Ukiran wajah yang hampir mendekati dengan kata sempurna, mata yang biasa digunakan untuk menundukan pandangan kini ia tidak lagi karena sosok orang yang berada dihadapannya telah sah menjadi suaminya.
“Saya tau saya ganteng, hati-hati jangan terlalu lama menatap saya seperti itu nanti kamu jatuh cinta,” ucap Fero.
“Bukankah sudah sepantasnya sang istri mencintai suaminya,” dengan refleks Mia membalas ucapan Fero tanpa berpikir panjang lagi.
Seketika saat itu juga Fero langsung membuka matanya dan mendapati Mia yang kini tengah menatapnya tepat di depan wajahnya dan itu sangatlah dekat.
Degupan jantung berpompa lebih dari biasanya, dengan jarak yang sangat dekat seperti itu ia bisa melihat dengan jelas mata indah milik Mia, di dalam mata itu ia melihat bayangan sosok wanita yang sudah lama ia cari-cari.
Tapi logika selalu menolak untuk mengakui hal itu, karena martabat seorang Feroka jauh lebih mementingkan egonya. Tidak ingin sampai ketahuan akan pesona Mia, Fero langsung memalingkan wajahnya dari hadapan Mia.
Mia sadar dengan perilaku sang suami yang ternyata suaminya itu juga mempunyai tingkah lucunya. Mia yang sejak dulu sangat hobi menggombali laki-laki jelas itu cukup mudah untuk Mia menaklukan nya.
Kegiatan menggombali laki-laki dengan tujuan memberikan harapan palsu sudah sering ia lakukan di kala dulu saat dirinya belum hijrah, tapi setelah berhijrah kini Mia tidak lagi melakukan hal tersebut. Dan sekarang baru ia berani melakukanya kepada Fero, lantaran sosok itu kini sudah sah menjadi suaminya.
“Mas,” panggil Mia. Suara Mia begitu sangat lembut di indra pendengaran Fero. Dan setelah sekian jam baru kali ini Mia memanggilnya seperti itu.
Fero berusaha bersikap tenang, ia menaikan sebelah alisnya yang menandakan dirinya sedang menjawab 'ada apa?'
“Saya ijin sebentar ya, mau sholat untuk menenangkan diri saya.”
“Yaudah sih sholat ya tinggal sholat, kenapa harus bilang. Itu namanya pamer! Ibadah ko' di pamerin.”
Jauh dari yang diharapkan, sebenarnya Mia berharap bahwa Fero juga akan ikut dengannya untuk melakukan sholat bersama. Tapi diluar dugaan Fero menjawab dengan entengnya seperti itu. Mata yang tadi berbinar seketika jadi redup hanya karena ucapan Fero yang sangat menusuk hatinya.
“Ya sudah saya pamit dulu ya, Assalamualaikum.” Mia menjulurkan tangannya berniat untuk menjabat tangan sang suami dan hal itu diterima dengan terpaksa oleh Fero.
Mia mulai melangkah jauh meninggalkan tempat itu dan mencari mushola dekat untuk melakukan shalat rutinnya setiap malam.