"Kok kamu diem aja disitu? Sini masuk, Risa masuk juga sini udah lama gak ke rumah." Ujar Hana membuyarkan Sava dari keterkejutannya. Risa berdeham dan melewati Sava yang masih berdiri mematung menghampiri Hana dan memberikan salam.
"Udah mau nikah ya lagi sibuk-sibuknya ngurus ini-itu." Hana melanjutkan obrolan. Risa terkekeh sebentar.
"Tadi habis test food sama Sava dan habis nonton juga jadi mau mampir ke sini sekalian, Ma." Risa memeluk Hana bagaikan ibu ya sendiri.
"Belum makan dong? Makan disini aja gimana? Tristan ikut makan disini juga ya." Ajak Hana kemudian.
"Tidak usah repot tante, saya sebenarnya sudah mau pamit."
"Kok ke sini cuma nganterin kue doang, makan aja sekalian." Bujuk Hana.
Tristan memberikan senyum sopan, "Mungkin kalau diberi kesempatan saya akan ke sini lagi makan bareng."
"Datang aja kapanpun, pasti Tante sambut. Ya sudah, titip salam buat Mama mu ya."
"Baik, Tante."
"Sava, antar Tristan ke depan ya." Perintah ibu nya tidak mungkin ia tolak, maka Sava hanya memberikan anggukan kecil tanpa ekspresi dan berbalik menuju teras rumah diikutin Tristan dibelakangnya.
"Apa maksud sebenarnya kamu?"
Tristan memasang wajah tidak mengerti.
"Kamu kesini bukan cuma sekadar ngasih kue aja kan?"
"Sebenarnya sih memang bukan cuma itu, aku ingin bertemu kamu."
Sava menghembuskan napas.
"Kenapa? Bukannya kita udah menyelesaikan masalah kita?" lanjut Sava.
"Iya, memang sudah selesai. Tapi aku ingin kita bisa memulai hubungan yang baru. Melupakan lembaran masa lalu. Toh, kita ternyata di jodohkan, kenapa tidak kita realisasikan saja? Jalan udah dibuka."
Sava tidak percaya dengan apa yang sedang dibicarakan oleh Tristan."Mungkin bagi kamu itu bukan masalah yang besar banget, tapi lain hal nya dengan aku yang harus menanggung semua kejadian masa lalu seorang diri. Kamu gak pernah merasakan apa yang aku rasain dulu, terus sekarang kamu datang meminta perjodohan ini lebih baik di realisasikan saja? Dimana pikiran kamu, Tristan?"
"Oke, kejadian itu sudah lama sekali dan kita masih sangat muda. Aku datang untuk memperbaiki semuanya, menawarkan sesuatu yang baru untuk kita. Kita berdua sudah sama-sama dewasa sekarang, tentu kita bisa lebih bijak menyikapi setiap masalah yang ada, termasuk masalah masa lalu kita, bukan?"
"Kamu tidak pernah mengerti, orang tua aku tidak pernah tahu tentang kamu bagaimana kalau mereka tahu tentang masa lalu kita, apa menurutmu padangan mereka?"
"Aku bisa sampai pada titik ini, aku udah memikirkan semuanya. Kalau perlu aku harus bersimpuh di depan orang tua kamu memohon ampun dan meminta izin untuk diberi kesempatan memperbaiki semuanya."
"Jangan pernah kamu untuk melakukan itu. Sudah cukup aku membuat orang tua ku kecewa aku gak mau membuat mereka harus mengulang sakit yang sama dengan kehadiran dan pengakuan kamu yang udah kadaluarsa itu, kita lebih baik jalani hidup masing-masing. Kamu tentu bisa untuk mencari perempuan lain yang lebih pantas."
"Bagaimana dengan mu kalau begitu?"
"Tidak usah repot mikirin aku, aku baik-baik saja."
"Apa kamu sudah punya perasaan kepada pria lain?"
Butuh beberapa detik untuk Sava menjawab. "Tidak ada pria lain."
Beberapa saat kemudian, Tristan pamit untuk pulang lalu Sava kembali masuk ke dalam rumah menyusul Risa dan keluarga mereka yang sudah berada di meja makan. Risa memberikan tatapan yang mengisyaratkan bahwa apakah dirinya baik-baik saja. Sava hanya memberikan anggukan singkat untuk memberikan jawabannya lalu kemudian ia duduk di sebelah Risa.
"Jadi bagaimana perkembangan persiapan pernikahan kamu, Ris?" tanya Hana yang rupanya lebih antusias membahas mengenai masalah pernikahan, Sava punya firasat kalau nanti dirinya juga kena semprot ibu nya.
"Gedung dan catering udah fix, Ma."
"Semoga lancar ya menjelang harinya biasanya banyak tekanan dari segala pihak, katanya kamu mau gaun pernikahan mu dari Sava?"
"Iya, sudah ngukur kok Ma tinggal tunggu jadi nya aja."
"Mama ikut senang deh, do'ain juga Sava tuh supaya cepet dikasih jodohnya gak baik nunda-nunda."
Tuh kan, bener aja. Sava cuma manggut-manggut.
"Tristan baik kelihatannya, gimana menurut mu Sava?"
"Jangan melihat orang dari kesan pertama ketemu Ma."
"Yah semoga sih beneran baik-baik aja, Mama kan kenal sama Mama nya Tristan. Satu geng arisan gitulah. Dia juga kelihatannya nunjukin mau melanjutkan hubungan kalian." Risa berdeham pelan, ia merasa tidak enak berada dalam situasi seperti ini meskipun ia sudah dianggap menjadi bagian dari keluarga.
"Memangnya dia ada ngomong gitu ke Mama?"
"Feeling aja." Hana mengangkat kedua bahu nya. Sava tidak menjawab malah mengalihkan pembicaraannya kepada Risa tentang konsep foto pre-wedding dirinya. Untungnya Hana tidak lagi kekeuh bertanya yang macam-macam tentang perasaan Sava.
***
Pembicaraan dengan Tristan masih membuatnya terjaga hingga tengah malam, ia tidak bisa tidur walaupun sudah berusaha untuk memancing melakukan hal-hal yang bisa bikin mengantuk. Kali ini, Sava hanya menyalakan lampu disamping kasurnya dan membaca n****+ yang sudah ia beli kemarin, bermaksud untuk mengalihkan pikirannya malah membuat dirinya tidak bisa mencerna buku yang sedang dibacanya. Sudah setengah jam Sava membaca pada bab satu isi namun tidak bisa lagi berkonsentrasi
Akhirnya Sava menutup n****+ lalu mengambil ponsel nya, ia mulai berselancar di media social pribadi yang sangat jarang ia buka, di i********: nya hanya ada beberapa foto dirinya yang di foto ala candid yang di foto oleh Lita asistennya, terakhir ada foto dirinya dan Rissa yang terlihat tertawa bersama menghadap kamera dan juga ada beberapa contoh sketsa gaun untuk bisnis nya yang mempunyai laman sendiri. Beberapa saat kemudian, ada sebuah notifikasi yang menandakan ada follow request dari seseorang. Sava segera membuka tab notifikasi dan menemukan ada nama akun Sabian Ravantino yang menginginkan berteman dengan Sava di i********:.
Sava membuka akun Bian yang ternyata juga dikunci oleh pemiliknya, lalu setelah ia memencet tombol confirm dan mem-follow Bian beberapa saat kemudian, permintaan pertemanan Sava diterima oleh Bian.
Cepet juga. Sava tersenyum. Sava lalu membuka akun profil Bian yang sudah memiliki lumayan banyak followers, pria itu juga tidak begitu banyak menampilkan foto dirinya, kebanyakan hanya foto-foto seperti gedung, zebra cross, ada beberapa foto sunset dan sunrise. Sava bisa menyimpulkan kalau Bian mungkin memiliki hobi memotret bukan di potret dan ia juga sering bepergian. Lalu ada notifikasi lagi ini menandakan adanya Direct Message dari Bian.
Sabian Ravantino : Belum tidur ya? Cepet juga confirm follow request nya. :D
Savannah Adiva : Iya belum tidur, kalau udah tidur gak bisa buka Ig lah :p
Sabian Ravantino : Hahaha iya juga. Foto kamu sedikit.
Savannah Adiva : Iya aku memang jarang buka i********: dan bingung mau posting apa di sini. Kamu kelihatannya suka foto ya.
Sabian Ravantino : Fotoin objek lain atau orang, iya suka. Tapi sangat jarang untuk selfie J
Savannah Adiva : Hobi?
Sabian Ravantino : Iya masih sekitar hobi aja.
Savannah Adiva : Tapi kelihatan sudah professional.
Sabian Ravantino : Wah terima kasih, aku jadi tersanjung.
Savannah Adiva : Kamu suka ikut komunitas buat foto-foto gitu gak sih? Kelihatannya fotonya dari banyak tempat.
Sabian Ravantino : Kalau ikut komunitas sih enggak. Belum pernah. Kebetulan kalau aku lagi mendatangi suatu tempat entah itu perjalanan atau memang lagi liburan, ketemu spot yang bagus ya langsung foto aja.
Savannah Adiva : Oh begitu.
Sabian Ravantino : Kapan-kapan kamu mau ikut aku hunting foto gak?
Wanita tidak suka pertanyaan gini nih jadi bingung gimana jawabnya.
Savannah Adiva : Kamu beneran ngajakin aku?
Sabian Ravantino : Iya kalau kamu mau dan enggak keberatan. Sekalian cari bubur ayam aku mau tau rasanya bubur tanpa di aduk :p
Savannah lalu tertawa, ia ingat pembicaraan mereka saat makan siang pertama kali setelah bertemu di toko buku, mereka mendiskusikan Bian yang selalu mencari kecap untuk setiap makanan, Sava yang sukanya pedas gurih dan bubur ayam tanpa di aduk. Kelihatannya mereka berdua berbeda dari segi selera tapi saat itu Bian berkata bahwa "Perbedaan itu ada untuk menyatukan, aku gak masalah ada perbedaan selama kita bisa menjadi diri sendiri"
Savannah Adiva : Boleh, aku mau. J
Akhirnya Sava menerima ajakan Bian, lalu mereka sepakat untuk menyudahi pembicaraan karena sudah terlalu malam. Selama beberapa saat Sava hanya terdiam mencoba untuk mencerna apa yang sedang ia rasakan saat ini setelah berkomunikasi dengan Bian. Di dalam hatinya ada satu laci yang sudah lama ia tutup rapat-rapat dan kini terbuka lagi, orang yang perlahan membuka laci nya itu adalah orang baru yang sama sekali tidak ia duga. Bahkan Tristan pun tidak bisa meluluhkan hatinya.
***