Tak ada rasa cinta yang tumbuh dalam d**a, tapi sebagai seorang laki-laki yang sudah menjadi suami kini ia pun harus bertanggung jawab penuh atas istrinya.
Berkutik dengan ego memang tidak ada habisnya. Hati dan pikiran selalu bertolak belakang. Ketika hati ingin memilih tapi pikiran menghalangi lantas langkah kaki tak akan berbuat apa apa.
Terlihat saat ini Fero tengah mondar-mandir di depan kamar mandi, ia tengah menunggu istrinya yaitu Mia keluar dari sana tapi nyatanya tidak ada tanda-tanda Mia akan keluar dari sana, yang terdengar hanya bunyi kran yang terus mengalir.
Rasa penasaran dan khawatir kini mulai menyerangnya. Jujur ia bingung akan melakukan hal apa. Dengan sangat hati-hati meski harus Berkutik melawan ego, akhirnya Fero memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar mandi tersebut.
Saat tangan sudah mulai akan mengetuk tiba-tiba pintu itu terbuka dengan sendiri, yang tak lain pintu itu dibuka dari dalam kamar mandi tersebut.
Mia keluar dari dalam kamar mandi tersebut dengan pakaian seperti biasanya. Gamis dengan jilbab lebarnya serta niqob yang selalu setia menemani kemanapun ia pergi. Sebetulnya jika hanya sendiri di dalam kamar tidur maka ia akan melepaskan niqob tersebut. Tapi, berhubung kini ia sudah menjadi istri dari Fero rasanya ia canggung untuk melakukan hal tersebut. Biarkan Fero sendirilah yang akan membukanya.
Cinta? Memang keduanya belum ada rasa cinta yang tumbuh di dalam dirinya masing-masing. Tapi apa boleh buat Mia menikah buat karena menuruti hawa nafsunya saja, melainkan ingin menyempurnakan sebagian agamanya. Sedangkan Fero, menerima pernikahan tersebut lantaran karena perusahaannya masih dibawah kekangan seorang Ayahnya. Maka dari itu jika ia tidak menuruti keinginan dari sang Ayah maka perusahaannya berada pada posisi yang bahaya.