"Myke..." panggil Evelyn pada orang yang baru saja menabraknya.
"Hai kita bertemu lagi." Sebuah senyuman manis menyapa gadis itu.
Evelyn tersenyum, "Kau sedang apa di sini?" Evelyn pikir Myke juga kuliah di sini, tapi melihat penampilan Myke yang saat itu mengenakan kemeja yang agak formal Evelyn tidak yakin. Penampilannya lebih pantas sebagai seorang dosen. Tapi apakah mungkin?
"Tentu saja. Aku juga mengajar di sini." Jawabnya.
"Berarti kau seorang dosen?" Evelyn cukup terkejut sebenarnya.
"Iya. Hari ini adalah hari pertamaku masuk."
Sontak Evelyn menundukkan kepalanya, "Maaf Pak, saya kurang sopan tadi."
"Hei kau ini sedang apa." Myke terkekeh.
"Jangan bicara formal padaku. Bicaralah seperti biasanya padaku."
"Tapi Anda dosen di sini dan saya adalah mahasiswa, jadi saya harus sopan pada Anda."
Mendengar itu, Myke tergelak. "Aku bilang tidak apa-apa. Lagi pula kita ini teman, jadi jangan sungkan lagi padaku."
"Sungguh tidak apa-apa?"
"Tentu saja."
"Oh ya, kau sudah berapa lama kuliah di sini?"
"Kita sama, hari ini juga hari pertamaku masuk kuliah." Evelyn tersenyum cerah, ketika membahas kuliah, gadis itu terlihat senang.
"Begitukah? Kenapa kita bisa sama? Apakah ini sebuah pertanda?" Myke menaikkan sebelah alisnya.
"Pertanda apa?"
"Pertanda kalau kita berjodoh."
Mendengar jawaban itu, Evelyn malah terkekeh geli, "Kau bisa saja."
"Kau tidak percaya padaku. Siapa yang tau rencana Tuhan? Bisa saja beberapa tahun ke depan kita sudah menikah dan memiliki banyak anak." Myke tersenyum jenaka.
"Khayalanmu terlalu jauh Tuan."
"Aku sedang tidak berkhayal. Asal kau mau menerima lamaranku kelak, maka semua itu akan terjadi. Kita akan menikah dan memiliki banyak anak nanti. Kau mau anak berapa? Aku bisa memberikannya berapa pun yang kau mau."
Laki-laki ini memang sangat humoris, bisa-bisanya khayalannya sampai sejauh itu.
"Sudahlah, hentikan leluconmu. Semakin lama kau semakin aneh. Kau mau masuk kelas bukan, pergilah, aku mau pulang."
"Biarkan aku mengantarmu?" Tawarnya.
"Tidak usah Myke, bukankah kau ada kelas sebentar lagi? Lagi pula aku bisa naik taksi."
"Hari ini aku belum aktif masuk kelas. Hari ini aku hanya perkenalan ke beberapa kelas yang akan kumasuki. Jadi hari ini aku bebas dan aku bisa mengantarmu."
"Tapi aku..."
"Ayolah, tidak apa-apa. Ayo mobilku ada di parkiran."
Myke menarik tangannya, tapi terhenti ketika sebuah mobil hitam berhenti di depan mereka.
Myke hampir saja ingin memaki pengendara mobil itu, tapi gagal ketika kaca mobil penumpang terbuka. Seorang pria yang dikenalnya duduk tenang di kursi penumpang melihat ke arah mereka dengan tajam.
"Tuan? Tuan sedang apa di sini?" Tentu saja Evelyn terkejut. Pria itu tiba-tiba ada di kampusnya, padahal tadi pagi pria itu tidak mengatakan akan menjemputnya.
"Masuk!" Perintah Aaron yang masih menatap tajam tangan Erin yang digenggam oleh Myke.
"Ba baik Tuan." Erin menjadi ketakutan saat itu. Melihat tatapan tajam Aaron yang mengintimidasi kembali mengingatkan dirinya akan sifat Aaron yang dulu selalu menyiksanya.
"Myke, maaf aku tidak bisa pulang bersamamu. Aku pergi dulu ya, sampai jumpa besok." Evelyn menarik tangannya dari genggaman Myke, tapi langsung ditahan oleh Myke.
"Tunggu Evelyn."
"Ya Myke, ada apa?" Kening Evelyn berkerut. Dia gelisah karena Aaron semakin menatapnya tajam.
"Dia siapa?" Entah Myke sengaja atau tidak, mata lelaki itu memicing membalas tatapan tajam Aaron dengan pandangan penuh permusuhan. Sangat tampak bahwa Myke tidak menyukai Aaron.
Dengan sigap, Aaron meletakkan kedua tangannya di pinggang Evelyn, lalu mengangkat tubuh mungil itu ke atas pangkuannya. Kedua kaki gadis itu terbuka lebar mengapit pinggang Aaron dengan tubuh mereka yang saling berhadapan.
Perbuatan pria itu jelas saja membuat Evelyn ketakutan setengah mati. Posisi ini semakin membuat gadis itu tersiksa. Evelyn menangis di atas pangkuan pria itu.
"Tolong lepaskan aku Tuan..."
"Kubilang diam. Kalau sekali lagi kau bicara, akan kupastikan besok kau tidak bisa bicara lagi!"
Evelyn yang takut dengan ancaman sang suami akhirnya memilih diam. Tapi dalam hati gadis itu menjerit, begitu ketakuatan akan perbuatan pria itu.
Yang Evelyn bisa lakukan sekarang hanyalah menangis sesenggukan seraya menundukkan kepalanya. Dirinya tidak berani menatap Aaron yang terus menatapnya dengan tajam.
"Lihat aku!" Perintah Aaron tak terbantahkan.
Evelyn yang awalnya enggan melihat pria itu, tapi ketakutannya terlalu menguasai dirinya hingga mengikuti perintah pria itu. Even mengangkat kepalanya, melihat wajah tampan Aaron. Tapi manik gadis itu berputar ke segala arah, karena tidak berani menatap Aaron.
"Kau lihat kemana, kubilang lihat aku!"
Evelyn seketika melihat wajah Aaron. Membalas tatapan tajam yang selalu mengintimidasi setiap orang di dekatnya.
Aaron mengunci tatapan Evelyn yang berpusat kepadanya. Tidak mengizinkan Evelyn berpaling dari tatapannya.
Pandangan Aaron kembali mengarah pada bibir ranum yang setengah terbuka milik Evelyn. Tatapannya penuh mendamba, ingin sekali mereguk bibir itu dalam lumat*an bibirnya.
Kali ini Aaron tidak ingin kejadian yang sama terjadi dua kali. Tangan kekarnya merengkuh kedua sisi wajah gadisnya lalu mendekatkan wajahnya. Bibir pria itu langsung saja meraup pada bibir yang kini tidak berdaya di bawah kungkungannya.
Evelyn terkejut bukan main ketika bibirnya sudah berada dalam kuasa Aaron. Sekuat apapun memberontak, Evelyn tetap tidak bisa menolak pria itu. Bahkan tangan mungilnya yang sedari tadi memukuli d**a Aaron, namun tidak berarti sama sekali. Ibarat Evelyn bagaikan semut yang tidak bisa melakukan apapun dalam kuasa sang gajah.
Entah bibir Evelyn yang begitu nikmat, atau karena ini pertama kalinya Aaron mencicipi bibir wanita, pria itu begitu menikmati bibir ini. Begitu manis yang tidak bisa dijelaskan hanya dengan kata-kata.
Walaupun Evelyn memberontak, Aaron tidak peduli sama sekali. Bahkan dia merasakan rasa yang sedikit asin dari air mata Evelyn ketika mencicipi bibir itu, tapi seorang Aaron yang egois tetap melanjutkan lumat*nnya. Bahkan semakin memperdalam pertautan lidah mereka.
Tangan kekarnya menarik tubuh mungil Evelyn, sehingga d**a mereka otomatis menempel tanpa jarak sedikitpun. Tangan Aaron tidak tinggal diam, dengan penuh nafsu yang membara, Aaron merem*s pinggul gadis itu, yang mana membuat Evelyn mengerang, tapi tertahan dalam ciuman Aaron yang semakin dalam.
Meskipun ini adalah pengalaman pertama baginya, tapi Aaron begitu lihai membelit paksa lidah Evelyn yang sedari tadi menolak keras pertautan bibir mereka.
Evelyn melenguh, kala pasokan oksigen di paru-parunya mulai menipis. Nafasnya tersengal-sengal dan semakin memberontak karena Aaron tak kunjung melepaskannya.
Bukan hanya pinggul, punggungnya yang mungil sampai ke permukaan perutnya turut mendapatkan sentuhan lembut dari tangan Aaron. Aaron menyingkap gaun selutut yang dikenakan oleh Evelyn saat itu. Paha putih nan mulus kini terpampang jelas di mata Aaron.
Pria itu semakin tak terkendali, saat tangannya ingin membuka resleting belakang gaun Evelyn. Erin yang menyadari itu, segera menahan tangan Aaron. Kepalanya menggeleng, tapi ditahan oleh Aaron.
TBC