Kembali membuat ulah

2000 Words
Wisnu masuk ke dalam ruangannya dan memanggil Emily. Hari ini ada jadwal Emily mempresentasikan deadlinenya dan yang ada dikepala Wisnu saat ini adalah rasa penasarannya akan pertemuan antara Emily dan Lukman. Wisnu berusaha untuk bersikap profesional dengan memisahkan urusan pribadi dan pekerjaan namun rasa penasarannya seakan menggerogoti dirinya dan Wisnu hampir gila dengan rasa penasaran yang ia rasakan. "Bapak panggil saya?" Emily bertanya ketika ia sudah duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Wisnu. Wisnu yang tadinya sedang menatap layar laptopnya pun langsung menutup layar itu dan menatap Emily dengan wajah serius. Emily mendadak merasakan sesuatu yang tidak beres sudah terjadi sampai Wisnu bersikap seserius ini. "Pekerjaan kamu dan team kamu sudah selesai?" Wisnu bertanya dengan nada serius. Emily mengangguk. "Sudah, Pak." Wisnu menatap Emily lekat-lekat, "Yakin tidak ada kesalahan?" Emily mengangguk lagi. Wisnu menghela nafas panjang, "Kalau gitu saya mau tanya hal lain." Emily mengerutkan alisnya mendengar ucapan Wisnu kali ini, "Bapak mau tanya apa?" Wisnu mengusap wajahnya dengan kedua tangannya untuk menghilangkan rasa frustrasinya, "Saya penasaran dan rasanya saya hampir gila memikirkan apa yang kamu bicarakan sama Lukman?" Emily membulatkan matanya mendengar ucapan Wisnu. Pria ini kembali mau mencampuri urusannya? Emily pun spontan mengepalkan kedua tangannya menahan rasa kesal yang kembali melenggak. Atasannya ini lagi-lagi mengabaikan ucapannya. Emily berdiri dari tempat duduknya dan menatap Wisnu dengan tatapan dingin. "Saya tidak mengerti lagi bagaimana cara saya harus mengingatkan anda supaya tidak ikut campur urusan pribadi saya." Wisnu terdiam melihat wajah Emily yang memandangnya dingin. "Saya minta anda tidak ikut campur. Anda hanya orang asing yang baru saya kenal beberapa bulan belakangan jadi saya harap anda sadar dimana posisi anda berada saat ini. Anda hanya orang asing." Emily menekankan setiap kata di kalimat terakhir yang ia ucapkan. "Ly..." "Saya tidak pernah ingin memiliki musuh tapi kalau anda bersikap seperti ini terus maka saya tidak bisa menahan diri untuk memindahkan anda menjadi musuh saya." Ucapan Emily mendadak membuat Wisnu panik. "Ly, saya tidak..." "Berhenti ikut campur urusan saya dan Mas Lukman. Bagaimana hubungan kami kedepan adalah urusan kami. Anda tidak perlu ikut campur." Emily dengan cepat memotong ucapan Wisnu lalu dengan cepat meninggalkan ruangan Wisnu. Emily keluar dari ruangan Wisnu lalu terus melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan divisinya. Emily perlu waktu sendiri. Emily sadar Bayu, Hilman dan Langit melihatnya dengan pandangan bingung ketika melihatnya keluar dari ruangan Wisnu. Jelas wajahnya tidak baik-baik saja. Emily kembali ke ruangannya namun ia hanya diam. Bayu, Langit dan Hilman saling memandang satu sama lain dan ketiganya membuat satu grup baru di w******p mereka tanpa Emily di dalamnya dan Langit yang menjadi inisiator grup itu dan membuat nama MBAK EM KENAPA? Bayu : Kenapa mesti gini deh nama grupnya? Langit : Karena kita mau bahas Mbak Em. Tanyain gih, Mas Bay. Demek banget mukanya si Mbak Em. Hilman: Jangan ganggu dulu. Mukanya anyep banget. Ntr elo malah kena, Mas Bay. Langit : Gue udah kepo banget nih. Dia keluar mukanya kayak mau makan orang. Bayu : Pasti udah terjadi sesuatu di dalem. Mungkin kena damprat. Nanti gue cari tau. Tiga cowok bisnis analis tidak ada yang berani menganggu Emily. Hari itu Emily menghindari Wisnu. Ingatannya tentang percakapannya tadi pagi dengan Wisnu berhasil membuatnya kesal. Baru kali ini ia mendapatkan atasan yang tidak galak tapi kepo. Harus Emily akui bahwa Wisnu membawa suasana yang berbeda dari Ryandra dan Adriel karena sikapnya yang ramah dan pandai bergaul itu. Namun karena keramahannya, pria itu malah jadi kepo dengan urusan orang lain. "Ly, ikut saya sebentar..." Wisnu berucap sambil berjalan masuk ke dalam ruangan hendak menuju ruangannya. Emily dengan cepat menjawab, "Maaf, Pak. Saya sudah ada janji meeting dengan anak buah saya." Belum sempat Wisnu menanggapi lagi, Emily sudah lebih dulu berdiri membawa laptopnya meninggalkan meja kerjanya. Wisnu kembali mendatangi Emily. Kali ini atasannya itu berucap sambil berdiri di depan meja kerja wanita itu. "Emily, bisa bantu saya ikut interview calon pengganti Mila?" "Maaf, Pak. Saya habis ini mau ada meeting dengan tim dari Alga di Bali." Emily berucap sambil bersiap memakai earphonenya untuk memulai meeting onlinenya. Emily akan memberikan seribu satu alasan saat Wisnu berusaha mengajak Emily melakukan sesuatu bersama. Emily masih kesal dan ia merasa tidak bisa bekerja di dekat Wisnu dulu. Masa bodo dengan profesionalitas. Emily kesal dengan atasannya dan ia butuh waktu untuk meredakan rasa kesalnya. Toh masih ada ketiga temannya yang lain yang bisa menggantikannya untuk sekedar menemani pria itu melakukan penilaian pada calon pengganti Mila. Saat makan siang, Emily memilih makan siang di kantin kantor mereka bersama Bayu. Bayu memperhatikan Emily dan Emily menyadari itu. Emily mengerutkan alisnya pada Bayu, "Kenapa ngeliatin gue begitu, Mas?" Bayu menyantap nasi chicken katsu miliknya sambil berpikir lalu ketika ia sudah menelan makanannya, Bayu bertanya pada Emily, "Lo sama Lukman gimana?" Emily mengerutkan alisnya mendengar pertanyaan tiba-tiba Bayu, "Kenapa jadi nanyain Mas Lukman?" Bayu menggendikkan bahunya pelan, "Tiba-tiba aja kepikiran." "Enggak gimana-gimana." "Kalo Wisnu?" Emily semakin mengerutkan alisnya mendengar nama yang Bayu sebut, "Kenapa sama Pak Wisnu? Bayu meletakkan alat makannya dan bersedekap menatap Emily dengan wajah super duper serius, "Ini perasaan gue doang atau memang seharian ini Si Wisnu berusaha keras buat bicara sama elo sedangkan elonya berusaha keras menghindari Wisnu? Ada apa antara elo sama Si Wisnu? Kalian saling kenal dari lama?" Emily dengan cepat menggelengkan kepalanya, "Gue baru kenal ya sama kayak elo, Mas. Gue baru tau dia semenjak dia masuk Alga. Lagian pemikiran elo aneh banget. Perasaan elo doang." Bayu nampak masih belum yakin, "Gue liat dia pake cincin di jari manisnya, Em. Gue emang belum ada kesempatan buat nanya tapi elo sama dia enggak ada hubungan diluar hubungan kerja, kan?" Emily membulatkan matanya, "Pemikiran elo ngaco sumpah. Gue enggak segila itu. Gue juga liat dia pake cincin dan itu jelas cincin nikah." Bayu menghela nafas panjang karena lega. Bayu mengenal Emily sejak lama. Bayu mengetahui kapan saat Emily berbohong dan tidak. Kali ini Bayu bisa memastikan bahwa temannya itu sedang tidak berbohong. Walau yakin kalau Emily tidak akan berbuat hal gila namun Bayu tidak mau mengambil kesimpulan sendiri jadi Bayu memilih bertanya langsung pada Emily. Dan tepat setelah Bayu menyelesaikan rasa penasarannya, Wisnu datang dan duduk disebelah Emily. Bayu dan Emily jelas kaget dan keduanya saling bertukar pandang. "Saya gabung sama kalian ya. Meja lain penuh." Wisnu berucap sambil melihat Bayu dan Emily secara bergantian dan Bayu mengangguk yang di balas senyum oleh Wisnu. Wisnu memulai makan siangnya dan Bayu pun merasakan perubahan Emily yang mendadak seperti terlihat tidak nyaman. Bayu pun merasa ada yang aneh. "Kalian sering makan di kantin?" Wisnu bertanya sambil menyantap makan siangnya. Bayu menatap Wisnu, "Enggak begitu sering, tergantung mood. Kalau Bini gue bawain bekal ya pasti gue milih masakan bini gue. Lo kalo kerja sering bawa bekal, Nu?" Wisnu dengan santai menggelengkan kepala, "Enggak ada yang Masak, Bay." Bayu mengerutkan alisnya, "Bini lo?" Wisnu terdiam sesaat lalu tersenyum tipis, "Bini gue udah meninggal, Bay." Bayu kaget dan spontan menggucapkan maaf, "Sorry, Nu.. Gue enggak maksud.." Wisnu terkekeh, "It's okay, Bay. Langit sama Hilman kemana?" Wisnu mengalihkan pembicaraan. Bayu menghela nafas pelan dan menjawab pertanyaan Wisnu. Bayu mendadak merasa tidak enak sendiri setelah mengetahui bahwa istri Wisnu sudah meninggal. Emily sendiri lebih banyak diam. Emily tidak ingin ikut masuk dalam pembicaraan dua pria yang makan siang bersama dengannya dan memilih menyelesaikan makannya dengan segera. Emily pamit lebih dulu meninggalkan kedua pria itu dan Wisnu memandangi Emily yang baru saja pergi meninggalkan tempat duduknya dan mengela nafas pendek. Bayu melihat semuanya. Bayu yakin sesuatu sudah terjadi antara Wisnu dan Emily. Bayu pun menatap Wisnu yang kini masih duduk di tempatnya. Bayu bersedekap menatap atasannya, "Lo sama Emily udah kenal dari lama?" Bayu menggunakan pertanyaan yang sama dengan pertanyaan yang ia gunakan untuk menilai Emily tadi dan pertanyaan Bayu membuat Wisnu spontan menghentikan gerakannya dan menatap Bayu. Wisnu pun menggelengkan kepalanya. "Gue baru kenal Emily semenjak gue kerja disini. Ada apa?" Bayu menatap Wisnu lekat-lekat seakan menilai. "Gue ngerasa kalian udah kenal satu sama lain. Interaksi kalian enggak kayak orang yang baru kenal." Wisnu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Namun Bayu tetap merasa ada yang aneh dari interaksi keduanya. *** Emily baru saja selesai meeting dengan para anak buahnya di dalam ruangan meeting yang letaknya di sebelah ruang divisi bisnis analis. Emily memijat pelipisnya karena pembahasan mereka baru selesai tepat jam enam sore. Besok banyak deadline dari lini usaha yang ia pegang dan Emily tidak ingin ada kesalahan sekecil apapun. Reputasinya sebagai manager lini usaha dipertaruhkan kalau sampai terjadi kesalahan konyol. Emily pun melakukan review menyeluruh hingga tidak terasa jam sudah menunjukkan tepat jam enam sore. Anak buahnya membubarkan diri namun Emily masih berada di dalam ruangan itu. Ruangan meeting yang transparan karena dinding-dindingnya terbuat dari kaca tebal itu membuat siapapun bisa mengetahui apakah ruang meeting itu kosong atau sedang dipakai. Emily masih memijit pelipisnya ketika pintu ruang meeting terbuka dan Wisnu masuk ke dalam ruang meeting. "Bisa kita bicara sebentar?" Emily yang sudah lelah dan merasa tidak punya alasan lagi untuk menolak pun mengangguk pelan. Wisnu tersenyum dan duduk dihadapan Emily. Wisnu menatap Emily lekat-lekat. "Kamu kelihaatan kelelahan.." Wisnu mengucapkan apa yang ia lihat saat ini dari Emily. Namun Emily sedang tidak ingin basa-basi. Emily sudah antipati sangat dengan atasannya itu. Pria itu terlalu kepo dengan urusannya, "Apa yang ingin Bapak bicarakan?" Wisnu menghela nafas pendek, "Saya benar-benar minta maaf. Kali ini saya serius. Saya benar-benar minta maaf." Emily menatap Wisnu dan melihat kesungguhan dimata pria itu. Emily pun menghela nafas panjang, "Kali ini Bapak serius?" Wisnu mengangguk tegas lalu mengangkat kedua tangannya ke sisi kiri kanannya seakan-akan menyerah, "Saya berjanji tidak akan ikut campur kecuali kamu memang meminta bantuan saya. Saya benar-benar minta maaf." Emily menatap Wisnu lekat-lekat dan mengangguk, "Saya pegang janji Bapak." Wajah Wisnu pun langsung berubah sumeringah, "Jadi kita sudah baikkan? Kita berteman?" Emily merotasi bola matanya dan mengangguk, "Ada lagi yang mau bapak bicarakan? Saya lelah. Saya ingin segera pulang." Wisnu spontan menggelengkan kepalanya. "Saya antar kamu pulang boleh, teman?" Emily merotasi bola matanya, "Enggak boleh. Saya mau bagi rezeki sama tukang taksi online." "Bagi rezeki sama saya aja gimana? Saya anter kamu pulang terus kamu traktir saya makan. Mau ya, teman?" Emily memandang datar Wisnu yang masih terus berusaha. Pria itu benar-benar tidak bisa ditolak. "Bapak akan terus berusaha sampai saya bilang iya, kan?" Wisnu tersenyum lebar sambil terkekeh, "Baru juga jadi temen lagi. Saya suka ngumpul sama temen-temen saya." Emily menghela nafas panjang, "Terserah, Pak.. Terserahhh..." Wisnu tersenyum makin lebar sambil berdiri, "Ayo, teman.. Saya lapar.. Kita pulang sekarang..." Emily menghela nafas panjang. Kini Emily mulai bertanya-tanya kenapa kepala divisi di Algantara enggak ada yang normal? Setelah mendapat dua atasan yang galak kini ia mendapatkan atasan yang otaknya patut diragukan keasliannya. Jangan-jangan otak di dalam rongga kepala Wisnu hanya barang imitasi layaknya tas kw yang dijual dipinggir jalan. Emily pun mulai membereskan barang-barangnya dan sudah ada Wisnu yang menunggunya di depan lift sambil tersenyum lebar dan melambaikan tangannya untuk segera keluar dari ruang meeting. Emily meringis melihat tingkah atasannya itu. Emily keluar dari ruang meeting dan Wisnu dengan cepat berucap, "Ayo, teman. Saya sudah lapar." Emily merotasi bola matanya mendengar ucapan Wisnu tentang dirinya lapar yang entah sudah berapa kali dia sebutkan dari tadi. "Sebentar saya ambil tas saya dulu." Wisnu dengan cepat mengangguk dan Emily masuk ke dalam ruangan untuk mengambil tasnya dan tidak lama kemudian keluar. Keduanya pun masuk ke dalam lift dan menuju parkiran. "Em..." Langkah Emily terhenti mendengar suara Lukman, "Mas Lukman..." Lukman berjalan mendekati Emily, "Kamu belum pulang? Aku kira kamu lagi di jalan karena kamu enggak bales pesan aku.." Emily mengecek ponselnya dan kaget, "Maaf, Mas. Aku tadi meeting enggak cek ponsel." Lukman tersenyum lembut, "Enggak apa-apa.. Kamu sudah mau pulang?" Emily mengangguki jawaban Lukman. "Ayo, aku antar. Kamu sudah makan? Kita mampir makan dulu sebelum pulang." Emily dan Lukman sama-sama tidak ingat dengan keberadaan Wisnu di dekat mereka. Wisnu pun mendekati keduanya dan menatap Emily, "Maaf, tapi saya sudah lebih dulu ada janji dengan Emily. Kami mau makan malam sama-sama." Emily pun spontan menoleh ke arah Wisnu. Ia melupakan pria itu. "Em?" Emily mendadak bingung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD