" Aku," Satu suara membuat Firman langsung spot jantung. Bagaimana tidak, yang datang adalah Alina adiknya.
" Heh...kamu itu tidak sopan masuk kantor orang tidak permisi," bentak Ilena.
Sementara Firman wajahnya begitu pucat saat melihat Alina berdiri dan menatapnya.
" Aku gak ada urusan dengan sampah macam kamu," jawab Alina sambil melangkah mendekati mereka.
" Al. Kamu ngapain kemari?" tanya Firman gugup.
" Justru aku yang harus tanya? ada hubungan apa Kang Firman dengan wanita itu?" Pertanyaan yang mampu membuat Firman terdiam.
' Mampus gua. Alamat marah besar kalau sampai Alina ngadu sama abah,' batin Firman.
" Heh...apa kamu budeg. Aku sudah bilang tadi kalau aku kekasih mas Firman. Kamu sendiri siapa?" bentak Ilena.
" Apa betul yang dikatakannya itu kang?" tanya Alina tanpa menoleh sedikit pun pada Ilena.
Wajah Firman semakin pucat. Bibirnya terasa kaku untuk menjawab pertanyaan Alina.
" Baik kalau kamu tidak menjawab pertanyaanku. Aku serahkan semuanya sama kak Anisa. Tapi, kalau kamu masih berhubungan dengan perempuan itu, ingat aku tidak akan tinggal diam," ancam Alina sambil membalikan badannya keluar dari ruangan Firman.
Setelah Alina pergi, Firman menjatuhkan pantatnya kekursi. Kedua tangannya memegang kepala dan menggaruk - garuknya.
" Argh...Kenapa jadi begini sih," ucap Firman kesal.
" Kamu kenapa mas, sepertinya kamu ketakutan sama perempuan itu, emangnya siapa dia?" tanya Ilena penasaran.
" Gimana tidak, dia itu Alina adikku. Madalahnya kalau sampai dia ngadu sama abah, urusannya bisa tambah runyam. Lagian kamu juga, seneng banget bikin ulah dengan Anisa? kamu kan tahu, walau gimana pun, Anisa itu istriku, istri sah. Jadi jelas keluargaku akan ngebela dia," ucap Firman kesal.
Sikap Ilena yang selalu saja ingin mempermalukan Anisa berbuntut pada terbongkarnya hubungan mereka oleh Alina. Dan ini bukan masalah kecil, karena kalau sampai Habibi tahu, Firman akan kena narah besar, bahkan bisa - bisa hubungan dengan Ilena pun harua disudahi.
" Aku mana tau kalau dia itu adikmu," jawab Ilena yanh juga terlihat kaget setelah tahu siapa Alina sebenarnya.
" Makanya lain kali, kamu gak usah ganggu Anisa. Kecuali dia ganggu kamu. Dan itu hal yang tidak mungkin kalau Anisa ganggu kamu. Sekarang hubungan kita tinggal nunggu aku pulang. Seandai Alina ngadu sama abah, maka dengan terpaksa kita harus mengakhiri hubungan kita," jawab Firman sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi.
" Aku tidak mau kalau kita putus. Lagian kenapa sih kamu takut betul sama abah kamu. Kamu kan sudah bisa ngambil keputusan sendiri," ucap Ilena.
" Jelas aku takut, kalau sampai aku diusir abah dan disuruh pisah sama Anisa, maka hak perusahaan pun akan beralih pada Anisa. Dan aku tidak akan dapat apa - apa lagi. Memangnya kamu mau hidup miskin sama aku?" jelas Firman.
" Jelas aku gak mau lah kalau sampai kamu jatuh miskin, aku belum siap untuk itu," jawab Ilena terang - terangan.
" Sekarang, sebaiknya kamu pulang. Biarkan aku sendirian dulu. Kepalaku pusing," pinta Firman.
Tanpa harus diperintah dua kali, Ilena dan Ratna pun pulang. Sementara Firman masih bingung, mencari cara agar Alina tidak ngadu sama abah.
Firman terus mencari cara agar masalah ini bisa segera selesai, tanpa harus diketahui oleh Habibi. Firman ingat. Satu - satunya orang yang bisa memberi masukan adalah Mirza.
Tanpa pikir panjang, Firman pun segera pergi menemui Mirza. Tak lupa juga Firman mengajak Disa. Firman ingin meminta saran dari sahabatnya itu. Walau oun sebenarnya, Mirza sudah memberi masukan tapi tidak didengar. Kini situasinya makin sulit setelah Alina mengetahui semuanya.
Sesampainya di tempat yang sudah di janjikan, Firman dan Disa pun langsung menemui Mirza yang sudah menunggunya.
" Assalammualaikum Mir," sapa Firman sambil langsung duduk.
" Waalaikum salam, ada perlu apa lo ngajak ketemuan?" tanya Mirza tanpa basa - basi.
