3

1465 Words
Sudah satu minggu acara Orientasi Mahasiswa berlangsung. Meski awalnya Saga kerepotan, namun karena teman kelompoknya bisa diajak bekerja sama, Saga pun bisa melewati acara pengenalan kampus yang membosankan dengan sangat lancar. Hari ini adalah hari terakhir acara Orientasi Mahasiswa. Bisa dikatakan malam ini adalah acara puncaknya. Seminggu berlalu, Saga mulai akrab dengan teman-teman kelompoknya. Semuanya. Termasuk Ayano. Yang paling dekat adalah Asep karena guyonan mereka satu frekuensi. Setiap tahun, acara puncak Orientasi Mahasiswa selalu diadakan di luar kota. Kata kenalan Saga, acaranya tidak jauh berbeda setiap tahunnya. Acting berkelahi para senior, dimarah-marahi senior, aksi debus senior, yang terakhir enggak. Dan yang paling wajib adalah persembahan penampilan musik atau drama dari setiap kelompok. Tentu saja, acaranya dilakukan malam hari, ditambah bakar-bakar api unggun. Mahasiswa banget pokoknya. Meskipun sudah lumayan akrab, hubungan Saga dengan Ayano masih belum ada perkembangan. Saga masih belum bisa berbicara normal dengan Ayano. Saga juga masih curi-curi pandang, tidak berani menatapnya secara langsung. Hubungan Saga dan Ayano masih sekedar pemain dan pelatih Bahasa Indonesia. Namun, untuk saat ini, itu sudah lebih dari cukup bagi Saga. *Jam 11 malam di dataran tinggi Lembang "Bangun oi, bangun!" Suara teriakan dari senior membangunkan Saga yang sedang bermimpi indah. "Ayo, saatnya jalan-jalan malam. Cepetan keluar!" Para senior membentak. Saga dan teman kelompoknya segera bangun dan bersiap-siap untuk jalan-jalan malam. Kalau bahasa pramukanya 'Jurit Malam'. Saga kira semua sudah bangun, ternyata si Asep masih ngebo. "Sep, bangun oi!" Saga menggebrak-gebrak tubuh Asep. Asep masih belum bangun. Karena kesal, Saga dan teman kelompoknya akhirnya menyiram wajah Asep dengan air es teh bersama es batunya. "Anjiir, lu ngapain kampret!" Asep terbangun. "Tapi, enak juga ya es tehnya." Setelah Asep bangun, mereka semua langsung caw keluar penginapan. "Gilaaa. Dingin banget di sini," ucap Asep lantas menutup resleting jaketnya. Kelompok Saga sudah berkumpul semua. Sekarang saatnya jurit malam. Sebelum memulai perjalanan, dua orang senior memberi mereka arahan. Mereka adalah mbak Rara dan mbak Rere. "Ini peta perjalanan kalian. Nanti ada lima stand. Di setiap stand, kalian harus menjawab satu pertanyaan. Kalau salah, kalian gak boleh lanjut!" Mbak Rara menjelaskan. "Ini ada sepuluh biji korek api. Tolong jaga baik-baik. Jangan sampe hilang!" Mbak Rere menambahkan. "Biji?" Asep kebingungan. "Eh, batang maksudnya." Mbak Rere membenarkan. "Jadi, Mbak Rere lebih suka biji atau batang?" tanya Asep. Wajah Mbak Rere langsung kemerahan. "Oi dek, jangan macem-macem ya sama senior. Kamu jangan berpikiran m***m!" Mbak Rara membentak. "Yang bener kan sepuluh batang korek api, bukan sepuluh biji korek api. Mesumnya dari mana Mbak?" Asep kebingungan. Dua senior perempuan itu kehabisan kata-kata. "Udah lah, cepetan pergi!" Mbak Rara mengusir. Mereka pun langsung pergi ke lokasi jurit malam. Asep tertawa-tawa sendiri. *** Malam hari di dataran tinggi Lembang memberi kesan tersendiri bagi Saga. Udaranya sangat dingin. Angin yang berhembus menusuk sampai ke tulang. Suasana pun hening, hanya ada suara jangkrik. Meski udaranya dingin, suasana di sini begitu hangat. Mereka bersepuluh sama-sama menempuh perjalanan untuk jurit malam. Selama perjalanan, bebera anak asyik mengobrol. Asep asyik menggoda para gadis. Saga asyik mencuri pandang pada Ayano. Pokoknya, suasana di sini sangat hangat. Seandainya ada Argi, mungkin akan lebih menyenangkan. Akhirnya, mereka tiba di stand pertama. "Perkenalkan diri kalian masing-masing!" Seorang senior yang bernama Rio berbicara dengan nada membentak. Mereka pun memperkenalkan diri masing-masing dengan sedikit gemetaran. Ketika giliran Ayano, Mas Rio menyuruhnya untuk berkenalan dengan menggunakan bahasa Indonesia. "You Ayano, Right? Please introduce yourself with Bahasa Indonesia!" Mas Rio masih membentak. Ayano tampak tenang, hanya saja sedikit ragu-ragu. Karena khawatir, Asep langsung bicara pada Mas Rio. "Mas, Ayano orang Jepang. Dia belum ngerti bahasa Indonesia," ucap Asep dengan lemah lembut. "Saya tidak nanya kamu. Saya nanya ke Ayano!" Mas Rio tetap mengeluarkan nada tinggi. Asep langsung terdiam. "Ayano, you are now studying in Indonesia. You must speak Bahasa. If you can't, you shall not pass this stand!" Ayano tersenyum dan mulai berbicara. "Nama saya, Shiraishi Ayano, asal dari Jepang. Sebuah kehormatan, bisa kuliah, dan belajar, di Indonesia. Saya harap, saya bisa, mendapat ilmu, sebanyak-banyaknya, di negara ini. Selain itu, saya juga, mohon bimbingannya Mas Rio, dan kakak-kakak, yang lainnya." Ayano membungkuk. Semua orang tidak ada yang bereaksi. Walau logatnya masih hancur dan potongan katanya tidak pas, mereka tetap bertepuk tangan setelah mendengarnya. Mas Rio sampai kehabisan kata-kata. Di tempat itu, hanya Saga saja yang tidak kaget. "Tuh, itu kamu bisa ngomong bahasa Indonesia. Kamu diajari siapa?" tanya Mas Rio. "Saya diajari sama, Saga." Ayano tersenyum sambil menunjuk ke arahnya. *Jlebb Untuk yang kedua kalinya, Saga merasa sebuah panah menancap ke dalam jantungnya. Tapi, panah ini tidak menyakitkan. Malah membuat Saga merasa berbunga-bunga. Mungkin cupid telah menembakkan panah hatinya. "Ya sudah, silakan kalian lewat. Stand pertama cuma untuk perkenalan saja," ucap Mas Rio. Mereka pun berpamitan dan segera melanjutkan perjalanan. Setelah kejadian itu, Ayano jadi bicara menggunakan bahasa Indonesia bersama teman-temannya. Saga bingung harus senang atau sedih. "Kapan lu ngajarin Ayano bahasa Indonesia?" tanya Asep. "Tiap abis kumpul kelompok, Ayano suka nongkrong di kantin. Nah, gua ajarin Ayano di sana." "Lu gak modus, kan?" "Enggak lah. Orang Ayano nya yang minta ke gua. Katanya sih, karena gua ganteng. Makanya dia pengen diajari sama gua." Hidung Saga seketika mancung. "Njiir. Lu pede banget ya jadi orang." Asep geleng-geleng kepala. Saga hanya membalas dengan tawa. Tak terasa, mereka sudah tiba di stand ke dua. Sama seperti sebelumnya, mereka semua berkenalan terlebih dahulu. "Nah, sekarang waktunya kuis. Coba kalian jawab, ya. Ini pertanyaannya. Apa bedanya kucing sama kucring?" tanya Mbak Nia. Semua anak terdiam, tidak ada yang tahu jawabannya. "Kalau gak bisa jawab, kalian gak boleh lewat." Mbak Nia mengancam. Asep mengangkat tangan. "Kucing itu hewan, kucring itu bukan hewan," tebak Asep. "Salah!" Semua anak mulai berdiskusi. Saga merasa pernah mendengar teka-teki ini. Dia mendengarnya di radio semalam. Saga langsung angkat tangan dan menjawab. "Kucing itu kakinya empat. Kalau kucring kakinya emprat." "Yeay, betul!!! Silakan lewat!!!" Mbak Nia memberi jalan. Mereka berhasil melewati stand yang kedua. Di perjalanan menuju stand ketiga, Ayano berjalan mendekati