Raul duduk cukup lama di dalam rumah kepala proyek. Padahal satu jam sudah berlalu, tapi pria itu belum muncul juga.
Karena hari semakin larut, Raul semakin gelisah sebab Vania sendirian di rumah. Kalau Dalam waktu lima menit dia tidak datang, maka pria itu akan pergi meninggalkan rumah tersebut.
Tidak lama kemudian seorang pembantu datang. "Harap Tuan menunggu, karena beliau masih ada urusan sebentar."
"Aku harus pulang sekarang," kata Raul karena menunggu terlalu lama.
"Kau sangat tidak sabaran Raul. Kau tahu, Aku sangat ingin bertemu denganmu." Pria itu muncul dibalik pintu.
"Cukup lama saya menunggu tuan. Saya masih ada urusan lain," kata Raul dengan wajah kesal.
"Oho…! Aku tak akan membuang waktu." Pria itu memberikan berkas kepada Raul. "Itu proyek selanjutnya."
"Kenapa kau memberikan proyek ini padaku? Bukankah pengawas lebih berhak dengan berkas itu."
"Aku tahu kau butuh uang. Makanya aku memberimu pekerjaan."
Dilihat dari segi manapun, wajah kepala proyek terlihat sangat serius. Dia tak main-main dengan apa yang ada di depannya. Namun bukan berarti Raul tidak curiga? Ia malah ingin mengorek isi hati dari pria tersebut.
"Berikan pada orang lain," tolak Raul begitu saja.
Wajah kepala proyek tampak terkejut, "Jadi, kau tidak membutuhkan uang?"
Siapa yang tak butuh uang? Semua orang membutuhkannya, termasuk Raul.
"Aku butuh, tapi uangnya harus jelas."
Hah, bagaimana cara membuat Raul menyetujui proyek itu.
"Aku butuh orang untuk membangun proyek ini. Karena hanya kau yang bisa aku percaya." Wajahnya terlihat sendu.
Sialan, Raul merasa tidak tega. "Berikan berkas itu kepadaku."
Ia pun melihat proyek yang akan digarap. Sebuah vila cukup besar dan mewah. Sayang sekali terletak cukup jauh dari kota ini.
"Aku tak bisa melakukannya." Jika harus meninggalkan Vania, Raul tidak akan melakukan hal itu. Apalagi tempatnya di luar kota seperti ini."
"Kalau berubah pikiran, hubungi aku."
Dia tak akan memaksa Raul karena takutnya menaruh curiga padanya. Main tarik ulur adalah pilihan yang tepat.
"Baik, aku pamit pulang."
Akhirnya Raul keluar dari rumah itu dengan wajah dengan banyak pikiran. Saat ini, memang dia butuh uang. Akan tetapi kalau mengerjakan proyek di luar kota, bukan keinginannya.
Pria itu pun memilih pulang sambil terus memikirkan proyek luar kota. Sampai rumah pun dia tetap memikirkannya. Hingga Vania menegur dia karena bengong tanpa alasan.
"Apa yang kau pikirkan?"
"Tidak ada."
Raul berjalan begitu saja melewati Vania yang masih menonton acara televisi. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Seorang teman yang mengurus berkas mereka berdua telah mengirim pesan beberapa waktu lalu.
"Aku tak menyadari ada beberapa pesan masuk."
Di layar ponsel tertera nominal uang yang harus dikirim agar berkas jadi. Raul yang tidak punya tabungan mulai kebingungan.
"Sialan! Aku coba bertanya pada Vania."
Buku-buku Raul keluar kamar dengan cepat.
"Vania…!" panggil pria itu membuat Vania terkejut bukan kepalang.
"Astaga…! Makananku sampai jatuh ke lantai!"
Terlihat snack berjatuhan di lantai karena ulah Raul.
"Maafkan aku. Tapi ada hal penting yang harus diketahui olehmu."
"Katakan saja!" Vania bangkit membersihkan sisa makanan yang jatuh dilantai.
"Bagaimana jika aku mengerjakan proyek di luar kota? Apakah kau akan baik-baik saja?"
Vania menghentikan kegiatannya. "Kau takut meninggalkan aku sendirian, ya….!"
Sumpah ini bukan waktunya bercanda karena Raul butuh jawaban sekarang. Melihat wajah amarah dari pria itu, Vania angkat suara.
"Pergi saja! Terima job itu. Aku baik-baik saja. Aku bisa menjaga diri. Alice yang akan menemaniku."
Meskipun mendapatkan persetujuan, tapi Raul tetap tidak tega.
"Kemarin malam kau merasa diikuti." Takutnya ada orang jahat yang akan melukai gadis itu.
"Itu hanya perasaan ku. Jangan khawatir." Gadis itu kembali duduk setelah selesai dengan aktivitasnya.
"Oke…, aku akan memberitahu kepala proyek."
Karena ada kebutuhan mendesak, Raul harus menerima tawaran yang menurutnya berat.
Sementara itu, Michael berhadapan dengan Leo. Suara bising musik yang keras tidak membuat otaknya fresh karena ketakutan besar.
"Apa kau menerima job?" Leo menaruh undangan di atas meja.
Mata Michael terbelalak. Bagaimana Leo bisa tahu tentang job yang baru saja diterima. Sungguh orang yang mengerikan.
"Apakah kau marah padaku?" tanya Michael ragu. "Kalau kau tidak setuju, aku akan meng-cancel nya."
Raut wajah Leo yang tidak berubah sama sekali membuat Michael pasrah.
"Oke, aku akan membatalkan sekarang."
"Kenapa harus dibatalkan?" Leo mengetuk jarinya di atas meja sambil tersenyum. Senyum yang jelas menyimpan banyak rencana.
"Tugasmu menjamu mereka dengan baik. Dan juga awasi dengan ketat. Aku tahu, banyak orang mu yang pintar menyamar."
Sepertinya orang yang telah menyewa tempat itu sudah membuat Leo tersinggung.
"Aku akan melakukannya," ujar Michael dengan girang. Persetan dengan orang itu, dia ingin hidup normal dan jauh dari sengsara.
Michael tidak ingin terlihat buruk dengan Leo. Dia cukup mengerikan dari kelihatannya.
"Aku menunggu performamu, Mik," kata pria itu sambil bangkit. "Ben…, pulang sekarang."
Dia pun pergi dari ruangan itu, membuat Michael lega.
"Aku kira akan dibantai. Tapi ternyata tidak. Bagaimanapun dia adalah iblis."
Kenapa Michael bisa takut dengan Leo? Beberapa tahun lalu, dia tanpa sengaja melihat pria itu memukul seseorang di ujung gang sampai sekarat. Itu karena menyinggung dirinya.
Sebab kejadian itulah, ia jadi kenal Leo. Sungguh dirinya sangat menyesal karena takdir yang buruk itu.
"Kasihan sekali kau, harus berurusan dengannya." Michael menatap undangan yang ada di atas meja. Beberapa jam lalu, ia baru mendapat uang dari Tuan Lim. Siapa sangka Lim telah menyinggung Leo.
"Nikmati pestamu besok malam."
Michael tak ingin pusing, segera keluar dari ruangan menuju ke podium. Kali ini, ia menari dengan gila sambil menegak alkohol. Dari pada pusing, mending minum sampai mabuk.
Suara musik yang terus menggema itu membuat beberapa orang tampak menggila. Saking gilanya, Michael eiseret oleh seorang wanita hingga sampai ke koridor sepi.
"Aku memperhatikan mu," katanya dengan suara serak. Michael masih sadar, tersenyum semirik.
"Bermalam denganku!" ajaknya tanpa ragu.
"Oke. Itu yang aku inginkan."
Well, dia ingin bersenang-senang mengajak wanita itu b******u mesra. Dengan rakus, mencium bibir merah seksi, mendominasi ciuman menggairahkan itu. Hingga akhirnya masuk ke dalam ruangan.
Tak lupa, Michael menutup pintu dengan rapat. Suara erangan, cumbuan pun terdengar jelas di luar ruangan. Itulah kehidupan malam Michael yang gila.
Sampai-sampai karyawan yang kerja di sana paham betul dengan tabiat Leo. Dari one stand berubah jadi kekasih, lalu dicampakkan.
Dia terkenal sebagai playboy dan penjahat kelamin.
Karyawan Leo yang tanpa sengaja lewat depan ruangan itu mendengar suara desahan e****s. Sehingga langsung menyebar gosip di grup chat. Seketika itu, isi grup langsung membahas Leo tanpa henti.
Kali ini, siapa lagi yang jadi korban? Mereka juga penasaran, dan ingin tahu kejadian seru yang akan menjadi tontonan di klub malam tersebut.