Dia pasti sudah gila

2160 Words
Emily kembali pulang ke apartemennya pada hari minggu sore. Lukman menjemput kekasihnya itu namun sayangnya kedua orang tua Emily sedang pergi sehingga Lukman tidak bisa bertemu. Lukman pun hanya menurunkan Emily di lobby apartemen wanita itu karena Lukman tau kalau kekasihnya itu butuh istirahat untuk mempersiapkan diri bekerja keesokan harinya. Selain itu Lukman memang menghindari berdua dengan Emily di ruangan tertutup demi menjaga Emily dan kewarasannya. "Aku langsung pulang ya..." Emily mengangguk dan Lukman kembali melakukan kebiasaan lamanya dengan mengecup dahi Emily sebelum berpisah. Emily pun tidak menolak karena walau ada rasa takut tapi ada juga rasa senang yang Emily rasakan karena Lukman kembali padanya. "Hati-hati di jalan ya, Mas.. Sampai jangan lupa kabarin aku.." Lukman tersenyum hangat dan mengangguk. Emily pun keluar dari dalam mobil Lukman dan masuk ke dalam gedung apartemennya. Emily berjalan lurus ke arah lift dan saat ia hendak memencet tombol lift, seseorang memanggil namanya. Emily mengurungkan niatnya dan mencari sumber suara. "Hai, Kaf..." Emily menyapa Kafka ketika pria itu sudah sampai di depannya. Kafka pun tersenyum lebar, "Gue nungguin elo dari pagi tapi enggak nonggol-nonggol juga. Lo pergi dari pagi-pagi ya? Dari tadi gue di lobby enggak liat elo turun." Emily kaget sekaligus bingung mendengar pengakuan terakhir Kafka, "Elo nungguin gue dari tadi?" Kafka mengangguk santai. "Ada apa?" Emily bertanya dengan nada bingung yang jelas terdengar. Kafka menggaruk tengkuk lehernya yang sebenarnya tidak gatal, "Enggak ada apa-apa sih. Tadinya gue mau ajak elo jalan keluar mumpung hari minggu tapi gue tungguin elo gak muncul-muncul. Gue chat elo juga belom di bales." Emily meringis, "Sorry, gue kalo di rumah emang jarang pegang hp, Kaf." "Gak apa-apa. Gue kalo di rumah orang tua gue juga gitu. Tapi kalo gue ajak lo jalan sekarang mau?" Kafka mencoba peruntungannya mengajak Emily pergi sore ini. "Sorry, Kaf. Lain kali ya.. Gue capek banget jadi gue mau istirahat cepet rencananya. Besok udah hari senin lagi," Emily berusaha menolak ajakan Kafka dengan sopan agar pria itu tidak sakit hati. Kafka mengangguk pelan. "Gak apa-apa.. Lain kali mau ya, gue ajak jalan.. Gue serius soal ucapan gue waktu itu, Em.." Emily pun langsung mengerti ucapan yang Kafka maksud. "Tapi, Kaf..." "Gak usah dijawab sekarang..." "Kaf. Gue.." Kafka memencet tombol lift, "Lo mau istirahat, kan? Naik gih.. Gue mau ke minimarket dulu.." Begitu lift terbuka, Kafka mendorong pelan Emily hingga masuk ke dalam lift. Kafka pun melambaikan tangannya pada Emily hingga pintu lift tertutup. Pasca pintu lift tertutup Emily menghela nafas panjang. Ketika lift naik, Emily memutuskan kembali turun ke lobby mencari keberadaan Kafka. Emily kembali untuk menegaskan kalau dirinya tidak mungkin menerima perasaan pria itu. Namun Emily tidak menemukan Kafka. *** Emily melakukan rutinitasnya dengan berangkat ke kantor dan langsung pulang kalau tidak ada pekerjaan yang harus ia lemburkan. Emily melakukan siklus itu dari senin sampai jumat lalu berulang selama sepuluh tahun lebih tanpa ada masalah berarti. Selama ini pun Emily memiliki atasan yang begitu profesional dalam urusan pekerjaan. Namun kehadiran Wisnu merubah flow itu. Kedatangan Wisnu yang membuat hidupnya mendadak rusuh. Karena kehadiran Wisnu dan tingkahnya, Lukman menjadi kembali mendatanginya. Ini adalah sebuah langkah baik karena Emily jadi tau kalau Lukman masih memiliki rasa yang sama dengan dirinya. Lukman ingin memperjuangkan kembali hubungan mereka walau dirinya takut tapi Emily senang tapi Wisnu tidak berhenti