Saga. "Wah, Saga hebat, bisa tahu jawabannya!" Saga hanya tersenyum saja agar terlihat keren. Selama perjalanan menuju stand ketiga, Ayano berjalan di sebelah Saga. Meski mereka tidak membuka suara, rasanya tidak canggung sama sekali. Sepertinya yang lain tidak sadar kalau Ayano sedang berjalan di sebelah Saga. Ayano sepertinya tidak begitu peduli berjalan di sebelah siapapun. Ekspresinya tidak menunjukkan perubahan. Perjalanan menuju stand ketiga cukup jauh. Saga sangat bersyukur karena ia jadi bisa berada di dekat Ayano dengan begitu lama. Akhirnya, tibalah mereka di stand ketiga. "Selamat datang di stand ketiga. Seberapa tangguh dirimu?" Mas Andi menanyai Asep. "Seberapa tangguh gua? Kemarin gua nahan boker!" "Terus?" "Sampe sekarang!" ucap Asep dengan jelas. "Oh iya, silakan lewat kalau begitu." Mas Andi mempersilakan. Di stand ketiga ini mereka tidak ditanya apa-apa. Mereka hanya disuruh menceritakan cita-cita dan alasan mereka mengapa mendaftar di kampus ini. Seniornya ramah-ramah. Tidak marah-marah. Malah, mereka disuruh duduk-duduk terlebih dahulu sambil menikmati es teh hangat. Seniornya senang bercanda. Mereka sangat betah tinggal di stand ini. "Sep, gua udah gak bisa lanjut jalan." Saga tiba-tiba mengeluh, dia meringis saat menyelonjorkan kakinya. "Lah, lu kenapa Sag?" "Kaki gua terkilir. Sakit banget." "Kok bisa?" Saga lalu berbisik pada telinga Asep. "Gua tadi merhatiin Ayano terus, terus gua salah nginjak tanah, malah nginjak batu. Gua hampir jatuh, dan kaki gua terkilir." "Oh, gitu."  Asep tidak menertawakannya, dia justru memanggil senior untuk membantunya.  "Kak, kaki Saga terkilir. Bisa tolongin dia?" "Siapa yang terkilir?" tanya salah satu senior. "Saga. Ini orangnya." Kejadian itu cukup mengundang perhatian. Teman-teman sekelompok Saga mulai terlihat mengkhawatirkannya. Termasuk Ayano. Seorang laki-laki yang terlihat cukup tua berdiri dari tempat duduknya. "Coba aku lihat." Senior itu memeriksa kaki Saga sampai membuat si pemilik kaki meringis. "Ah, aku bisa tolongin kalau begini. Serahkan saja padaku." Senior itu memberikan kompres es pada kaki Saga untuk meredakan sakitnya, setelah itu dia memberikan perban pada kakinya. Dia juga melakukan sedikit pijatan pada kaki Saga sehingga membuat kaki Saga terasa lebih baikan. "Istirahat dulu saja sebentar. Nanti kamu bisa jalan lagi." Saga merasa sangat tertolong. "Kakak siapa namanya?" "Ah, aku Martin. Kamu siapa?" "Saga. Makasih banyak, Kak. Suatu saat akan kubalas kebaikan Kakak." "Iya, santai." Ada satu kelompok yang datang saat kelompok Saga masih berada di sana, tapi para senior tidak mempermasalahkannya. Mereka tetap membiarkan Saga dan kelompoknya beristirahat terlebih dahulu. Setelah kaki Saga baikan, barulah mereka melanjutkan perjalanan. "Terima kasih atas bantuannya, Kak." Saga berterima kasih sekali lagi pada Martin. "Iya, sama-sama. Lain kali hati-hati, ya." "Siap." Mereka pun melanjutkan perjalanan jurit malam ini. Di stand berikutnya, yaitu stand keempat, mereka ditanya pengetahuan tentang kampus ini. Mulai kapan berdirinya, ada berapa jurusan, sampai diminta menyanyi lagu kebangsaan kampus ini. Secara keseluruhan, stand keempat masih bisa mereka lewati dengan lancar. Semua itu berkat Ayano. Dia yang paling banyak tahu segala hal tentang kampus ini meskipun dia mahasiswa asing. Saga dan teman-temannya jadi merasa malu karena kalah tahu dari Ayano.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD