"Tolong.... lepaskan aku... Daddy...Mommy.... tolong aku.." teriak Evelyn sekuat-kuatnya berharap seseorang akan datang menolongnya.
"Sst... jangan menangis sayang. Aku tidak akan menyakitimu." ucap pria itu pelan seraya mengusap kening Evelyn yang kini sudah dibasahi oleh keringat.
"Aku hanya mengajakmu bersenang-senang, jangan takut aku ada di sini." Tidak sadarkah pria bernama Egor itu, kenyataan bahwa dia sendirilah yang paling ditakuti Evelyn saat itu.
"Tolong jangan lakukan itu. Kumohon... lepaskan aku...."
Evelyn berusaha memberontak di bawah kungkungan tubuh kekar itu yang mana membuat iblis dalam jiwa Egor semakin bangkit. Hasrat yang sudah ditahannya sedari tadi ketika melihat Evelyn akhirnya terbangun juga.
"Tidak akan pernah, kau tidak akan pernah kulepaskan." ujar pria itu dengan suara tertahan kemudian langsung menyerang bibir merah yang menggoda imannya. Dengan mudah Egor mengangkat Evelyn kemudian membawanya ke ranjang di dalam ruangan itu.
Memeluk erat tubuh mungil itu, tidak membiarkannya memberontak. Bibirnya dengan lincah mel*m*t bibir Evelyn bagai menghisap kenikmatan yang ada di dalam sana dengan rakus.
Tangan pria itu tidak tinggal diam. Dengan perlahan tangan kekarnya meraba tubuh Evelyn yang sudah bergetar ketakutan. Hal itu tentu saja membuat Evelyn hancur saat itu juga. Tubuhnya yang dijaga selama ini telah kotor oleh pria tak dikenalnya.
Air mata meleleh begitu saja membasahi wajahnya. Evelyn pasrah, jika memang ini harus terjadi padanya maka biarlah. Dan setelah semua ini berakhir Evelyn memilih akan mengakhiri hidupnya. Ya lebih baik begitu. Mengakhiri semua.
Tubuh gadis itu sudah benar-benar polos tanpa sehelai benangpun menutupi dan pria itu juga sama. Di saat pria itu bersiap melanjutkan aksinya Evelyn tidak memberontak lagi karena tidak ada gunanya lagi. Dia pasrah.
Manik hitam legam yang sudah berkilat kesedihan terpejam menunggu apa yang akan terjadi sebelumnya.
Bugh...
Evelyn membuka kedua matanya. Antara keterkejutan dan kebingungan dalam dirinya.
Pria yang baru saja menindihnya kini terkapar di atas lantai masih dengan tubuhnya yang polos. Dan yang lebih mengejutkan lagi, pria yang menjadi penyebab dirinya ada di sini ada di dihadapannya.
"Tuan Aaron..." cicitnya.
Aaron tidak menjawab, pria itu masih sibuk menghabisi Egor sampai tidak berdaya lagi. Setelah memastikan Egor tidak melawan lagi, Aaron beralih kepada Evelyn.
"Tuan..." itulah kalimat terakhirnya sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.
Kilatan amarah dalam mata pria itu kini tergantikan dengan wajah cemas ketika melihat Evelyn pingsan. Dengan langkah cepat Aaron menghampirinya kemudian membungkus tubuh polos Evelyn.
Aaron merengkuh tubuh mungil itu dalam pelukannya, membawanya dari tempat terkutuk ini. "Bertahanlah." lirih Aaron di telinga Evelyn.
Aaron seperti kembali pada masa lalu. Di mana ketika dia membawa Evelyn tidak sadarkan diri dari penjara bawah tanah. Ada setitik rasa penyesalan dalam diri pria itu ketika melihat Evelyn tak berdaya seperti ini dan dia sendirilah penyebabnya.
Beberapa saat kemudian Aaron sampai di mansionnya. Dengan tergesa-gesa Aaron menaiki tangga, membawa Evelyn ke kamarnya, merebahkan tubuh lemah itu di atas ranjangnya.
Setelah itu Aaron melepas kain pembungkus di tubuh Evelyn, berniat memakaikan pakaian yang sudah disediakan oleh Kane sebelumnya.
Beberapa waktu lalu, Kane bersikeras ingin masuk melihat Evelyn tapi Aaron menolak. Wanita paruh baya itu begitu cemas akan keadaan Evelyn.
Kain pembungkus tadi sudah lepas dari tubuhnya, kini Evelyn sudah polos tanpa sehelai benangpun. Dan betapa terkejutnya Aaron melihat sekujur tubuh gadis itu. Bekas luka terpatri dengan jelas di sana.
Aaron mengernyitkan keningnya melihat banyaknya bekas luka di tubuh Evelyn. Berbagai pertanyaan terbersit dalam benak pria itu.
