5

638 Words
Suara alaram yang berasal dari ponsel Uci menyebar ke segala arah kemudian memenuhi ruangan kamarnya yang berwarna peach itu, membuat anak bungsu Pak Arifin yang sedang memeluk boneka seukuran dirinya menampilkan wajah terusik. Ia langsung membuka mata dan melihat sumber suara memekakkan telinga tersebut dengan tampang horror. Lihat? Bahkan suara penyanyi favoritnya sekalipun selalu terdengar menjengkelkan jika itu diset sebagai nada alaram. Lama-kelamaan bahkan Uci bisa membenci penyanyi favoritnya sendiri. Setelah mendapatkan kesadaran penuh, mata gadis itu kembali tertuju pada benda yang sepertinya sudah tak tertolong. Mungkin lain kali Uci harus tidur tanpa bantal dan tanpa boneka agar ia tidak terus saja melempar ponselnya sendiri. Seperti kebiasaannya sebelum mandi dan bersiap ke kampus, Uci selalu menata kembali ranjang dan boneka-bonekanya. Baru setelah semua dirasa sudah selesai, ia mandi dan turun ke bawah.  Sampai di sana, gadis itu mendapati semua keluarganya minus bima sudah berkumpul di meja makan. Melihat Papanya, Uci kembali mengingat hukuman yang diterimanya tadi malam. 'Liat aja.. gue bakal balas dendam,' ucap Uci membatin dan langsung menjalankan niatnya dengan mengambil nasi dan lauk sebanyak yang ia mau. Sang Papa yang melihat itu hanya bisa menghela nafas pelan melihat kelakuan anak gadisnya yang jauh dari kelakuan anak gadis pada umumnya. "Notebook kamu beneran rusak Ci?" Tanya Sindi yang sebenarnya prihatin pada adiknya itu. pasti tidurnya jadi tidak nyenyak semalam karena tidak diisi dengan apapun bahkan segelas air. Beginilah adiknya Sindi, padahal dia bisa saja turun dan makan setelah semua orang selesai makan malam. Tapi egonya membuat Uci menahan lapar semalaman. Kalau Sindi mah tidak akan sanggup. "Tenang aja kak, aku punya teman yang bisa betulin si Garfield. Jadi kakak ga usah bahas itu lagi kalo ga mau liat aku diusir sebelum benar-benar kenyang," jawab Uci tanpa ingin tau reaksi Papanya. "Ckckck punya adek kok mulutnya gini amat," celetuk Edo. "Nah itu lah bang... itu juga yang kadang aku pikir tentang Abang. Punya Abang kok pilih kasihnya gini amat." Uci yang tau kalau abangnya tak akan tinggal diam dikatai seperti itu langsung memasang headsetnya. "Lepas benda itu Ci," ucap Pak Arifin. Mana mungkin gadis itu bisa mendengar perintah Papanya jika suara headsetnya saja bisa didengar orang semeja makan? Lalu Edo berdiri, meraih tali headset Uci dari seberang meja dan menariknya. "Masih mau nyari gara-gara Bang?" Tanya Uci tanpa melihat ekspresi Papanya. "Aampai kapan kalian akan ribut?" mendengar suara berbahaya Papanya, Uci dan Edo kembali menatapi piring mereka yang belum kosong. "Papa ga mau tau gimana caranya kamu meng-ada-kan (mengadakan = membuat kembali ada) notebook yang rusak itu, dan minta maaf sama Mama dan Bima. Kamu itu anak perempuan tapi mulutnya kurang ajar! Kapan orang tuamu ini membuang Abangmu?" "..." "Papa ngomong sama kamu Lucy Adelina! Jawab pertanyaan Papa!" "Kenyataannya Bang Bima emang merasa dibuang ‘kan Pa?" tutur uci, beruntung Bima tidak sedang di sana. "Oke, ini mungkin salah Papa karena kondisi keluarga kita ga stabil waktu itu. Benar, memang benar jika kemungkinan Bima merasa dibuang. Tapi harus kamu ngomong di depan Abang kamu? Kamu selalu saja membuat Abangmu itu terdiam tidak berkutik dengan mulut pedasmu," setelah mengatakan itu Pak Arifin meninggalkan meja makan. Di sana memang tak ada Mama mereka karena dia mendapat panggilan darurat subuh tadi. Tinggallah Sindi dan Edo yang melihat prihatin pada adik mereka. Sindi hanya bisa menepuk punggung adiknya dengan sayang sedangkan Edo menghibur adiknya dengan caranya sendiri. "Ehem.. emang notebook kamu beneran dibanting?" Tanyanya. "Iya," jawab Uci mencebikkan bibir. Orang bijak bilang penyesalan datangnya di akhir, Uci sering sekali mendengar hal ini. "Ya udah.. berangkat sana.. soal notebook itu, gajian bulan depan abang beliin kamu yang baru tapi jangan bilang Papa dulu," ucap Edo merasa lucu dengan ekspresi sang adik. "Makasih, Bang." Kini Uci mempertemukan pandangannya dengan Edo. "Udah ah, lesu begitu jadi ga cantik lagi, mau diantar?" "Engga kok Bang, tapi janji ya Bang.." "Iya, nah Abang duluan ya.." "Hati-hati"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD