Ayo Pacaran!

1020 Words
Pagi berikutnya, Naira berjalan melewati koridor menuju ke kelasnya seperti biasa. Pagi ini terasa sunyi buat gadis itu. Dia tidak tahu kenapa, tetapi Naira merasa dunianya berubah. Seakan warna dalam hidup gadis itu mulai memudar. Tentu saja ini berhubungan dengan dia yang terpaksa harus mundur mengharapkan Ardan. Dia memang sering mendengar gosip mengenai Ardan yang dekat dengan beberapa siswa populer, tetapi entah mengapa kali ini rasanya sangat sakit. Sudah beberapa kali Naira melihat Ardan bercanda mesra dengan Reva. Mereka tampak sangat bahagia sampai membuat Naira total merasa iri. Naira ingin berada di posisi Reva. Dia ingin dekat dengan Ardan. Dia iri tidak bisa seakrab itu dengan lelaki yang dia sukai. Tapi keadaan seakan tidak mendukung. Jangankan untuk dekat, berpapasan saja sudah membuat detak jantungnya tidak karuan. "Naira! Nay!" Suara seorang laki-laki yang begitu familiar terdengar di telinga Naira. Memaksa gadis itu menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke belakang. Dia melihat Ardan tengah berlari ke arahnya. Naira total melongo. Dia merasa apa yang dia lihat seperti mimpi. Untuk apa Ardan menemuinya? Apa ada hal penting yang mau disampaikan? Apa itu tentang pembicaraan mereka yang belum selesai di kantin tempo hari? Naira bertanya-tanya seorang diri. Jarak mereka sekarang terkikis. Ardan berdiri tepat di hadapan y sambil mengatur napasnya yang masih tersengal. Seperti terhipnotis, Naira sekarang mematung sambil menatap wajah tampan sang kakak tingkat. "Ada apa, kak? Ada hal penting yang harus dibicarakan?" Naira berusaha tetap tenang. Tapi Ardan tentu paham kalau gadis di hadapannya sekarang sedang gugup. "Ini soal pembicaraan kita waktu itu. Aku mau jelasin kalau aku dan Reva tidak pacaran. Dia anak adik mamaku, dengan kata lain ... dia dan aku itu sepupuan," ucap Ardan menjelaskan. Entah mengapa Naira langsung bahagia saat mengetahui kebenaran itu. Tapi sesaat kemudian gadis itu bingung, mengapa Ardan harus sudah payah memberitahu Naira soal itu? . "Kenapa kakak harus susah payah hanya untuk menjelaskan padaku tentang masalah pribadi kakak? tanyanya dengan raut wajah penuh kebimbangan. Ardan mengulurkan tangan dan mendaratkan tangan beruratnya itu tepat di puncak kepala Naira. Pemuda itu mengelus lembut di sana dengan fokus pandangan ke wajah Naira tanpa berkedip. "Karena kamu berubah semenjak kabar aku sama Reva pacaran. Biasanya kamu tidak seperti ini Naira. Terus kenapa kamu mendadak marah saat kabar kedekatan antara aku dan Reva menyeruak?" Kenapa itu terjadi? Itu semua karena tuntutan perasaan yang Naira punya. Dia cemburu berat saat melihat Ardan jalan bersama Reva. Melihat interaksi mereka yang begitu manis, Naira seakan ingin menghilang dari bumi. "Aku tidak tahu kenapa, Kak. Sebenarnya kakak tidak perlu menjelaskan secara khusus padaku seperti ini. Di kampus ini kakak terkenal. Banyak bidang yang kakak kuasai. Kehilangan satu saja fans kakak yang seperti aku tidak akan mengubah apapun." Naira mengatakan itu dengan serius. Dia memang tidak akan menghambat semua kegiatan Ardan. "Seandainya itu bukan kamu, aku pasti akan membiarkan begitu saja dia pergi tanpa alasan. Tapi ini kamu, Naira. Aku sudah terlalu terbiasa dengan sapaan dan kehadiran kamu di setiap event yang ada aku di sana. Kamu penting buat aku." Kalimat yang keluar dari bibir Ardan menyadarkan Naira kalau diam-diam lelaki itu memperhatikan dia. Selama ini Naira mengira kalau Darian tidak pernah tahu bagaimana dia berusaha untuk selalu hadir di setiap acara yang berhubungan dengan pemuda itu. Rasa bahagia membuncah dalam batin Naira. Dia sangat senang mengetahui fakta kalau Darian menginginkan dia kembali seperti biasa. Bersorak dan meneriakkan namanya bersama penggemarnya yang lain. "Aku senang kakak ternyata mengetahui setiap kehadiranku. Terima kasih, Kak. Maaf kalau kesannya aku kekanakan. Kakak tenang aja, mulai hari ini aku akan jadi penggemar kakak lagi, kok. Aku akan selalu hadir di setiap acara yang ada kakak seperti biasa." Tiba-tiba saja Ardan membawa Naira ke dalam pelukannya. Perlakuan secara tiba-tiba itu tentu saja membuat detak jantung Naira diskoan. Diam-diam gadis itu mencubit lengannya sendiri. Sakit. Itu artinya apa yang terjadi sekarang bukan sebuah mimpi. Dia benar-benar sedang dalam pelukan Ardan. "Aku mau lebih dari itu, Naira. Melepaskan kamu tidak akan aku lakukan lagi. Ayo pacaran. Aku tidak paham bagaimana cara mengajak kamu berpacaran dengan kalimat yang romantis, tapi aku harap kamu mau menerima aku untuk jadi pacar kamu." Sekali lagi Naira terdiam mematung. Beruntung dia bisa mengendalikan diri dan tidak pingsan saat itu juga. Dia tidak salah dengar, bukan? Ardan sedang menyatakan isi hatinya. Ternyata selama ini perasaannya terbalas. "Kak, kakak serius mau pacaran sama aku? Kalau kakak cuma mau main-main, lebih baik jangan bilang seperti itu padaku, Kak. Aku takut patah hati lagi." Naira ingin memastikan semuanya. Dia tidak ingin terburu-buru untuk menerima Ardan. Pemuda itu membuat jarak di antara mereka. Dia menatap Naira dengan tatapan penuh sayang. Naira tidak menemukan kebohongan dari sorot mata Ardan. Dia tahu, lelaki yang ada di hadapannya memang sedang benar-benar serius. "Aku sudah lama suka sama kamu, Naira. Kamu selalu aku cari dalam setiap event. Maaf, aku baru berani memilih jalanku hari ini. Seharusnya aku melakukan ini sejak awal, sehingga aku memiliki banyak waktu untuk bersama kamu. Jadi gimana? Kamu menerima ajakan ku untuk pacaran atau tidak?" Ardan menegaskan sekali lagi. Dia tidak akan bodoh lagi. Dia tidak akan membiarkan Naira menjauh untuk kedua kalinya. Cukup bagi Ardan untuk membuat Naira salah paham dan berujung bersikap acuh padanya. "Aku mau, Kak. Aku mau jadi pacar Kak Ardan. Rasanya aku bahagia banget pas tahu ternyata kak Ardan punya perasaan yang sama ke aku. Maaf aku ngambekan. Seharusnya aku cari tahu dulu kebenarannya sebelum memutuskan untuk menjauhi kak Ardan." Ardan kembali memeluk Naira. Kali ini lebih erat. Seakan dia tidak ingin melepaskan lagi gadis itu dari dekapannya. "Wajar, sih. Belakangan ini aku memang punya banyak kegiatan bersama Reva. Belum lagi sikap Reva yang manja padaku. Kami juga sering tertawa bersama. Mungkin itu yang menjadi alasan kamu patah hati dan memilih untuk menjauh dari aku," ucap Ardan lembut seraya membelai rambut gadis itu. "Jadi waktu di kantin, kakak mau ngomongin ini juga ke aku?" "Waktu itu aku cuma mau menjelaskan ke kamu soal kebenaran hubungan antara aku dan Reva, tetapi kemudian aku menyadari apa yang aku rasakan. Aku jatuh cinta sama kamu, Naira. Jangan tanya sejak kapan, aku tidak tahu kapan aku mulai suka sama kamu." "Terima kasih, Kak. Terima kasih untuk semuanya. Aku sayang kakak "
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD