Chapter 15 : Oligarki

1467 Words
Playlist :  Halsey - New Americana •••••• "Pelakunya Andrea Kaden. Aku yakin, dia membayar seseorang untuk—" "Aku tahu, keluarlah!"potong Markus datar. Hingga Taylor kembali diam dan keluar dari kamar tanpa sepatah katapun. "Tutup pintunya!"pinta Markus datar, tanpa mengalihkan perhatiannya sedikitpun. Menunggu kapan kira-kira gadis itu akan bangun. _______________________ Markus meraih ponselnya, menatap sebuah panggilan dengan nomor asing tertera jelas dilayar ponselnya. Ia memicingkan mata, lantas bergerak keluar dari kamar dan berdiri di depan pintu elevator. Ia harus memastikan. "Hello brother. Bagaimana petualangan tadi? Seru bukan?"tanya suara yang terdengar akrab bagi Markus di panggilan tersebut. Andrea Kaden. "Ya. Aku melihat seekor tikus got yang berlari hingga menghilang setelah mencoba mencuri makanan!"hina Markus syarat arti. "Ow. Thanks atas pujian mu, brother. Terlalu bagus untukku!"kekeh Andrea datar. "Jangan dekati Megan, atau kau akan tahu konsekuensi nya,"ancam Markus. "Ah aku menelpon mu karena gadis itu. Sungguh, dia mengagumkan. Sepertinya cukup tahan banting. Luar biasa, kau selalu hebat memilih gadis,"ucap Andrea membuat Markus mengepal tangannya erat. "Kau tidak akan mendapatkan apapun Andre!"ucap Markus tegas. "Kau juga tidak akan tahu jika belum mencobanya nya." "Terakhir kali! Aku peringati kau Andrea. Jika kau menyentuh Megan sedikit saja, Aku bersumpah, akan ku cabik-cabik kulitmu!"ancam Markus terdengar serius. Andrea terdiam, ia menelan saliva nya kasar, lantas mendengar panggilan tersebut diputuskan Markus sepihak. "Sir,"tegur Taylor saat pintu elevator terbuka. Ia melangkah cepat mendekati Markus. "Kau kedatangan tamu,"ucap Taylor membuat Markus membuang napas kasar. "Siapa?"tanyanya datar. "Salah satu anggota Blindberg. Presiden Jeff Washington Balle,"jelas Taylor. Markus memalingkan pandangan, menatap wanita itu lekat. "Aku sudah memintanya menunggu di ruang kerja mu, sir." "Aku akan turun lima menit lagi!" "Baik sir,"jawab Taylor pelan, hingga memerhatikan Markus memutar tubuhnya dan kembali ke kamar, untuk memeriksa Megan. Markus hanya ingin mengunci kamar tersebut, takut jika gadis tersebut akan mendengarkan pembicaraannya dengan Presiden Jeff. _____________________          "Siang Mr. Jeff,"tegur Markus saat memasuki ruang kerjanya. Ia melempar senyuman ramah, melangkah cepat hingga sampai ke hadapan sang Presiden. "Silakan!"sambung Markus saat Jeff bangkit dari tempat duduknya. Seketika, enam orang pengawal Presiden mundur dan berdiri di sekitar pintu. "Ada yang bisa aku bantu? Satu kehormatan dariku, kediaman kecil ini di kunjungi Presiden! Haruskan aku pamer?"ucap Markus, membuat Jeff tertawa keras. "Santai lah. Kau tahu, jika bukan karena kekuatan Blindberg. Aku tidak akan pernah duduk di kursi pesakitan itu,"jelas Jeff menatap lekat pada Markus. "Apa kursi itu membuatmu sakit? Minta ganti, gunakan uang negara!"kekeh Markus bersamaan dengan Jeff. Mereka tampak akrab. "Well— Harusnya aku memang menggunakan uang negara. Namun, aku duduk di sana untuk sebuah Oligarki, 'Kan? Ah! Aku tidak percaya negara ini hanya di kuasai sekelompok orang,"sindir Jeff. "Kita ingin bangsa ini maju dan sejahtera." "Yah! Karena itulah para penguasa harus memimpin. Presiden di sokong pengusaha, seperti kau contohnya!" "Jadi Alexander? Kapan dia akan menyetujui proyek ini? Kau tidak lupa kan? Bahwa keluarga Morgan adalah bagian penting untuk kita tarik dalam anggota Blindberg,"tukas Markus, menatap lekat pada Jeff. Pria itu diam, menghela napasnya dalam. "Keluarga itu sulit di tembus. Mereka kaya, dan mereka tidak ingin memikirkan pagar rumah orang lain." "Bukan jawaban itu yang kita inginkan! Ada ratusan anggota yang bergabung di dalam Blindberg. Kita punya tujuan, power dan kesamaan. Komputer Quantum akan siap dan seseorang harus mengoperasikannya. Dengan begitu, negara tidak perlu bergantung dengan Negara lain, dan kita akan mendapatkan uang banyak dari penjualan chip dan Komputer masa depan ini,"jelas Markus terdengar sangat terstruktur. "Kau orang Italia yang baik,"ucap Jeff seakan menyindir asal pria tersebut. "Aku kesampingkan asal ku, di sini uang ku akan tumbuh, lebih banyak,"ucap Markus. Menatap lekat pada Jeff. "Kau harus ingat, tidak semua anggota Blindberg mengharapkan tujuan yang sama denganmu. Aku yakin, banyak orang berbahaya di dalamnya,"ucap Jeff. "Termasuk aku! Enam hari lalu, aku membunuh empat orang bodyguard, saat mereka mencoba mencari tahu tentang Blindberg." "Usaha yang keras, Markus." "No! Aku hanya tidak ingin ketahuan sebelum mengungkap siapa pemimpin utama Blindberg,"ucap Markus penuh keyakinan. Menatap lekat dua bola mata Jeff. "Kau benar, tidak ada satu orangpun yang tahu siapa pemimpin Blindberg." "Tidak ada yang tahu? Good. Sepertinya itu lebih baik. Mungkin dia ingin memerhatikan anggotanya lewat topeng bodoh itu. Dengan begitu, pemimpin akan meminimalisir kecurangan anggotanya!"tatap Markus, membuat Jeff paham. "Kau benar, kau cerdas Markus,"puji Jeff. "Jadi kenapa kau datang?"tandas Markus seraya melirik ke arah pintu ruang kerjanya. "Aku ingin membicarakan soal Alexander. The Prinsphone sepertinya kewalahan mendapat dukungan keluarga itu,"jelas Jeff membuat Markus mengeluh kasar. "Tarik anaknya. Maxent berbakat bukan? Dia lebih fresh, anak-anak muda akan tertarik dengan uang. Minta ia untuk tidak bergantung pada keluarga Morgan, aku dengar dari Steven, anak itu sedang mendekati salah satu anggota The Prinsphone. Manfaatkan!"tukas Markus membuat Jeff seakan tersadar pada sesuatu hal. Ia berpikir sejenak. Mencoba mencari peluang. "Thanks. Aku akui, kau luar bisa. Aku akan bicara pada anggota the prinsphone."Jeff bangkit dari tempatnya. "Kau mau pulang?"tanya Markus. "Yah! Aku tidak ingin mengganggu mu terlalu lama." "Sure. Aku juga tidak ingin pertemuan antara kita di sorot. Hati-hati pada semua orang yang ada di sekitarmu!"peringat Markus memerhatikan pengawal Presiden mendekat. Membentuk formasi khusus untuk melindungi Jeff, menunggu keduanya berjabat tangan. Markus tersenyum tipis, memasukkan kedua tangannya di dalam saku celana. Menatap Jeff dan pasukannya bergerak keluar. "Aku mempekerjakan orang-orang bodoh! Sialan!"umpat Markus seraya menatap rak-rak bukunya dan melangkah pelan. Ia mengeluh, menarik sebuah koin emas yang ada di dalam salah satu buku tebal. "Dunia akan menjadi milikku. Dengan begitu, aku bisa mengontrol semuanya. Sampai saat itu, tidak ada satu orang pun yang bisa mengetahui siapa aku sebenarnya. Bahkan anggota Blindberg sekalipun. Yah! Pemimpin harus meminimalisir kecurangan, bukan?"batin Markus menatap logo emas Blindberg. Mengecup koin itu pelan dan mengembalikan nya pada tempat semula. _______________________ Sepuluh menit berlalu, langit mulai tampak gelap. Markus melangkah kembali ke kamar, mencoba memeriksa Megan yang berada dalam pengaruh kloroform. Entah apa yang akan ia katakan nanti, yang jelas Markus mencoba berharap lebih. Ceklek!!! Pintu kamar di buka, Membuat Megan yang sudah tersadar segera memutar tubuhnya. Ia diam, menatap Markus dengan sudut mata yang terlihat lemah. "Hm!! Apa jepitan rambut ini milikmu?"tanya Megan pelan. Menunjukkan sesuatu pada Markus. Pria itu diam, ia tersenyum tipis sambil melangkah mendekat. "Ya. Sekarang jadi milikmu!"tandas Markus menarik jepit rambut bulat dengan puluhan mutiara. Ia meletakkan benda tersebut di sudut rambut Megan, lantas menatapnya lekat. "Aku tidak menyangka. Kau menyimpan jepitan rambut—" "Kau sangat cantik, Megan!"potong Markus, menatap kedua bola mata Megan. Hijau, terang, tajam dan tentunya sangat indah. "Terimakasih,"balas Megan pelan. Mencoba bersikap baik. Ia cukup tahu, jika bukan karena Markus, mungkin saat ini keluarganya pasti sedang menangisi mayatnya. Oh No! Ia ingin hidup. "Sudah tugasku menjagamu,"balas Markus, mengusap sudut wajah Megan. Menatapnya lebih dekat. Megan menelan ludah, merasakan dadanya mendadak berdebar meski tidak terlalu kuat.  "Jadi siapa orang yang mencoba membunuhku?"tanya Megan penuh semangat, hingga Markus langsung terkejut dan mundur selangkah. Sifat aslinya keluar. "Jawab! Kau pasti tahu siapa orangnya!"sentak Megan membuat Markus mengeluh kasar. "Aku rasa kau ingat bagaimana aku menembak kepalanya!"jelas Markus. "Kau menembaknya?"tanya Megan tegas. "Ayolah. Kau melihatnya, Megan!" "Tidak! Aku pingsan!"balas gadis itu cepat. "Kau tahu bahwa aku yang menyelamatkan mu dari mana?"tanya Markus penasaran. "Menebak. Aku bangun di kasur mu, di kunci dan kelaparan. Tidak mungkin Aeolus yang menyelamatkan ku, 'kan?"tanya Megan seraya membulatkan mata. "Kau lapar?"tanya Markus. "Yah! Jika bisa aku ingin memakan mu!" "Memakan ku?"tanya Markus, sambil melempar senyuman tipis. Melangkah mendekati Megan dengan cepat. "Menjauh lah berengsek!" "Aku sangat suka melihatmu mengumpat, Megan!"jelas Markus mendekatkan wajah mereka. Plakkk!! Megan menampar wajah Markus, meski tidak begitu kuat hal tersebut berhasil membuat pria itu terdiam. "Jangan kurang ajar!"tukas Megan. "Minggir! Aku mau minta Taylor untuk mengantarku pulang!"Ucap Megan seraya mendorong tubuh pria itu dan menarik ponsel miliknya yang tergeletak di sisi nakas.  Markus diam, melempar senyumannya lama, tanpa mengalihkan pandangan dari Megan sedikitpun. "Matamu tidak akan pernah bisa membohongiku, Megan. Sebentar lagi, dunia mu akan menjadi milikku. Selamanya!"batin Markus pelan, seraya melirik ke arah ranjangnya yang tampak berantakan. Ia menarik napas, mencium aroma wangi yang di tinggalkan Megan. Ia mulai candu, terobsesi dengan kehadiran gadis itu. Sungguh, jika bisa ia ingin mengunci Megan di kamarnya. Menjadikan gadis itu miliknya, setiap hari. Setiap waktu. "Sir,"ucap Taylor melangkah masuk ke dalam kamar Markus, membuat seluruh lamunan pria itu terganggu. "Megan memintaku mengantarnya pulang!"ucap Taylor. Markus melirik ke sisi pintu, melihat sikap angkuh Megan lalu melempar senyuman tipis. "Dia ingin di antar dengan Mercedes-Benz Vision AVTR,"sambung Taylor membuat mata Markus bergerak tegas padanya. "Apa kau bilang?"tanya Markus. "Megan ingin mobil limited edition mu, sir!"perjelas Taylor. Membicarakan sebuah mobil canggih yang sesungguhnya tidak perlu pengemudi. Mobil yanv di rancang khusus untuk bisa bergerak kemanapun. Mewah dan sangat terbatas.          Markus melirik pada Megan sejenak. Merasa tidak mampu melawan keinginan gadis itu. Ia mengangguk, membuat Taylor menoleh pada Megan. Okay! Gadis itu menang, sebelumnya Markus tidak pernah memercayai orang lain untuk menggunakan mobil itu sendiri. Tapi— Megan bisa. Gadis itu mendapatkan keinginannya. "Thanks you so much, Markus!"ucap Megan pelan. Seraya melihat Taylor mulai bergerak kembali padanya. Drrtttt!! Ponsel Markus bergetar, pria itu segera mengalihkan pandangan dan menarik salah satu ponsel yang ada di sakunya, menatap sebuah pesan masuk yang tampak jelas. "Megan. Aku punya rencana, aku yakin kita bisa bersama!" Bersamaan dengan pesan tersebut, Megan berhenti melangkah, membaca satu pesan dari Axel. Yah! Markus menyadap ponsel milik Megan. Semua aktivitas yang ada pada gadis itu tersalin seutuhnya pada ponsel Megan. "Megan, kau tidak apa-apa?"tanya Taylor. Menatap gadis itu tampak ragu setelah membaca pesan dari Axel. "Yah! Aku mau pulang!"balas Megan mengabaikan pesan dari Axel. Ia menelan ludah, dan langsung menonaktifkan ponsel miliknya. Markus tersenyum, merasa tenang atas reaksi Megan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD