Bab 4. Melamar Pria Tak Dikenal

900 Words
"Bagaimana lagi, Fre?” tanya Ona membuat lamunan Freya buyar karena pertanyaan sahabatnya itu, ia pun tidak tahu apa yang bisa ia lakukan. Selain, menerima kekalahan. “Aku tidak tahu harus bagaimana,” jawab Freya. “Jangan ganggu otakku.” “Aku tidak mengganggu otakmu, Fre. Tapi, kamu harus berpikir sekarang, kamu memiliki tujuan untuk mempertahankan harta ayahmu, dan kamu malah mau menerima kekalahan? Kamu serius mau kalah?” tanya Ona yang memaksa Freya untuk berpikir. “Tidak mungkin. Aku tidak akan pernah menerima kekalahan. Tapi, untuk sekarang kita tidak usah banyak berpikir, ayo kita party, aku ingin ke luar negeri,” sambung Freya menjadi semangat. “Party? Kemana?” “Kita ke Los Angeles, Teresa mengadakan acara party di sana. Aku mau bersenang-senang, setelah selesai bersenang-senang aku pasti akan memikirkan apa yang selanjutnya akan ku lakukan.” Freya mendadak semangat karena acara party Teresa. “Acara party apa?” “Ulang tahunnya.” “Wah. Ulang tahunnya diadakan di LA?” “Karena calon suaminya punya perusahaan di sana,” jawab Freya. “Yakin kamu mau pergi? Yakin akan menghadapi gunjingan?” “Sudahlah. Sampai kapan aku harus menghindar terus,” ucap gadis bertubuh ideal itu. *** Tak butuh waktu lama, Freya dan Ona tiba di party ulang tahun Teresa, Freya membawa berlian sebagai hadiah untuk temannya itu, teman yang sering sekali mencari masalah dengannya. “Selamat ulang tahun, Teresa yang cantik dan persis model,” ucap Freya lalu memberikan totebag kecil untuk Teresa. Teresa menoleh sesaat melihat calon suaminya dan berkata, “Sayang, ini temanku,” kata Teresa. “Terima kasih.” “Hai,” ucap pria yang berdiri didekat Teresa, pria yang menyiapkan semua ini untuk Teresa. Freya menyambut uluran tangan pria itu dan tersenyum, lalu menarik kembali tangannya, Freya sebenarnya tidak ingin kemari, hanya saja ia butuh waktu untuk bersenang-senang setelah kejadian demi kejadian menimpanya. Semua orang berguncing tentang video Freya yang viral karena calon suaminya selingkuh. “Nikmati sajian yang sudah disiapkan, aku akan menemanimu nanti,” kata Teresa, sok baik didepan calon suaminya. Freya mengangguk dan menuju meja prasmanan, beberapa pramusaji datang untuk menambah makanan di atas meja. Freya hendak meraih satu kue yang ada di atas piring kristal itu, namun seseorang menduluanginya. Freya kesal dan melihat pria yang ada dihadapannya. Freya membulatkan mata ketika melihat pria dengan setelan jas berwarna dongker berdiri dihadapannya. “Kamu mau?” tanya pria itu, namun Freya tidak bergeming sama sekali. Ona menyikut sahabatnya. “Dia bertanya kepadamu,” bisik Ona. “Heem?” “Kamu mau kue ini?” “Tidak. Kamu makan saja, sepertinya kamu yang mau.” Freya menjadi anggun dan tak marah, biasanya jika terjadi hal seperti ini, Freya pasti akan mengamuk, tapi kali ini Freya terlihat berbeda. Ona tertawa karena paham situasinya. Pria tampan yang sangat karismatik didepannya membuat hati Freya berdebar hebat. Pria tampan itu hendak pergi meninggalkan meja prasmanan, tapi ponsel pria itu bergetar, pria yang Freya tak tahu namanya itu langsung mengangkat telepon. ‘Halo?’ ‘…..’ ‘Apa? Apa yang dia lakukan? Katakan saja, aku tidak punya uang.’ ‘…..’ ‘Katakan saja seperti itu, aku tidak ada uang untuk membayarnya.’ ‘…..’ ‘Percaya tidak percaya bujuk dia untuk percaya. Sudah. Aku sedang bekerja,’ kata pria itu lalu memutuskan sambungan telepon. Freya mengira, pria itu adalah salah satu tamu di sini, ternyata dia hanya seorang pelayan, dia mengatakan pada seseorang bahwa ia sedang bekerja. Menjadi pelayan pastinya. Freya yang mendengarnya langsung mendekati pria yang tadi mengambil kue yang ia inginkan, ia seperti memiliki kesempatan emas untuk dekat dengan pria tampan itu. “Hai,” ucap Freya. Pria itu menoleh dan menyambut uluran tangan Freya. “Hai juga, saya … Ben,” ucap pria itu. “Ben? Nama yang bagus,” puji Freya. “Apa kita bisa mengobrol sambil minum kopi?” “Boleh.” Ben setuju dengan ajakan gadis yang sudah sering ia lihat di layar ponselnya, karena berita tentang gadis itu sering muncul. Keduanya lalu meninggalkan aula, mereka duduk di salah satu kafe yang ada di hotel tempat Teresa mengadakan party ulang tahunnya. “Kamu berasal darimana?” tanya Freya menyesap teh dengan wangi yang semerbak dan memanjakan penciumannya. “Saya dari … Manhattan,” jawab Ben duduk tegap di depan Freya. “Manhattan? Saya juga berasal dari sana,” seru Freya. “Benarkah? Saya belum pernah melihatmu,” kata Ben. “Saya memang kurang terkenal,” jawab Freya. Freya memikirkan bagaimana cara mengatakan niatnya pada Ben, ia akan di anggap gila oleh Ben jika ia melamar pria yang baru beberapa menit yang lalu ia kenal. Ben akan merasa dia gila, Freya pasti akan kehilangan rasa malu. Freya tak sengaja mendengar apa yang dibicarakan Ben melalui telepon seluler, jadi Freya beranggapan Ben membutuhkan pertolongan. “Apa kamu mau mengatakan sesuatu?” tanya Ben. “Menikah lah denganku!” Suara Freya terdengar seperti dentuman keras di telinga Ben, Ben langsung membulatkan mata dengan mulut yang membentuk huruf O. Freya sudah tidak perduli dengan omongan Ben, atau apa yang akan Ben katakan, ia suka penampilan Ben tidak seperti orang miskin pada umumnya. Jadi, Freya suka dengan penampilan Ben dan langsung melamar Ben tiba-tiba, ini karena desakan sang Ayah untuk menikah dengan seseorang. Ben tidak salah dengar apa yang Freya katakan? Seorang Freya Olive Hudson melamarnya? Ah tidak mungkin, Ben berusaha tenang, ia tidak mau besar kepala, ia menganggap apa yang Freya katakan barusan hanya lelucon atau hanya mau menggodanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD