Evelyn menegakkan kepalanya, membalas tatapan pria itu yang seolah menghujam dirinya. Jantungnya berpacu lebih cepat dari sebelumnya, wajah pria ini sangat familiar dalam ingatannya, tatapan tajam pria itu mengingatkannya pada seseorang, tapi dia tidak tau siapa. Siapa sebenarnya pria ini?
"Apa maksud Anda Tuan?" tanya Evelyn setelah membuyarkan lamunannya tentang pria ini.
Evelyn dapat melihat pria itu terkesiap, sepertinya pria itu sama dengannya, apakah mereka pernah bertemu sebelumnya?
Pria itu kembali menatap tajam gadis di depannya. "Kenapa? Bukankah benar, kau adalah putri seorang koruptor?"
"Apa maksud Anda Tuan? Daddy-ku bukan koruptor, itu tidak benar sama sekali, Daddy-ku hanya dijebak." ucap Evelyn setengah berteriak tidak terima dengan ucapan pria ini.
Pria itu tersenyum sarkas kepada Evelyn, "Sekeras apapun kau membantah keburukan Daddy tersayang mu itu, tetap saja itu tidak akan mengubah pandangan semua orang." pria itu menghentikan kalimatnya sejenak.
"Sayang sekali gadis secantik dirimu memiliki orang tua sebejat Alexander, aku sangat menyayangkan hal itu." ucap pria itu dengan nada merendahkan.
Evelyn berusaha untuk meredam emosinya yang siap untuk meledak, dia tidak terima Daddy-nya direndahkan seperti ini.
"Tuan, saya tau jika nama Daddy saya sudah buruk di luar sana. Tapi saya mohon, tolong jangan merendahkan orang tua saya seperti itu." Evelyn menahan air matanya agar tidak keluar.
"Terserah padaku mau berkata seperti apa, aku sama sekali tidak peduli dengan perasaanmu. Hah sudahlah, hentikan drama ini. Kembali ke tujuan awal." Pria itu melempar sebuah map kuning berisi beberapa lembar kertas di dalamnya dan sebuah pena tercecer di hadapan Evelyn.
"Tandatangani itu, pernikahan akan diadakan minggu depan. Asistenku akan menyiapkan semuanya."
Pria itu berdecak kesal pada Evelyn yang masih mematung di depannya."Cepat tandatangan, aku tidak punya waktu jika harus menunggu gadis sepertimu." sergah pria itu.
Evelyn terkesiap, "Maaf Tuan, menurut saya itu terlalu cepat, bisakah penikahannya diundur sedikit lagi?"
"Aku tidak meminta pendapatmu, cepat tandatangani." pria itu mengeraskan suaranya.
"Ta..tapi setidaknya biarkan aku membacanya lebih dulu." Evelyn mulai takut melihat wajah sangar pria ini.
Pria itu mulai habis kesabaran, "Tidak perlu dibaca, itu hanyalah kontrak pernikahan berisi aku akan menceraikanmu sampai waktu yang kutentukan sendiri. Cepat!" pria itu menarik kertas dari dalam map itu, lalu menyodorkannya di hadapan gadis itu.
Evelyn terpaksa menandatangani kontrak itu dengan desakan dari pria itu.Pria itu langsung pergi meninggalkan Evelyn setelah mendapat tandatangan dari gadis itu.
Evelyn menundukkan kepalanya, lalu meremas dadanya erat, berusaha untuk meredam emosi dalam jiwanya. Air mata yang ditahannya sedari tadi akhirnya pecah seketika, suara isakan tangisnya mengisi keheningan di dalam ruangan VVIP itu.
Dia sungguh tidak menyangka, ternyata calon suaminya adalah pria yang begitu kejam. Di hari pertama pertemuan mereka pria itu sudah menghinanya, bagaimana nanti jika mereka menikah, akan seperti apa nanti sikap pria itu kepadanya. Membayangkan saja sudah membuat dirinya takut.
Namun, jika nanti dia membatalkan pernikahan ini, lalu bagaimana dengan orangtuanya, dan lagipula baru saja dia telah menandatangani kontrak pernikahan. Jika dia membatalkan, pria itu pasti akan menjalar ke ranah hukum.
Evelyn menyesal, gadis itu merutuki kebodohannya yang telah mengambil keputusan sebesar ini. Tapi mau bagaimana lagi, semuanya sudah terjadi, mungkin inilah jalan yang harus dilalui gadis belia itu.
Sedangkan di lain tempat, pemuda yang baru saja bertemu dengan Evelyn terlihat begitu gelisah. Pria itu memutuskan untuk mencuci wajahnya untuk menghilangkan kegelisahannya.
Pria itu membasahi wajahnya dengan air yang mengalir di atas wastafel kamar mandi kantornya.
"Ada apa dengan diriku, kenapa aku gelisah setelah melihat gadis itu? Siapa dia sebenarnya, apakah kami pernah bertemu sebelumnya? Ahh wajahnya sangat familiar, tapi aku tidak mengingatnya sama sekali." Aaron bertanya-tanya sambil memandangi pantulan wajahnya di cermin besar itu.