"Luka apa ini?" lirih Aaron.
Salah satu tangannya terulur menyentuh bekas luka itu. Apa yang terjadi pada dirinya, kenapa hatinya tiba-tiba sakit melihat keadaan Evelyn saat ini.
"Siapa yang melakukan hal ini padamu?" batinnya bertanya-tanya.
Aaron tidak tahan lagi melihatnya, kilatan kemarahan berapi-api dalam manik coklat terangnya. "Akan kubunuh orang yang telah berani melukaimu." geram Aaron.
Tidak taukah pria itu bahwa dirinya sendirilah yang menjadi penyebabnya?
Tidak tau mengapa malam itu Aaron seperti bukan dirinya sendiri. Sifat dingin dan arogan pria itu seolah musnah dari diri pria itu.
***
"Sepertinya bekas luka ini adalah perbuatan Nona Evelyn sendiri Tuan."
"Dia sendiri?" tanya Aaron.
Di ruang kerjanya Aaron sedang berbicara dengan dokter keluarga yaitu Dokter Lenin, yang baru saja memeriksa keadaan Evelyn.
"Benar Tuan. Sepertinya kondisi mental Nona Evelyn sedikit terganggu." jelas dokter Lenin.
"Jangan asal bicara!" bentak Aaron yang tidak mempercayai penjelasan dokter.
Dokter Lenin menundukkan kepalanya ketakutan. "Saya tidak asal bicara Tuan, memang seperti itulah yang saya lihat. Bekas luka itu terlihat masih baru Tuan, dan masih banyak luka yang belum mengering Tuan." jelas dokter.
Aaron bergeming mendengar penjelasan dokter, berusaha mencerna maksud ucapannya. "Kenapa bisa seperti itu?" lirihnya.
Sungguh pertanyaan yang konyol. Apakah dia tidak menyadari bahwa dirinyalah penyebab dari penderitaan Evelyn. Apakah dia tidak ingat bagaimana perlakuannya selama ini yang ternyata membuat Evelyn tertekan batin.
"Banyaknya tekanan yang menjadi penyebab terganggunya jiwa Nona Evelyn, Tuan. Ketika seseorang memiliki banyak masalah dan tekanan batin yang tiada henti akan menyebabkan orang tersebut melakukan tindakan tak terduga. Seperti Nona Evelyn, sejauh yang saya perhatikan, Nona Evelyn menyimpan masalahnya sendiri. Kita ketahui jika seseorang menyimpan masalah terlalu lama ditambah tekanan dari berbagai pihak tentunya akan membuat orang tersebut merasakan stres berkepanjangan. Karena tidak dapat menyuarakan isi hatinya ataupun membagi masalahnya dengan orang lain mendorong orang tersebut menyakiti tubuh mereka." Dokter Lenin menghentikan kalimatnya, melihat reaksi Aaron yang masih mencerna penjelasannya.
Dengan rasa cemas dokter melanjutkan lagi ucapannya. "Tuan saya harap untuk ke depannya tolong jangan memberikan tekanan kepada Nona Evelyn. Saya takut jika tekanannya bertambah yang makin memperburuk mentalnya Nona Evelyn akan melakukan hal yang lebih berbahaya dari ini."
Bukan tanpa alasan Dokter Lenin mengatakan hal itu. Karena ini adalah kesekian kalinya dia merawat Evelyn, dia tentu tau bagaimana penderitaan yang dialami Evelyn selama ini. Dokter itu menghiba melihat keadaan Evelyn yang semakin buruk seperti saat ini.
Aaron terdiam beberapa saat. Dia tidak tau harus menanggapi apa kepada sang dokter. Pikiran pria rupawan itu begitu kacau hari ini.
"Tuan?"
Sepertinya Dokter belum puas sebelum Aaron menjawab permintaannya.
Aaron hanya mengangguk pelan, kemudian mengangkat salah satu telapak tangannya menyuruhnya keluar.
"Saya akan mencari dokter psikiater terbaik untuk menangani Nona Evelyn, Tuan. Saya permisi dulu." Dokter segera berlalu dari sana tanpa menunggu jawaban Aaron.
Setelah kepergian Dokter Lenin, Aaron juga ikut pergi dari sana menuju kamarnya yang ditempati oleh Evelyn. Aaron tidak bisa tenang sedikitpun selama Evelyn belum sadarkan diri.
Aaron duduk di tepi ranjang samping Evelyn. Manik coklat terangnya menatap intens wajah cantik Evelyn yang masih terlihat pucat.
"Seperti apa dirimu sebenarnya?" lirihnya. Tanpa disadarinya telapak tangannya bergerak menyusuri wajah pucat sang istri.
TBC