Sebelum akhirnya bertemu dengan Ben, Freya tidak terlihat bersantai, karena kegilaannya ingin menikah beberapa orang ia ajak menikah tanpa mengenal siapa orangnya, namun saking obsesinya ingin menikah, banyak yang menganggapnya stress karena ditinggal kekasih.
Freya cukup sedih karena calon suami nomor 6 gagal. Siapa lagi yang akan menjadi kandidat ke 7 nya? Ini malah membuatnya semakin buntu.
Freya terlihat dan tenang bukan berarti ia baik-baik saja, bagaimanapun juga ia memiliki banyak janji pada sang Ayah bahkan pernah membela Ferdinan dan mengatakan Ferdinan adalah pria yang baik dan cocok untuknya.
"Berhenti, Fre. Kamu itu cantik, mapan, kayak model, punya segalanya. Apa yang kamu tangisi dari seorang calon suami nomor 6? Dia pria buruk dan tidak akan pernah menjadi pria yang baik." Ona menggeleng ikut mabuk bersama Freya. Karena Freya tak akan mendiamkannya jika ia tak ikut minum. Jika Freya sedih, Ona harus siap ikut sedih, begitupun sebaliknya.
"Kamu mengira aku menangis karena pria bodoh itu? Tidak mungkin. Aku tidak benar-benar menangis karenanya, aku hanya sedang buntu dan tidak tahu apa yang bisa ku lakukan, Ona. Aku tidak punya ide lagi untuk bisa mendapatkan suami.” Freya memukul dadanya. “Aku kurang apa, Ona? Kenapa semua orang malah mengkhianatiku? Tidak ada yang benar-benar setia.”
"Kamu tidak kurang apa pun, Fre. Kamu sempurna, hanya saja kamu belum menemukan orang yang tepat untuk kamu.”
"Aku rindu pada Anres, andaikan Anres di sini, aku tidak perlu susah untuk mencari suami, aku bisa menikah dengannya. Kembalikan Anres, Tuhan! Kembalikan dia." Freya terus menangis di hadapan Ona.
"Ya ampun kamu terlihat sangat santai dan tenang tadi, tapi ternyata kamu seperti ini di belakang layar, semua orang bahkan menganggap kamu wanita berkelas, tapi jika mereka melihat kamu mabuk-mabukan sambil menangis seperti orang yang kehilangan segalanya, mereka pasti akan tertawa." Ona menggeleng dan berusaha menghentikan Freya untuk tidak minum lagi. "Kan masih banyak cowok di luar sana."
"Cowok memang banyak sekali diluar sana, tapi hanya Anres yang mampu meluluhkan hatiku. Apakah aku salah jika aku berharap kembali kepadanya? Tapi, Anres dimana?” lirih Freya. “Aku sudah ke Jerman, tapi aku tidak bertemu dengannya. Aku di sana menunggunya beberapa hari, tapi aku tidak pernah bertemu dengannya.”
Anres Baker—pria yang meninggalkan Freya, yang menjalin kasih dengan cara LDR, namun sudah beberapa tahun tidak lagi memberi kabar.
"Salah besar. Kamu salah jika selalu berharap kepadanya. Dia itu pria b******k, dia itu tidak akan pernah membuat kamu bahagia, dia akan memiliki hartamu tapi tidak akan memberikan hatinya padamu. Kamu siap dengan konsekuensinya?" tanya Ona seolah tahu segalanya. “Kamu harus ingat Anres sudah mengambil banyak uangmu dan dia berjanji akan kembali menikahimu. Tapi sudah 3 tahun, dia tidak pernah kembali, ‘kan? Bahkan kabarnya saja tidak ada. Jadi, apa yang kamu harapkan?”
Freya menggelengkan kepala.
"Besok ada pertemuan keluarga, jadi kamu harus hadir."
"Pertemuan keluarga?" Freya tidak mengingat ada pertemuan keluarga.
"Besok kan ulang tahun Grandma."
"Astaga bisa-bisanya aku lupa besok ulang tahun grandma." Freya memukul jidatnya pelan. "Urus kado ulangtahun untuk Grandma. Beli yang paling mahal dan yang paling dibutuhkan Grandma."
"Kalau itu kamu tidak perlu khawatir, karena aku sudah menyiapkannya, yang aku khawatirkan adalah kamu saat ini, jadi berhenti minum. Besok akan ada acara keluarga jadi bersikaplah seperti biasanya. Jangan tunjukkan dirimu yang baru putus."
"Padahal grandma memintaku untuk membawa Ferdinan ke acara ulang tahunnya, tapi aku malah memutuskan Ferdinan di depan semua orang. Aku memang sudah gila.” Freya mendesah napas.
"Dia pantas dibuat seperti itu. Kamu kenapa selalu saja menyesal di belakang, sementara kamu tahu bagaimana sikap Ferdinan padamu, kalau kamu mengalah dan mau menerimanya kembali, kamu harus siap dia akan melakukan itu lagi dan lagi, juga akan membuat kesalahan yang sama, ini tidak baik untuk kesehatan mentalmu juga." Ona berusaha meyakinkan Freya. “Ingat, kamu cantik, kamu mampu memberikan apa pun pada seorang pria, jadi jangan menghancurkan harga dirimu sendiri.”
"Kamu cerewet sekali," geleng Freya.
"Selain menjadi asisten pribadimu. Aku adalah sahabatmu, jadi berhenti. Karena, aku tahu kondisimu. Kamu sudah menghempas Ferdinan bagai angin, jadi kamu harus bersiap untuk semuanya, katakan jujur saja kepada keluarga bahwa kamu dan Ferdinan sudah putus jika ditanya alasannya. Kamu hanya perlu jujur kan, tidak perlu menutup-nutupi apapun."
"Jangan mengajariku, kamu itu masih jomblo. Kamu pun nggak pernah dekat dengan seseorang, kamu malah mau mengajariku tentang seorang pria?"
"Kamu memiliki segalanya, kamu juga memiliki kecantikan di atas rata-rata, siapapun itu bahkan anak presiden pun pasti akan langsung jatuh cinta kepadamu, jadi buat apa menangis si Anres?"
"Ya namanya juga orang rindu sudah pasti akan menangis, aku juga bukan wanita batu, aku memiliki perasaan dan naluri, sudah sepantasnya aku menangis agar besok aku bisa lupa segalanya."
Hanya Ona yang tahan kepada Freya, hanya Ona juga yang mengetahui apa yang tidak boleh untuk Freya, apa yang diinginkan Freya dan bagaimana sikap Freya.
Itulah mengapa Freya merekrut Ona menjadi asisten pribadinya agar Ona bisa membantunya untuk melakukan segala hal, memiliki asisten sahabat sendiri itu lebih menyenangkan karena sahabatnya tahu segalanya tentangnya. Mereka sudah berteman selama 15 tahun, jadi Ona cukup lihai dalam pekerjaannya.
Ona juga siap menemaninya selalu, Freya tidak akan pernah merasa kesepian jika Ona selalu di sampingnya.
Freya menyeka airmatanya. Freya mendesah napas halus dan menggelengkan kepala. "Aku tak boleh menangis lagi. Aku yang sudah memutuskan hubungan dengan Ferdinan, jadi aku harus siap menerima konsekuensinya. Meskipun usiaku sudah tidak muda lagi tapi aku harus siap menerima kemarahan Daddy."
Ona mengangguk. Ia paham perasaan sahabatnya. Siapa yang akan baik-baik saja jika merindukan seseorang? Semuanya tak akan sama.
Ona tahu betul bagaimana Freya setiap putus cinta, Freya akan kehilangan jati dirinya dalam waktu singkat, namun akan kembali lagi nantinya. Begitulah seterusnya.
Apartemen mewah ini benar-benar menjadi saksi bisu tangisan Freya, sang Nona Freya yang dikenal banyak orang sebagai wanita berkelas dan tak pernah menangisi seorang pria, akhirnya menangis karena rindu pada sosok lain.