Pemakaman kini tengah di berlangsungkan, semua keluarga semenjak malam sudah dihubungi termasuk Pak Kyai dan Bu Kyai tak lupa juga sahabat dekatnya selama di pesantren yang tak lain adalah Vio.
Semua orang yang telah dihubungi hadir memenuhi pemakaman tersebut. Dokter Raka dan dokter Nisha juga hadir di sana. Mia benar-benar beruntung masih banyak yang peduli dengannya.
Mia teringat dengan perkataan almarhumah sahabatnya, 'Jika kita punya niatan baik, meskipun tidak di dukung oleh orang yang diharapkan, percayalah akan ada banyak ribuan yang datang dengan sukarela membantu kita. Karena Allah menyukai orang-orang sabar'.
Dalam surat Al baqorah ayat 153
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
"Yā ayyuhallażīna āmanusta'īnụ biṣ-ṣabri waṣ-ṣalāh, innallāha ma'aṣ-ṣābirīn."
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."
Tidak ada kerugian bagi mereka yang bersifat sabar dalam menghadapi segala macam cobaan dan ujian hidup dari Allah SWT. Sebaliknya, Allah SWT telah menjanjikan beragam hal bagi mereka yang mampu sabar menghadapi kesulitan hidup.
Sang Pencipta sangat cinta kepada orang-orang yang sabar. Hikmah di balik kesabaran adalah kebahagiaan. Allah meninggikan derajat orang yang sabar. Karena kesabaran malah, maka ganjarannya adalah surga.
Kesabaran hanya dimiliki oleh segelintir orang, mereka yang hatinya senantiasa tenang dan meyakini benar bahwa Allah di atas segalanya. Sabar bukanlah perkara yang mudah. Oleh sebabnya, Allah sudah menyiapkan hadiah yang tidak semudah yang kita bayangkan. Sabar sendiri merupakan peran yang penting untuk meningkatkan kualitas keimanan dan moral seseorang.
⏺️⏺️⏺️⏺️⏺️
Pemakaman berlangsung dengan sangat hikmat, semua yang hadir satu persatu meninggalkan tempat tersebut. Terkecuali Mia dan beberapa orang terdekatnya saja. Seperti Pak Kyai beserta istrinya, Vio, Mamah dan Papah mertuanya.
Begitu juga dengan Fero yang terlihat sangat terpaksa berada di sana. Tidak lupa juga dengan dokter Nisha dan dokter Raka. Keduanya turut hadir menyaksikan pemakaman tersebut hingga akhir.
Miandhita terus saja menangis tanpa henti, semakin ditahan maka semakin menyiksa hatinya. Mengenai takdir seseorang, semuanya telah mempunyai garis hidupnya masing-masing. Bahkan ada juga yang baru saja lahir tapi tak lama kemudian dipanggil oleh sang maha Kuasa. Karena mungkin takdir garis hidupnya memang sudah seperti itu.
Berjalannya pemakan dibimbing langsung dengan dipanjatkannya doa dari sang Pak Kyai. Rasa prihatinnya kepada sosok dari wanita didikannya yang tak lain adalah Mia kini sudah lengkaplah sudah. Pak Kyai pikir setelah menikah Mia akan merasakan kebahagian sesuai dengan yang diharapkannya. Tapi, lagi dan lagi sang takdir lebih berkuasa. Dan hanya orang-orang yang diberikan kekuatan sabar yang dapat melewatinya.
Pak Kyai hanya dapat membantu lewat doa yang selalu dipanjatkannya. Anak didiknya di Pesantren memanglah banyak, tapi Mia sangatlah berbeda. Ia sosok wanita yang kekuatan hatinya sama persis dengan sang istri, Bu Kyai dan Winda selaku anak angkatnya yang telah dipanggil oleh Sang Pemilik Alam. Ya, atas permintaan Winda yang kala itu menitipkan Mia untuk dididik dengan baik, maka dengan senang hati Pak Kyai pun mengiyakan permintaan tersebut.
Waktu semakin siang, terik matahari kini juga sudah mulai meninggi dan cukup menyengat di kulitnya jika terus berlama-lama di jemur di sana. Dengan cara yang cukup halus, Pak Kyai meminta bantuan kepada sang istri untuk mengajak Mia agar segera bangkit dari sana karena tidaklah baik menangisi orang yang telah meninggal, apalagi sampai merasa terpuruk seperti itu.
Di saat Bu Kyai ingin mendekati Mia yang masih setia berjongkok di sana dengan di temani oleh Vio dan dokter Nisha yang berkali-kali mengajaknya untuk segera bangkit dari sana, namun selalu diabaikan oleh Mia sendiri. Sosok sang mertua Mia lebih dulu mendekatinya, maka dari itu Bu Kyai pun memilih untuk mengalah meskipun ia juga rasanya ingin merengkuh Mia yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri sama seperti Winda. Keduanya punya tempatnya masing-masing yang berharga di hati Bu Kyai.