sampai disitu karena atasannya itu terus mengusiknya. Namun untungnya dalam urusan pekerjaan Wisnu tidak jauh berbeda dengan kedua atasannya yang sebelumnya. "Lo lembur lagi, Em?" Bayu bertanya dengan nada bingung melihat Emily masih fokus pada layar laptopnya padahal jam sudah hampir menunjukan pukul lima sore. Emily yang mendengar pertanyaan Bayu pun mengalihkan perhatiannya dari deretan kalimat yang sedang ia ketik menuju pojok kanan bawah dimana terdapat jam disana. Lima menit lagi sudah jam lima sore dan Emily baru sadar kalau sudah hampir jam pulang. Emily pun menatap Bayu dan mengangguk. "Mending lo pulang deh, Em. Ini hari senen dan lo masih mau lembur? Minggu kemarin elo udah lembur terus. Jangan sampe atasan kita naik mobil alphard tapi elo naik mobil ambulance," Bayu berucap santai. Emily membulatkan matanya mendengar ucapan ngawur Bayu dan langsung beristighfar dengan cepat. "Mulut lo beneran ngaco, Mas. Kumur-kumur sana. Omongan lo jelek banget." Bayu hanya terkekeh mendengar ucapan Emily. Emily memasang wajah memelas, "Lo kan tau sendiri anak buah gue ada dua yang resign. Kalo bukan gue yang handle, siapa lagi?" "Jangan terlalu malem, Mbak. Lo bisa drop," Langit angkat suara kali ini sambil berdiri dan menggunakan tas ranselnya. "Iya, Mbak. Kalo elo drop malah ambyar nanti," Hilman tidak mau ketinggalan ikut angkat suara menimpali. Emily dengan cepat mengangguk dan mengangkat kedua jempolnya, "Tinggal dikit lagi kok. Cuma gue kan perlu review ulang sebelum gue majuin. Gue rasa paling jam tujuh gue udah kelar." Langit pamit disusul oleh Hilman meninggalkan Bayu dan Emily berdua di dalam ruangan mereka. Bayu sendiri kini sedang merenggangkan tubuhnya sambil mengecek jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Gue liat elo sama Lukman lagi? Lo lembur-lembur begini ngejar biaya nikah?" Emily merotasi bola matanya mendengar ucapan Bayu, "Mau kepo kan, lo?" Bayu terkekeh, "Jelas. Gue itu kalo kepo tandanya sayang, Em. Gue kalo kepo tandanya peduli. Ama anak staff gue sekedar tau informasi tapi gue enggak sekepo ini." Emily merotasi bola matanya mengabaikan pertanyaan Bayu mengenai Lukman dan melihat deretan kalimat di layar laptopnya, "Pas awal-awal gue ngerasa kalo kerjaan gue main-main tapi gaji gue serius tapi makin kesini kok makin kesana." Bayu terkekeh, "Algantara makin gede, Em. Selain itu dompet kita tebel dulu karena bos kita anaknya yang punya Algantara. Ryandra itu royal dan gampang diporotin." Emily mengangguk, "Bener sih.. Sekarang gaji kita emang makin gede tapi kerjaan kita juga ikut-ikutan makin banyak.." "Ya, kali makin dikit kerjaan kita, Em.. Lagian kita harus bersyukur. Sejauh ini enggak ada perusahaan yang bisa kasih kita gaji yang sama dengan yang disini kecuali lo pindah kerja ke luar. Beda lagi ceritanya. Beda kurs jelas beda jumlah." "Lah, tumben lempeng otak lo, Mas... Tapi kerja di Indo aja udah pusing gue, masa iya pindah ke luar. Bahasa Inggris gue aja kadang masih numpang nyontek ke mbah gugliii.." Bayu terkekeh lalu fokus pada ponselnya sementara Emily berusaha kembali fokus pada laptopnya. Wisnu tiba-tiba keluar dari ruangannya dan berdiri di depan meja kerja Emily dan membuat fokus Emily kembali ambyar. "Ly, siap-siap ya. Kita akan lembur hari ini. Kamu ikut saya meeting dengan Pak Ryandra. Beliau bilang mau coba ajak seorang designer buat kolaborasi sama-sama dan kebetulan orang itu sedang ada di Jakarta. Hari ini kita kenalan dulu." Emily meringis, "Kalo saya ikut meeting nasib kerjaan saya gimana, Pak? Ini deadlinenya besok loh, Pak. Projectnya Pak Ryandra langsung ini.. Meetingnya ini mau kenalan aja kan, Pak? Boleh saya ikutnya kalo udah mau kerja sama aja gitu? Kalo saya ikut nanti kerjaan saya yang ini gantung, Pak." Bayu terkekeh, "Gantung banget bahasa lo, Em? Kayak hubungan aja gantung." Emily mendelik ke arah Bayu yang ikut campur dalam percakapannya dan Wisnu. Namun Bayu memilih mengalihkan tatapannya pada ponselnya. "Gak balik lo? Nunggu apa? Nunggu diusir?" Emily bertanya dengan nada sengit pada Bayu. Wisnu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum geli melihat aksi Emily sementara Bayu malah tersenyum menyengir pada teman satu divisinya itu, "Sorry deh.. Gue balik nunggu bini gue, Em.. Mau sekalian jemput dia ada di rumah sodaranya.. Manggaaa dilanjut lagi urusan kalian.. " Emily menatap Wisnu yang sedang tersenyum geli, "Masih banyak enggak gantungan kamu? Dibawa aja laptop kamu nanti dikerjain dijalan. Ini dinner meeting. Pak Ryandra udah atur semuanya dan saya diminta ajak kamu karena kamu kan yang pegang lini fashion." Emily menghela nafas pasrah, "Enggak banyak sih.." "Oke, siap-siap ya. Kita jalan lima menit lagi. Kamu bisa lanjut di mobil nanti." Wisnu berucap cepat kemudian meninggalkan Emily untuk kembali ke dalam ruangannya. Emily menatap Bayu dengan tatapan memelas, "Gue mau balik jam tujuh... Kenapa jadi meeting jam tujuh sih, Mas...." Bayu tertawa kecil mendengar nada memelas Emily, "Nikmati aja udah.. Kerjaan kita dari dulu kan udah begini.. Kalo elo udah capek ya pilihannya gampang, tinggal...?" "Resign..." Emily dengan cepat menjawab dengan nada lesu. "Nah itu tau..." Emily mendengus pelan sambil membereskan barang-barangnya, "Terus gue jadi pengangguran gitu? Kan elo tau sejauh ini Algantara yang bayarannya paling oke.. Kalo gue enggak kerja nanti nambah-nambahin beban nyokap bokap gue yang ada." "Nikah, Em.. Nikah... Biar elo jadi beban suami lo.." Bayu berucap asal. Emily merotasi bola matanya dan berucap dengan nada sewot, "Kayak anak ayam baru netes lu, Mas. Susah dikit mikir mau nikah.. Nikah juga masalahnya beda lagi.." Tawa Bayu kembali terdengar mendengar nada sewot yang terlontar dari mulut Emily dan tawa itu terhenti tidak lama kemudian saat Wisnu keluar dari ruang kerjanya dengan membawa barang-barangnya berdiri di dekat meja Emily, "Ayo, Ly.." Emily menghela nafas panjang dan mengangguk. Emily beranjak dari tempatnya membawa barang-barangnya mengikuti Wisnu meninggalkan ruangan itu dan Bayu dengan menyebalkannya melambaikan tangannya seakan meledek Emily. *** Emily benar-benar bekerja selama perjalanan menuju tempat meeting. Wisnu tidak menginterupsi konsentrasi Emily sehingga pekerjaannya selesai bertepatan dengan mereka sampai ditempat meeting mereka malam itu. Emily pun mengikuti Wisnu dengan membawa buku catatannya dan tas pribadinya. Emily meninggalkan tas laptopnya di mobil Wisnu atas perintah atasannya itu. Emily dan Wisnu sampai berbarengan dengan Ryandra yang sampai dengan Lukman disisinya. Mereka berempat masuk ke dalam ruangan dan tidak lama kemudian orang yang mereka tunggu pun datang. Mereka semua memesan makan malam sebelum memulai pembahasan mereka. Anandita Elsheva adalah designer terkenal yang memiliki sebuah butik khusus hasil karyanya. Wanita paruh baya itu ditemani oleh seorang asisten perempuan yang terlihat fokus memperhatikan jalannya pertemuan itu. Pertemuan hari itu akhirnya membahas mengenai kerjasama distribusi karya ekslusif seorang Anandita Elsheva dan menjadi tugas Wisnu dan Mila untuk mencari tau mengenai tren fashion yang sedang berkembang di masyarakat sebagai inputan dari pihak Algantara. Pertemuan yang berlansung selama dua jam itu pun berakhir tepat jam sembilan malam. Anandita Elsheva dan asistennya meninggalkan tempat pertemuan mereka menyisakan keempat orang yang masih berdiri ditempat mereka masing-masing. "Saya balik duluan ya," Ryandra pamit pada Wisnu dan Emily. Wisnu dengan cepat mengangguk. "Silahkan, Pak. Saya dan Emily juga langsung jalan pulang setelah ini." Ryandra pun spontan menoleh ke arah Emily, "Kamu pulang naik taksi atau mau bareng saya? Lukman bisa anter kamu pulang, Em." Emily sudah hendak menjawab pertanyaan bos besarnya itu namun Wisnu dengan ngaconya menjawab pertanyaan Ryandra. "Emily akan pulang bersama saya, Pak. Ada yang masih mau kami bahas." Emily menoleh menatap Wisnu kaget lalu menoleh ke arah Lukman yang memberikan wajah tidak suka. Emily tidak mungkin menolak ucapan Wisnu karena itu akan menimbulkan kebingungan muncul di kepala Ryandra Algantara. "Em?" Emily menoleh ke arah Ryandra dan mengangguk, "Iya, saya barengan Pak Wisnu aja, Pak. Ada yang masih mau dibahas sama beliau." Wisnu tersenyum lebar dan Ryandra dengan santai mengangguk. Ryandra menatap Lukman yang berada disebelahnya, "Man, ayo kita pulang." Lukman pun dengan patuh mengangguki ucapan bosnya dan mengikuti bosnya yang sudah pamit pada Wisnu dan Emily. Lukman jelas sedang menahan emosi. Lukman merasa Wisnu mempunyai niat lain pada Emily. Namun mengkonfrontasi Wisnu sekarang akan membuat Ryandra tau mengenai urusan pribadinya dan Lukman menghindari hal itu. Lukman pun sudah menyusun rencana untuk mengajak Wisnu berbicara. Emily dan dirinya sudah sepakat sama-sama berjuang artinya mereka kembali bersama. Lukman jelas harus menegaskan bahwa Emily adalah miliknya. Sementara itu selepas kepergian Ryandra dan Lukman, Emily mengikuti Wisnu untuk mengambil laptopnya yang berada di dalam mobil pria itu dan pamit namun Wisnu menahannya. "Saya antar kamu.." Emily menghela nafas panjang, "Tidak perlu, Pak. Terima kasih. Saya pamit dulu." Wisnu tidak menyerah. Pria itu menghalangi jalan Emily dengan berdiri dihadapan wanita itu dan Emily memandang kesal pria itu, "Mau bapak apa sih, Pak? Saya sudah peringatkan bapak untuk tidak ikut campur urusan saya tapi bapak terus mengabaikan peringatan saya. Bapak juga selalu mencampur aduk urusan pekerjaan dan urusan pribadi. Saya bisa melaporkan bapak ke kantor karena sikap bapak ini sudah menganggu saya." Wisnu menatap lekat wanita dihadapannya yang sedang memandangnya dengan tatapan kesal itu. Wisnu memandangi wajah Emily. Ekspresi Emily saat ini terasa familiar dimatanya. Ini yang membuat Wisnu tidak bisa memalingkan wajahnya dari Emily. Namun berada di sisi Emily pun sebuah kemustahilan karena Wisnu tau apa bagaimana hubungan Emily dan perasaan wanita itu. Emily mendengus melihat keterdiaman Wisnu, "Ini benar-benar peringatan saya terakhir. Saya akan melaporkan Bapak ke kantor kalau Bapak terus membuat saya tidak nyaman seperti ini." Setelah mengucapkan kalimatnya Emily pun melanjutkan langkahnya melewati Wisnu yang masih diam menatapnya. Wisnu memutar tubuhnya. Matanya mengikuti kemana Emily bergerak. Wisnu memandangi punggung mungil yang bergerak menjauhinya itu. Wisnu tidak bisa membayangkan ia jauh dari Emily. Wisnu sudah menyadari perasaannya. Wisnu tertarik pada Emily. Tanpa pikir panjang Wisnu pun angkat suara, "Kalau saya bilang, saya tertarik sama kamu, apa itu cukup membuat kamu mengerti alasan saya selalu berada disekitar kamu? Apa bisa kamu memberikan saya kesempatan untuk lebih dari sekedar teman kamu? Saya ingin mengenal kamu lebih dekat, Ly. Saya sungguh tertarik sama kamu." Langkah Emily berhenti mendadak. Tubuh Emily menegang sempurna mendengar apa yang Wisnu ucapkan barusan. Kepala divisinya itu pasti sudah gila.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD