Dany menatap Hana yang dari tadi sibuk dengan minuman kaleng di tangannya. Saat ini Hana telah menghabiskan tujuh kaleng bir, dan di tangannya adalah kaleng yang ke delapan. Dia berkali-kali mencegah agar Hana tidak membuka kaleng yang berikutnya. Namun, tentu saja dia tak bisa memaksa Hana. Wanita itu membuatnya mati akal. Dany hanya bisa menghela nafas, dan mengawasi Hana agar tidak terlalu berlebihan meminum birnya.
"Hana, kau belum mau berhenti?" ucap Dany ketika Hana mengambil kaleng yang ke sembilan.
"Hahaha, Dany ... kau juga harus minum. Rasa pahit ini bagus untuk kesehatamu," Hana menatap Dany sambil terkekeh.
"Kenapa kau minum sebanyak ini? berhenti sekarang,"
"Kau kuno atau apa? kita sudah bukan anak sekolah lagi. Tentu saja harus minum sebanyak ini,"
"Ini bukan masalah kuno atau apapun, aku tak mau kau mabuk. Cukup, Hana."
"Tidak. Jangan melarangku. Lihat, aku belum mabuk sama sekali,"
"Tapi kau ..." Dany menarik nafas panjang. Dia menengadah ke langit beberapa detik, lalu kembali menatap Hana, "Jangan minum lagi. Kau sudah hampir mabuk," ucap Dany. Dia mengulurkan tangannya hendak mengambil kaleng bir dari Hana.
"Sudah kukatakan, aku tidak mabuk!"
"Kau ini ... aish, dasar keras kepala," Dany merampas kaleng bir dari tangan Hana.
Hana yang mulai sempoyongan berusaha meraih minumannya yang direbut Dany, "Kau ini apa-apaan? kembalikam padaku!"
"Tidak. Berhenti minum sekarang!"
"Dany!" Hana menerjang, dia mendapat kembali birnya lalu menenggak minuman tersebut hingga tak bersisa.
"Kau ini sebenarnya kenapa!" Dany menaikkan suaranya. Hana menatap Dany lekat lalu memukul wajah Dany dengan pelan.
"Kau ... berteriak padaku?"
"Hana, kumohon. Berhentilah bersikap aneh. Jika ada masalah, kau bicara saja denganku. Jangan menjadi gila seperti ini,"
"Gila? hahaha, akhirnya kau mengatakannya juga. Selama ini kau berpikir aku gila, kan?"
"Bukan begitu maksudku ..."
Plak! Hana menampar Dany secara tiba-tiba. Dany terdiam, perlahan dia menatap Hana, mencari tahu apa yang sebenarnya wanita itu pikirkan.
"Hana, hei ... aku disini. Tak masalah, hmmm. Katakan padaku sebenarnya ada apa?"
Hana menatap Dany lekat. Menatap bekas tamparannya di pipi Dany. Dia sangat sadar, di dunia ini hanya Danylah yang selalu mengerti dirinya. Hanya Danylah yang peduli padanya. Perlahan Hana mulai terisak. Air matanya keluar dengan cepat. Wajahnya memerah, perlahan dia menyentuh pipi Dany, lalu mengusapnya sambil menangis.
"Hiks ... kenapa kau membentakku? hik ... hiks ... dasar b******k," Hana terus menangis. Dany menghela nafas lalu menggenggam tangan Hana yang berada di pipinya.
"Jangan menangis," ucap Dany kemudian.
"Lain kali jangan membentakku! huwaaa, kau membuatku memukulmu,"
"Aku baik-baik saja. Sekarang ceritakan, ada apa denganmu? kau pacaran tanpa sepengetahuanku lagi? kau putus dengan pacarmu?" Dany bicara selembut mungkin. Suaranya yang rendah membuat Hana sedikit merasa tenang.
Hana lalu menunduk, sambil mengusap air matanya yang terus saja meleleh walau telah diusap berkali-kali.
"Ibu dan Ayahku ... mereka bercerai," ucap Hana pelan. Dany terdiam. Selama ini Hana tak peduli dengan apa yang dilakukan orang tuanya. Tapi Dany tahu, wakau begitu sering orang tua Hana berdebat dan saling memaki, jauh dalam lubuk hati wanita itu, dia tak ingin orang tuanya bercerai. Wanita rapuh ini, benar-benar ingin melihat orang tuanya akutlr dan kembali bahagia seperti saat dia kecil. Bahkan Hana pernah mengatakan, tak masalah jika mereka bertengkar, asal jangan bercerai. Kini hal yang ditakutkan Hana terjadi. Air matanya kini semakin deras, Hana menangis sesenggukan membuat Dany merasa iba.
"Bukankah aku terlihat menyedihkan? ayah dan ibuku, mereka tidak peduli padaku, hiks. Mereka sangat egois, menghancurkan hatiku. Tak ada satupun dari mereka yang benar-benar menyayangiku, hiks ...."
Dany mendekat, lalu memeluk Hana. Mencoba menenangkan wanita itu dengan sepenuh hatinya. Membiarkan wanita itu menangis di dekapannya berharap bahwa itu bisa menenangkan hati Hana.
"Sttt, tak apa. Jika kau mau menangis, menangislah. Aku ada disini, aku tak akan meninggalkanmu."
Hana benar-benar menumpahkan semua kesedihannya malam itu. Dia menangis sejadi-jadinya di dekapan hangat Dany. Tentu saja Dany tak keberatan, yang dia inginkan di dunia ini hanya melihat wanita menyebalkan yang ada dipelukannya tersebut bahagia. Dany berharap setelah menangis, Hana akan kembali tertawa seperti sedia kala.
Satu jam berlalu. Hana sudah selesai menangis, namun masalah lain muncul. Wanita itu benar-benar mabuk berat. Dengan susah payah Dany menyeret Hana menuju penginapan, Dany kehabisan nafas, dia menggendong Hana selama perjalanan, belum lagi ketika Hana berubah dan berlarian kesana-kemari. Dany terpaksa harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk mengejar dan membawanya kembali.
"Ya ampun, aku terlalu memanjakannya. Lihatlah, dia begitu berat. Itu, karena aku memasakkan semua yang dia mau. Dia benar-benar memanfaatkanku, ya ampun. Melelahkan sekali," Dany mengomel sambil menggendong Hana di punggungnya. Sesampainya di penginapan, Dany menurunkan Hana ke atas sofa di ruang tamu. Wanita itu malah tertawa terbahak-bahak dan berguling-guling tak tentu arah.
"Lihatlah, sudah kukatakan jangan banyak minum. Kau jangan berbuat ulah dengan berlarian keluar, aku akan mengunci pintu. Kau dengar?" Dany mencoba bicara kepada Hana. Tapi, percuma saja bicara dengan orang mabuk. Hana tak mendengarkan Dany, malah sibuk cekikikan dan berjalan sempoyongan kesana-kemari.
"Gingsul dimana? gingsul kau dimana!" Hana berteriak. Dany hanya bisa menghela nafas, lalu mendekati Hana.
"Hei, hentikan tingkahmu. Masuklah ke kamar, dan tidur." Ucap Dany sambil menarik tangan Hana.
"Huwaa, ini dia. Gingsul! Gingsul aku mencintaimu," Hana berlonjak kegirangan sambil memeluk Dany.
Dany melepaskan pelukan Hana darinya, lalu kembali berusaha membawa Hana ke kamar, "Aku juga mencintaimu. Tapi, sudah cukup. Kau harus tidur sekarang,"
"Aaa! mau kemana? aku tak ingin kemanapun. Ayo kita keluar. Ayo tangkap Alien," Hana kembali kabur dari Dany. Dany yang sudah lelah, mau tak mau harus kembali mengejar Hana.
"Hana!".
"Ini aliennya!" seru Hana kemudian. Lalu kembali memeluk Dany, " Hmmm, ternyata ini Dany. Dany Brown," Hana menatap Dany lekat.
Dany terdiam sejenak, laki-laki itu kemudian merapikan rambut yang menutupi wajah Hana, lalu menatap wanita di depannya dengan tatapan penuh cinta, "Hei, jangan begini. Kau sebaiknya tidur," ucap Dany pelan.
"Dany ... kau ... kau adalah alien?" Hana mundur lalu tertawa terbahak-bahak, "Dany adalah alien! hahaha," wanita itu kembali berlarian kesana-kemari membuat Dany menghela nafas panjang.
"Sudah kukatakan, jangan minum terllau banyak! merepotkan saja," omel Dany. Kini permainan kejar-kejaran kembali lagi.
"Hei, kemari. Jangan membuatku marah padamu!" Dany mencoba meraih Hana, namun wanita itu berdiri di atas sofa sambil tersenyum ceria.
"Kau tahu bagaimana kodok berenang? plup, plup," Hana memperagakan cara berenang kodok yang entah dia pelajari dari mana, "Aaa, kodoknya tenggelam. Dia lupa mengenakan pelampung, hahaha."
"Dia benar-benar sudah gila," gumam Dany sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ini adalah Dany Brown," ucap Hana sambil memeluk Lily boneka kesayangannya, "Dany Brown pemarah, dia juga tidak bisa ciuman, hahaha,"
"Ya Tuhan, tolong aku. Aku benar-benar bisa gila jika begini!"