" Gua butuh bantuan lo, ini masalah gua dengan Ilena. Gua bener - bener bingung Mir," jawa Firman. wajahnya terlihat kusut. Ada ketakutan dari sinar matanya. Firman benar - benar tidak tahu harus berbuat apalagi.
" Memang ada apa antara lo sama Ilena?" tanya Mirza sambil menatap wajah sahabatnya itu. Dia mencari penjelasan tentangsituasi masalah yang dihadapi oleh Firman.
Sementera Disa yang memang sudah tahu akar masalahnya, hanya diam tidak ikut nimbrung pembicaran kedua pria tampan itu.
" Gua bingung Mir. Tadi Adik gua melihat Ilena datang kekantor gua. Bahkan sebelumnya, dia juga sudah berantem dengan Ilena dan menampar Ilena, karena Ilena mencoba menyakiti Anisa," jelas Firman.
Mirza sejenak tidak menjawab. Dia pun bingung harus gimana cara menolong sahabatnya itu. Andai Alina mengadukan masalah ini pada Habibi, maka Firman akan habis - habisan kena marah.
Mirza tahu betul sifat abahnya Firman yang sangat tegas. Apalagi ini menyangkut masalah Anisa yang merupakan menantu pilihan mereka. Sudah pasti, Firman yang akan kena sasaran amukan Habibi.
" Waduh, kayanya gua gak bisa bantu kalau urusannya sudah seperti ini. Cuma ada satu cara yang bisa lo lakuin man," ucap Mirza sambil menyesap kopinya yang sudah dipesan sejak tadi.
“ Apapun caranya akan gua lakuin, asal jangan gua disuruh pisah dengan Anisa,” jawab Firman tanpa sadar membuat Mirza sedikit mengernyitkan alisnya. Mirza paham sekarang. Sebenarnya, Firman sudah mulai mencintai Anisa. Tapi egonya terlalu tinggi, dan Firman gengsinya masih besar, hingga tidak mau mengutarakan oerasaannya itu secara langsung pada Anisa.
“ Man, gua mau tanya satu hal. Kenapa lo gak mau pisah sama Anisa? Bukankah lo tidak mencintai dia?” tanya Mirza, sementara Disa memasang rekaman suara sebagai bukti buat Anisa suatu saat di butuhkan untuk mempertahankan rumah tangganya.
“ Entahlah Mir, gua juga bingung. Gua gak ngerti dengan perasaan gua sendiri. Yang gua tahu, Anisa adalah Wanita yang baik, taat agama, lembut, sepertinya memang Wanita yang pas untuk dijadikan seorang istri, dan ibu bagi anak – anaku. Dan aku, selalu merasa nyaman saat berada bersamanya.” Jawab Firman.
Mirza hanya tersenyum. Alangkah besar ego seorang Firman, sampai begitu sulit untuk mengatakan kalau dia sudah jatuh cinta pada Anisa, dan Firman tahu hal itu, karena dia memang sudah berpengalaman tentang percintaan.
“ Firman – Firman, lo itu terlalu naif. Gengsi lo terlalu gede. Lo sudah tahu jawabannya, tapi lo gak mau ngakuin kalau lo sudah jatuh cinta pada Anisa.”
“ Saran gua sih, lo jujur sama Anisa, bahwa lo mencintainya. Dan mulailah menjadi seorang suami yang baik, yang selalu ada buat bini lo, sudahi hubungan lo sama Ilena, karena akan membuat lo berantakan jika masih diteruskan,” saran Mirza.
“ Tapi gua cinta sama Ilena Mir, gua gak mau kehilangan dia. Di aitu terlalu cantik buat gua tinggalin,” Jawaban Firman membuat Mirza dan Disa geleng kepala.
“ Kalau gitu, lupakan Anisa, biarkan dia Bahagia dengan lelaki yang lebih pantas untuknya. Laki – laki yang bisa melihat kecantikan seorang perempuan dari hatinya bukan Fisiknya,” jelas Mirza.
“ Gua gak bisa lakuin itu Mir, gua juga gak mau kehilangan Anisa, karena di aitu terlalu baik,” Mirza geleng kepala dengan sikap Firman yang terlalu berambisi tidak jelas.
“ Tapi lo gak bisa memiliki keduanya. Anisa pun akan menolak itu, jadi maaf gua gak bisa bantu. Gua sudah ngasih saran sama lo, pilihan sekarang ada sama lo,” jawab Mirza tegas.
Firman terdiam. Hatinya memang lagi bingung untuk menentukan pilihan. Anisa sangat berarti baginya, sementara Ilena terlalu cantik untuk di lupakan. Tapi, apa yang dikatakan oleh Mirza benar, Firman tidak bisa memiliki keduanya. Dan Anisa pun pasti tidak mau.
“ Kita lupakan dulu masalah itu, gua mau minta saran. Gimana caranya agar abah tidak tahu kalau gua masih ada hubungan dengan Ilena? Gua bener – bener butuh pendapat lo. Biasanya lo penuh dengan ide cemerlang,” ucap Firman.