⏺️⏺️⏺️⏺️⏺️
Sebesar apapun usaha untuk tetap kuat dan tegar tetap saja hatinya yang selembut sutra selalu merasakan perih, dikala melihat kenyataan pahit yang di hadapinya, baru saja ia diterima baik atas proses hijrahnya oleh orang tuanya, dan belum sempat menunjukan kebaktiannya kepada orang tuanya, tapi takdir alam selalu mempunyai caranya sendiri.
Disini, di depan batu dua batu nisan sekaligus, Mia benar-benar menyaksikan secara langsung dari awal pemakaman hingga akhir. Rasanya kaki ini tidak ingin pergi meninggalkan kedua makam tersebut, meskipun dua orang yang berada di samping kanan-kiri terus mengajaknya untuk segera bangkit dari sana, tapi Mia selalu menolaknya, karena enggan untuk menjauh dari orang tuanya.
Hingga sosok wanita yang sudah berumur itu yang tak lain adalah Mamah mertuanya sendiri datang untuk menghampiri. Vio yang peka akan kehadiran dari sosok tersebut memberikan peluang untuk wanita paruh baya itu untuk dapat bercuap. Mungkin Mia akan mau jika diajak oleh mertuanya tersebut.
“Sayang …,” Mamah mertua mulai membelai kepala Mia yang dilapisi oleh jilbab hitam panjang yang dikenakannya. “yang telah usai jangan kamu pikirkan terus-menerus. Ini sudah kehendak Allah sayang, dan kita hanyalah pemeran di dalamnya. Apapun yang terjadi kita harus pandai-pandai bersyukur,” ungkap Mamah mertua.
Mia tau apa yang ia lakukan sangatlah berlebihan, tapi apalah daya, ia baru saja merasakan kebahagian dari dekat karena dapat memeluk sang Bunda dan Ayah tapi hanya dalam beberapa jam ia harus kehilangan pelukan lagi, namun untuk yang saat ini, ia akan kehilangan untuk selamanya.
“Sayang, kamu jangan terus berlarut seperti ini, ingat! Kamu masih punya Mamah, Papah, dan Fero selaku suami kamu. Ingat ya sayang kamu tidak sendirian banyak orang-orang yang disekitarmu yang sangat menyayangi kamu dan membutuhkan senyum serta tawa ceria kamu. Lalu kamu tidak lupa kan tugas dari seorang istri yang harus selalu dapat membahagiakan sang suami agar suami tidak lari mencari wanita lain,” ujar Mamah mertua dengan melirik Fero, anaknya sendiri yang keberadaannya di samping Papah mertua.
Fero yang disindir pun hanya acuh tak acuh, ia sungguh tidak peduli dengan keadaan saat ini, andai Papah nya tidak menghalangi dirinya disaat hendak pergi lebih dulu maka bisa dipastikan ia sudah sampai rumah dan sedang menikmati waktu santainya mengingat semalaman ia berjaga dengan terus mendengarkan isak tangis dari sang istri yang benar-benar mengganggu telinganya.
Saking terlalu lamanya Mia menangis hingga ia pun susah bersuara dan hanya dapat mengeluarkan sesenggukannya menahan rasa sesak dalam d**a. Setelah sepersekian detik meresapi ucapan dari Mamah mertua yang memang ada benarnya ia pun juga harus bangkit, dan bayangan ingatan semalam, dimana ucapan dari sang suami sangat menyakiti hatinya. “Menangis terus menerus juga tidak akan menghidupkan orang tua kamu. ” Begitulah sekiranya ucapan yang dilontarkan langsung dari mulut sang suami.
Mia menarik nafasnya dengan sangat dalam berharap hal tersebut dapat merilekskan dirinya kala itu. Mamah mertua pun memeluk Mia lalu mencium pipinya, Mia membalasnya dengan rasa yang paling dalam ia sungguh merindukan pelukan dari sang Bunda dan Ayahnya. Dan Mia berharap keluarga barunya tersebut siap menerima dengan tulus apa yang ada di diri Mia.
Dalam pelukan Mamah mertua Mia menyempatkan diri untuk melihat orang orang di sekitarnya yang begitu setia menemani dirinya begitu lama setelah pemakaman tersebut. Begitu juga Mia tidak lupa memandang sang suami yang akhir-akhir ini ia merasakan suatu interaksi dengan orang yang lama. Apakah mungkin Mia tengah merindukan sosok lama juga, tapi entah itu siapa orangnya? Mia masih berpikir keras akan hal itu.