1. Pasien Genit
Seorang gadis menatap tidak berkedip ke arah dokter yang saat ini menjelaskan penyakitnya. Gadis itu beberapa kali menjilat bibirnya gemas, “Sumpah, ganteng banget gitu loh,” ujar gadis itu tidak tahu malu.
“Dok, halalin aku, Dok!” pinta gadis itu untuk ke sekian kali.
“Udah ganteng, mapan, berseragam lagi, rahim siapa yang gak anget,” tambah Mulya.
Mulya seorang gadis berusia dua puluh tiga tahun, seorang konten kreator spesialis mereview makanan pedas. Gadis itu sudah menjadi pasien tetap Dokter Alka Naradipta dua minggu ini.
Alka Naradipta, dokter Spesialis Gastroentero Hepatologi berusia dua puluh sembilan tahun yang sangat dingin dan kaku. Namun, dinginnya dokter Alka semakin membuat Mulya semangat untuk mengejarnya.
Bisa dikatakan Mulya adalah gadis gila, sejak pertemuannya dengan dokter Alka, Mulya ingin sakit terus agar diperiksa lagi oleh dokter Alka. Pesona dokter Alka tidak bisa ditolak Mulya, bahkan gadis itu sampai terbawa mimpi saking senangnya dengan Alka.
“Nona Mulya, sudah saya bilang berkali-kali untuk tidak makan makanan pedas sementara waktu. Hasil pemeriksaan usus Anda semakin parah. Kalau dibiarkan gejala usus buntu bukan lagi menjadi gejala, melainkan bisa usus buntu sungguhan,” jelas Alka menatap Mulya.
“Kalau Dokter yang menangani Dokter Alka, saya siap sakit kok,” jawab Mulya sambil mengedipkan sebelah matanya. Pandangan Alka menajam menatap Mulya, tetapi sayang seribu sayang, bukannya takut, Mulya terus melemparkan godaannya kepada dokter ganteng itu.
Mulya tipe cewek yang kelebihan hormon bercocok tanam, maka itu saat melihat cowok ganteng, jiwa berkembang biaknya memberontak. Inginnya deket-deket saja sama orang ganteng, dan saat ini pilihannya ada pada Dokter Alka.
“Dokter, aduh, perutku kok sakit lagi,” adu Mulya sambil memegangi perutnya. Gadis itu berlagak sok kesakitan.
Sekesal-kesalnya Alka dengan Mulya, dia tetaplah seorang dokter yang harus mendedikasikan dirinya untuk pasien. Buru-buru Dokter Alka berdiri, pria muda itu segera menyentuh perut Mulya yang tadi dibilang sakit.
“Yang ini yang sakit?” tanya Alka.
“Iya yang itu,” jawab Mulya. Alka meraba perut Mulya, sedang yang diperiksa pun tersenyum kegirangan.
“Ahh.” Mulya mengeluarkan suara aneh yang membuat Alka mengerutkan dahinya.
“Oh.” Mulya kembali bersuara.
Sekali dua kali mengeluarkan suara yang tidak senonoh, Alka masih bisa memaafkan, tetapi kalau berkali-kali, kesabaran Alka juga menipis.
“Ah Dokter,” rajuk Mulya.
“Keluar dari sini sekarang juga!” bentak Alka menarik tangan Mulya dengan kasar.
Tubuh Mulya pun sedikit terhuyung gara-gara Alka. Sungguh dokter itu memperlakukan Mulya bagai kambing karena Alka menyeret tidak berperikemanusiaan. Alka menarik paksa Mulya hingga Mulya keluar dari ruangannya.
“Aduh, Dokter kok kasar banget, saya makin suka,” ujar Mulya. Bukannya kesal dengan perlakuan Alka, Mulya malah senang. Gadis itu memang agak lain daripada yang lain.
“Ingat ya, Mulya. Saya di sini seorang Dokter, kalau kamu mau menggoda seorang pria, lebih baik sana ke club malam banyak pria bertebaran yang siap kamu goda!” sentak Alka menunjuk-nunjuk wajah Mulya.
“Kalau kamu ke sini lagi dengan keluhan yang sama, saya akan merujuk kamu ke Psikiater,” tambah Alka mendorong Mulya menjauh dari pintu ruangannya, lantas dokter itu menutup pintunya kasar hingga suara berdebum terdengar kencang.
Mulya mengusap dadanya naik turun karena kaget, sudah ditolak begitu bukannya segera pergi, Mulya malah menyempatkan diri menendang pintu ruangan dokter Alka dengan kencang.
“Dasar Dokter sialan!” maki Mulya.
“Aku sumpahin deh kamu jatuh cinta sama aku, setelah kamu cinta, aku tinggalin kamu pas sayang-sayangnya biar kamu nangis darah,” tambah Mulya lagi.
Di dalam ruangannya, Alka memijat pelipisnya yang sakit, menghadapi pasien seperti Mulya membuat tekanan darahnya tinggi.
“Jatuh cinta-jatuh cinta, kalau mau cinta-cintaan aku juga milihnya yang bibit bagus,” batin Alka.
Bagi Alka, tidak mungkin dia menyukai Mulya, gadis yang sangat menyebalkan dan sering berbuat ulah. Alka yakin di mana pun Mulya berada, pasti gadis itu membuat kesal orang lain.
****
“Hai, bertemu lagi denganku Mulya. Kali ini aku akan mereview daechang. Ini aku beli instan ya, merknya ini. Mari kita coba rasanya.” Mulya berbicara di depan hpnya yang sambil menunjukkan makanan instan yang dia bawa.
Tidak peduli sudah berapa kali Mulya ke dokter untuk keluhan yang sama yaitu sakit usus, tetapi gadis itu tidak pernah kapok makan makanan instan yang pedas dan berlemak.
“Daechang ini usus besar sapi, ya. Kalau kalian tengah sakit usus, kalian bisa makan daechang ini buat menggantikan usus kalian,” ujar Mulya terkikik geli. Acara live itu diserbu banyak komentar dari pengikut Mulya yang rata-rata anak-anak sampai remaja.
Konten Mulya selalu menyenangkan dilihat, maka itu media sosialnya tembus lima juta pengikut. Sebagai konten kreator juga membuat Mulya mendapat pundi-pundi rupiah yang sangat banyak.
Di sisi lain seorang anak kecil tengah mojok di samping mesin cuci sambil membawa hp ART-nya. Bocah bernama Galen itu melihat seorang konten kreator tengah makan daechang yang terlihat enak.
“Waah, aku juga mau ini,” ucap Galen dengan bibir yang tidak bisa tertutup. Bocah itu ngiler sejak tadi melihat Kak Mulya yang mereview makanan.
“Bu Ayu, buatkan aku ini!” pinta Galen menunjukkan hp Bu Ayu kepada sang empu.
“Itu usus besar, bisa-bisa Papa kamu ngamuk kalau Ibu buatkan makanan itu untuk kamu,” jawab Ayu berbisik.
“Aku mau ini, pokoknya mau. Besok masaknya pas Papa sudah kerja saja,” rengek Galen sambil menghentak-hentakkan kakinya ke lantai.
“Galen, kamu dimana, Nak?” Suara teriakan memanggil nama Galen terdengar.
Buru-buru Galen mengambil baju kotor dan menutupnya ke kepalanya, sedangkan Bu Ayu kembali ke dapur untuk menyiapkan makan malam.
“Galen, waktunya makan, Nak!” teriak Alka lagi.
Alka memasuki dapur dengan rambut yang masih basah tanda dia baru mandi, pria itu menatap ke seluruh dapur, tidak ada tanda-tanda Galen di sana. Akhir-akhir ini Galen memang sering bersembunyi darinya.
“Bu Ayu, Galen dimana?” tanya Alka.
Bu Ayu gelagapan, perempuan paruh baya itu seolah tengah berpikir. Mau memberitahu Alka kalau Galen melihat hp, takut diamuk. Namun kalau dia tidak memberitahu, Alka akan mencari sendiri.
Suara orang cekikikan terdengar dari arah tempat cuci. Alka menuju ke sana, tetapi Bu Ayu dengan cepat menghadang Alka.
“Pak, jangan ke sana!” pekik Bu Ayu.
Alka mengerutkan dahinya bingung, “Memangnya kenapa?” tanyanya.
“Hihihih.” Suara cekikikan terdengar lagi membuat Alka penasaran.
“Aku akan melihatnya, itu pasti Galen,” ujar Alka.
“Bukan, Pak. Itu bukan Galen, tapi suara kuntilanak,” seloroh Ayu yang membuat Alka semakin heran dengan Bu Ayu.
“Tidak masuk akal,” batin Alka sedikit mendorong bahu Bu Ayu agar menyingkir.
Aka menuju ke tempat cuci, matanya membulat sempurna saat melihat sesuatu menyempil di samping mesin cuci dengan tertutup pakaian kotor. Buru-buru Alka menghampirinya dan menarik kasar baju kotor itu.
“AAAA.” Galen menjerit kencang tatkala tutupnya ditarik paksa.
Mata Galen membulat saat melihat Papanya berdiri di hadapannya sambil menatapnya garang.
“Galen, siapa yang mengijinkan kamu bermain Hp?” tanya Alka mendesis.
“I– itu, anu, Pa. Aku-”
Ucapan Galen terhenti saat Alka menarik paksa hp Bu Ayu. Alka menatap apa yang dilihat sang anak, sekarang Alka yakin kalau dunia hanya selebar daun kelor. Hampir setiap hari dia melihat Mulya, di rumah pun sang anak juga menonton Mulya yang saat ini tengah makan usus besar berlemak.
“Papa, berikan hpnya kepadaku. Aku mau lihat Kak Mulya mengganti ususnya dengan usus sapi!” pekik Galen setengah berteriak.