Pemuda itu adalah Aaron, pria yang sedari tadi gelisah setelah pertemuan pertamanya dengan Evelyn. Ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya setelah melihat wajah Evelyn secara langsung. Dia sungguh tidak dapat mengartikan perasaan ini. Ada apa ini sebenarnya?
Malam itu, Evelyn duduk di tepi sebuah tempat tidur yang terbilang cukup besar.Mata gadis itu menelusuri setiap sudut ruangan yang terlihat asing baginya.
Ruangan itu didominasi dengan dinding bercat hitam dan abu-abu, menambah kesan dingin dan suasana yang mencekam. Gadis itu masih mengenakan gaun pengantinnya yang menjuntai di lantai.
Ya, Evelyn baru saja menikah tadi sore dengan pemuda yang akan menolong membangkitkan perusahaan Daddy-nya.
Ini adalah pernikahan terburuk bagi Evelyn, sejak kecil dia sudah mengharapkan menikah dengan pria yang dicintainya dan mengadakan pesta pernikahan yang meriah, layaknya seorang putri.
Tapi sekarang, lihatlah, semua berbeda jauh dengan harapannya. Tidak ada pesta sama sekali, pernikahan yang hanya diadakan di sebuah gedung suci, dan juga hanya dihadiri beberapa orang saja.
Sungguh menyedihkan, bahkan sampai sekarang gadis itu masih belum tau siapa nama suaminya.
Jelas saja, suaminya sama sekali belum pernah memperkenalkan dirinya. Dan saat upacara pemberkatan pun, gadis itu tidak mendengar nama suaminya disebut oleh pendeta. Gadis itu terlalu kalut dalam emosi jiwanya yang membludak, sehingga tidak mendengar saat pendeta melantunkan janji suci untuk mereka iyakan.
Dia masih belum percaya akan menikah secepat ini, dan setelah mengetahui bagaimana sifat asli suaminya, membuat kondisi mental gadis itu semakin tertekan.
Apa yang akan terjadi setelah ini, Evelyn tidak tau, rasa penyesalan, takut dan cemas bercampur dalam jiwa gadis itu.
Di tengah kekalutannya, terdengar suara pintu kamar itu dibuka. Sesosok lelaki jangkung berjalan dengan gagah ke arahnya. Pria itu masih mengenakan setelan tuxedonya dan sepatu kulit yang masih nampak mengkilat.
Rambut pria itu terlihat acak-acakan, sehingga menambah ketampanan pria itu. Evelyn memperhatikan cara berjalan pria itu layaknya adegan slowmotion dengan cahaya putih yang mengelilingi tubuh jangkung pria itu. Layaknya seorang malaikat tampan datang menghampirinya, sampai membuat Evelyn terpesona dibuatnya.
"Benarkah ini suamiku?" gumam Evelyn dalam hati.
Akibat terlalu larut dalam lamunannya, Evelyn tidak menyadari jika suaminya telah berdiri di hadapannya.
"Hei kau." bentak Aaron setelah dua kali memanggil-manggil gadis itu. Gadis itu masih tenggelam dalam pesona pria itu, akhirnya pria itu menekan kening Evelyn dengan kuat.
"Aduh.." pekik Evelyn.Saat itu juga dia, pria itu telah berdiri menjulang tinggi di hadapannya.
"Tu..tuan.." cicit Evelyn yang merasa ketakutan akibat tatapan tajam pria itu.
"Keluar dari sini! Beraninya kau memasuki kamarku tanpa seizinku." bentak Aaron.
"Ma..maaf Tuan...?"
"Kubilang keluar, anak seorang pembunuh tidak pantas memasuki kamarku!" ucap Aaron dengan lantang.
"Apa maksud Tuan, siapa anak pembunuh?" Evelyn kebingungan, menatap pria itu meminta penjelasan.
Aaron tersenyum menyeringai, "Tentu saja kau bodoh! Oh aku lupa mengatakannya kepadamu." pria itu menangkup dagu Evelyn, mencengkeramnya dengan kuat.
"Kau pikir aku menikahimu hanya untuk menjadikanmu sebuah jaminan? Kau salah besar Nona Mashenka!!Aku menikahimu agar aku lebih leluasa untuk membalaskan dendamku kepada ayah bejatmu itu."
Pria itu berucap dengan emosi yang tertahan, menatap gadis itu seolah ingin meremukkan tubuh mungil itu. "Asal kau tau saja, semua musibah yang terjadi dalam hidupmu, itu semua tidak luput dari perbuatanku. Ayahmu yang dipenjara, sampai perusahaanmu yang bangkrut dan sekarang kau menikah denganku, itu semua terjadi berkat diriku. Ini hanya skenario buatanku Nona, jadi kau tidak akan bisa melarikan diri dariku! Ingat itu!" Aaron menghempaskan wajah Evelyn dengan kasar, sehingga membuat gadis itu tersungkur di tempat tidur.
Gadis itu tertegun setelah mendengar ungkapan dari pria itu, tidak tau harus mengatakan apa-apa lagi. Dirinya masih mencoba untuk memahami perkataan pria itu baru saja.
TBC