harus janji kalau gak akan buang aku!” pinta Galen.
Alka mengerutkan dahinya bingung, “Memang siapa yang mau membuang kamu?” tanya pria satu anak itu.
“Papa kan bilang mau cari anak baru. Aku takut dibuang Papa,” rengek Galen.
Alka tidak bisa menahan tawanya mendengar ucapan sang buah hati. Pria itu berdiri dan menggendong Galen. “Papa gak akan buang kamu, Jagoan. Ayo kita main di kamar!” ajak Alka. Galen langsung mengalungkan lengannya ke leher sang papa.
***
Satu minggu sudah berlalu sejak kejadian Alka yang membentak Mulya. Kini rumah sakit tampak sepi, tidak ada gadis aneh yang sering mengejar Alka. Tidak ada suara-suara genit yang membuat telinga Alka panas.
Alka memutar kursi kerjanya sembari merenung seorang diri. Pukul sebelas siang pasien yang mengalami usus buntu sudah habis, membuat Alka hanya merenung di tempatnya. Sesekali Alka akan menatap ke pintu atau ke jendela. Tidak hanya itu, sudah puluhan kali Alka mengecek komputernya, memastikan kalau tidak ada perempuan bernama Mulya yang menjadi pasiennya.
Ruangan Alka sangat suram, lebih suram lagi karena pria itu selalu berekspresi dingin. Baru sebentar ruangan Alka ada hawa cerianya, kini ruangan itu kembali suram.
“Dokter, kok pasien yang cantik itu gak datang lagi ya. Apa sudah gak ada keluhan lagi?” tanya Afif sembari sibuk menulis sesuatu di kertasnya.
“Pasien yang mana?” tanya Alka.
“Nona Mul-”
“Jangan teruskan!” sentak Alka membuat Afif menghentikan ucapannya. Afif menatap bingung ke arah Alka.
“Kenapa saya gak boleh menyebut nama Nona Mul-”
“Jangan sebut namanya, Afif!” desis Alka lagi membuat Afif kembali menggantungkan ucapannya.
“Dia punya salah apa sama Dokter? Dia gadis yang lucu, ceria, dan dimana pun dia berada membuat orang senang,” jelas Afif.
Alka berdiri, pria itu menatap tajam Afif yang memuji Mulya. “Kenapa kamu bisa tahu kalau dia lucu, ceria, dan membuat orang lain senang?” tanya Alka yang raut wajahnya tidak bersahabat.
“Dari konten-konten dia. Saya nonton lucu banget, mana dia cantik-”
“Cukup, Afif. Jangan memuji lagi!” cegah Alka.
Alka merasa gerah saat ada cowok lain memuji-muji nama Mulya, pria itu melepaskan jas dokternya dan menyampirkan asal. Tidak hanya itu, Alka melepas tiga kancing teratas kemejanya serta menggulung lengannya sampai sebatas siku.
Tanpa sepatah kata, Alka meninggalkan ruangannya. Afif yang tidak mau ditinggal pun ikut menyusul Dokter Alka.
Alka keluar ruangannya begitu saja, baru jalan lima langkah, Alka melihat seorang gadis yang beberapa hari ini tidak terlihat di matanya. Gadis dengan rambut dikuncir dua, berjalan setengah berlari hingga kuncirannya bergoyang-goyang.
“Nona Mulya,” panggil Alka memberanikan diri untuk mendekat. Gadis yang dipanggil itu menoleh.
Alka terkesiap, pria itu langsung membalikkan tubuhnya karena malu. Alka merutuki dirinya sendiri yang sudah Ter-Mulya-mulya sampai orang lain Alka sangka Mulya.
“Kangen ya, Dok, sampai salah orang?” tanya Afif menggoda.
“Kangen gundulmu!” maki Alka menatap sinis Afif.
Di bibir mengatakan kangen gundulmu, tetapi di hati mengatakan KBL KBL Kangen Banget Loh ...!