I Leave You Cause I Love You (13)

1004 Words
Kereta sudah tiba di stasiun. Orang-orang turun satu persatu dari atas kereta. Dany yang tadinya tertidur kini mulai membuka matanya. Dia langsung menatap ke samping. Ternyata Dany dan Hana saling bersandar satu sama lain. Hana ikut tertidur setelah memperhatikan Dany begitu lama. Tangan mereka masih tergenggam. Dany tersebut tipis, dan dengan hati-hati menyentuh wajah Hana yang tertidur lelap. "Hana, kita sudah tiba. Ayo turun," ucap Dany dengan lembut. Hana membuka matanya perlahan, dia kemudian menggeliat dan kembali menyandarkan kepalanya ke bahu Dany. "Aku tak mau berjalan, ngantuk sekali," ucap Hana dengan manja. "Setidaknya turun dulu. Ayo," Dany berdiri dan menarik Hana yang tampak begitu malas beranjak dari duduknya. Sambil berjalan turun dari kereta. Hana masih bersandar dan memeluk lengan Dany. Dany tak keberatan. Dia tahu sekali bahwa Hana begitu manja. Setidaknya jika bersama dengannya. Begitu turun dari kereta, Dany menghentikan langkahnya lalu menatap Hana, "Kau masih mengantuk?" tanya Dany kemudian. Hana mengangguk pelan, "Tak mau mampir ke toserba, beli makanan apapun itu?" tanya Dany lagi. Hana kemudian menggelengkan kepalanya. Dany berdiri di depan Hana dan sedikit berjongkok, "Kalau begitu, ayo kita pulang. Kemarilah, aku akan menggendongmu." Tanpa banyak kata, Hana langsung memeluk punggung Dany. Dany kemudian berdiri dan berjalan pelan sambil menggendong Hana di punggungnya. "Kau semakin berat saja. Mulai sekarang lebih baik kurangi makanmu," ucap Dany sambil tersenyum. Hana dengan cepat menjewer telinga Dany dengan kepala yang bersandar di punggung bidang laki-laki itu, dan matanya yang tertutup. "Jangan mengejekku, jika kau terus mencariku jika aku tidak ada," ucap Hana pelan. "Aku tidak mengejek. Tapi kau benar-benar berat. Ya ampun, punggungku hampir patah,". "Dany! sialan, turunkan aku." "Yang benar? kau mau jalan kaki menuju rumah?" "Jangan turunkan. Aku tak mau jalan kaki," Hana melepaskan jeweran tangannya di telinga Dany, lalu kembali menyamankan dirinya di punggung Dany yang hangat, "Aku terlalu malas," "Kau memang selalu malas. Dasar," Dany menggelengkan kepalanya. Dia melangkah setapak demi setapak dengan santai, walau punggungnya terasa nyeri dan pegal. Sesampainya di rumah, Dany langsung membawa Hana ke kamar dan membaringkan Hana. Hana kemudian dengan manja menatap Dany lalu merentangkan tangannya. "Dany ..." "Hmm, tunggu sebentar," Dany kemudian beranjak menuju ke lemari. "Kau mau apa?" "Minta ambilkan boneka, kan?" ucap Dany lalu mengambil boneka tomat milik Hana. Hana kemudian menggelengkan kepalanya, "Aku tak mau boneka," ucapnya kemudian dengan manja. "Mau tidur tanpa Lulu?" tanya Dany dengan heran. "Hmmm, kau ... temani aku tidur," "A-Aku? kenapa minta ditemani tidur segala? tidur dengan Lulu saja," Hana menggeleng, lalu menepuk tempat tidurnya, "Temani aku. Aku tak ingin tidur sendiri," "Kau ini kenapa? biasanya kau juga tidur sendiri." "Tidak malam ini, aku ingin kau menemaniku." Dany terdiam sejenak. Dia tak tau apa yang harus dia lakukan. Namun, menatap wajah Hana yang sedikit memerah dan bibir Hana yang tampak lembut. Dany langsung kehilangan dirinya sendiri. "Hei, Dany Brown!" Hana meninggikan suaranya, membuat Dany terlonjak. "Ya ampun kau ini kenapa?" tanya Dany dengan cepat menyadarkan dirinya kembali. "Tidak mau tahu, pokoknya kau harus menemaniku!" "Iya, iya," "Matikan lampunya!" "Hmm," Dany lalu mematikan lampu dan berbaring di samping Hana, mengarahkan pandangannya ke langit-langit kamar yang usang. Dany berusaha untuk tak menatap Hana. Karena sekali tatap saja, wajah Hana bisa membuatnya lupa diri walau sedetik. "Sttt, Dany. Lihat aku sebentar," gumam Hana. Di ruangan minim cahaya itu, Dany menutup matanya tanpa menjawab. Hana kemudian menendang kaki Dany, "Gingsul. Kau tuli, ya?" "Hah," Dany mau tak mau merubah posisinya. Dia menyamping ke arah Hana, lalu menatap Hana, "Kau puas?" Haba tersenyum lembut. Dia lalu menggeser posisinya ke arah Dany. membuat jarak mereka semakin dekat. Dany hanya menatap Hana. Dia tak berani bergerak sedikitpun. Dany mengepalkan tangannya erat, sambil berusaha mencari-cari apa yang sebenarnya ada di dalam pikiran Hana saat ini. Setelah menatap Dany cukup lama, Hana lalu mengulurkan tangannya. Hana menaruh telunjuknya ke wajah Dany. Seperti melukis, mengikuti garis wajah laki-laki itu. Laki-laki di depannya yang tak pernah mengeluh walau bagaimanapun perlakuan Hana. Laki-laki terbaik, bagi Hana. Yang tak pernah pergi walau setiap orang selalu berulang kali meninggalkannya. "Gendut, kau sedang apa? aku sangat tak nyaman. Lebih baik kau tidur saja. Bukankah tadi kau mengantuk?" tanya Dany. Sebenarnya bukan rasa tak nyaman yang menyelimuti Dany. Dia hanya gugup. Gugup dengan gerakan jari Hana yang menyentuh wajahnya. Otot wajahnya beraksi menegang, dan kaku. Namun, wanita itu masih terus membuat garis di wajah Dany, menyentuh rahang Dany dengan lembut lalu kembali ke dahi. Dengan suara pelan yang menggairahkan, Hana mulai mengabsen. "Mata Dany Brown," ucapnya sambil menyentuh mata Dany, "Hidung Dany Brown," lanjutnya lagi. Dany semakin membatu, namun dia hanya membiarkan Hana melakukan apa yang diinginkan. Dany bahkan tak bisa berbuat apa-apa karena nafas hangat Hana yang sedang bicara pelan mengenai kulit wajahnya. "Bibir Dany Brown," ucap Hana dengan suara yang hampir tak terdengar. Jari Hana berhenti di bibir Dany. Wanita itu terdiam sejenak, tak melepaskan pandangannya dari bibir Dany yang lembut. Beberapa detik kemudian, Hana menatap Dany lekat, lalu menangkupkan tangannya ke wajah Dany. "Ini adalah Dany Brown. Dany Brown laki-laki terbodoh di dunia," ucapnya kemudian. Mereka saling menatap. Perlahan Dany mengangkat tangannya, dan mengarahkan jarinya ke wajah Hana. "Mata Hana Foster," ucap Dany dengan suara bergetar, "Hidung Hana Foster," ucapnya lagi. Hana tersenyum lembut. Senyum yang membuat Dany tak bisa memalingkan pandangannya. Jari Dany turun perlahan lalu menyentuh bibir Hana, "Bibir Hana Foster," Dany menatap bibir merah itu. Hana yang masih menangkupkan tangannya ke wajah Dany menggeser tubuhnya beberapa senti meter lagi, hingga mereka semakin mendekat. Wakau cahaya begitu redup, Dany dapat melihat jelas pemandangan itu. Wajah Hana, mata indah wanita itu, hidung yang begitu menahan, dan bibir yang begitu menggoda. Dany kemudian menurunkan jari-jarinya ke leher Hana. Dia menyentuh leher Hana yang hangat dan menatapnya tanpa berkedip. Hana ikut menurunkan tangannya yang tadi berada di wajah Dany kini turun perlahan dan ikut menyentuh leher Dany. Dany tertegun. Setiap bagian tubuh Hana membuatnya tak mampu bernafas dan tak bisa berpaling. Dany mengusap leher Hana pelan. Begitu lembut, dan putih. Pemandangan itu terpampang di depan matanya. Hawa panas tiba-tiba memuncak di ubun-ubun kepala Dany. Dengan sedikit berbisik, Dany bergumam. "Leher Hana Foster,"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD