"Kamu mau tahu kenapa aku selingkuh? Itu karena salah kamu"
"Salah aku? Kok salah aku sih, Mas?"
"Salah kamu yang enggak bisa memberikan aku anak, padahal udah bertahun-tahun kita menikah tapi kamu belum juga hamil"
"Tapi itu kan bukan salah aku, Mas. Aku juga mau punya anak tapi emang belum dikasih aja. Dan kita harus lebih bersabar"
"Tetap aja salah kamu, karena udah kewajiban seorang istri untuk memberikan anak tapi kamu enggak bisa memberikannya"
Selena terkesiap dan langsung membuka matanya, ia memperhatikan ke sekitar dan mendapati dirinya yang berada di kamar apartemen Thalia. Ia menghela nafas dan mengusap wajahnya. "Ternyata hanya mimpi" ia bergumam.
"Hanya mimpi?"
Ia menoleh dan melihat Thalia yang sedang mengemasi pakaiannya.
Selena kembali menghela nafas, bangkit dari posisinya dan duduk di tempat tidur. "Iya, hanya mimpi" jawabnya menganggukkan kepala.
"Emang kamu mimpi apa?" Thalia bertanya mengangkat satu alis.
"Aku bermimpi tentang mas Radit" jawab Selena dan Thalia menoleh ke arahnya. "Di mimpi itu aku dan dia bertengkar karena aku mendapati dia yang berselingkuh. Tapi dia menyalahkan aku atas perbuatannya, katanya alasan dia selingkuh adalah karena aku yang enggak bisa memberikannya anak. Itu sebabnya kenapa dia berpaling pada wanita lain" ia melanjutkan, menundukkan kepala dan kembali teringat dengan mimpinya.
Thalia pun bangkit dari posisinya dan berjalan menghampiri Selena, ia berdiri di sebelah tempat tidur dan melingkarkan tangannya di bahu temannya. "Dengar, ya, itu hanya mimpi dan mimpi itu hanya bunga tidur. Karena kenyataannya kamu udah berhasil melewati hal itu. Dan yang harus kamu lakukan sekarang adalah melanjutkan hidup dan tunjukkan pada pria itu bahwa kamu bisa hidup tanpanya" jelasnya sambil menatap Selena dari samping.
"Aku tahu" Selena mengangguk dengan kepala yang tertunduk. "Tapi udah beberapa hari ini aku selalu mimpi kayak gitu dan itu terasa begitu nyata"
"Wajar kok kalau kamu mimpi kayak begitu" Thalia berkata dan Selena menoleh ke arahnya. "Karena kamu belum pulih dari luka yang disebabkan oleh masalah itu. Jadi enggak heran kalau kamu sering memimpikannya" tuturnya menyingkirkan rambut dari wajah sahabatnya. "Dan sekarang lebih baik kamu mandi terus kita sarapan bareng. Aku udah pesan makanan untuk kita berdua paling sebentar lagi juga datang"
Selena menarik nafas dalam-dalam dan menganggukkan kepala. "Ya udah, kalau begitu aku mandi dulu" katanya menoleh ke arah Thalia.
"Take your time, aku mau lanjut mengemasi pakaian" Thalia tersenyum, menepuk bahu Selena dan menatapnya sekali lagi sebelum berbalik dan berjalan menuju lemari.
Selena hanya mengangguk dan menatap punggung temannya. Ia menghela nafas dengan kasar, menyingkap selimut dan bangkit dari tempat tidur. Kemudian ia berjalan menuju kamar mandi.
***
"Yakin enggak ada yang ketinggalan?" Selena bertanya menoleh ke arah Thalia yang berjalan di sebelahnya.
Setelah menyantap sarapan dan mengemasi pakaian, Thalia mengajak Selena untuk pergi ke mall karena ada beberapa barang yang ingin ia beli. Awalnya Selena menolak karena ia sedang malas untuk keluar rumah dan pergi ke manapun namun Thalia terus memaksa hingga akhirnya Selena terpaksa menuruti keinginannya.
"Enggak ada kok. Semuanya kan udah aku beli" Thalia menggeleng dan menatap beberapa belanjaan yang ia tenteng.
"Ya udah kalau enggak ada soalnya aku enggak mau kalau harus balik lagi. Aku pengen santai-santai di apartemen" Selena berkata, mengalihkan pandangan dan memperhatikan ke sekitar namun dahinya mengerut saat melihat seorang pria dan wanita yang sedang menyantap makan siang di sebuah restoran yang berada di sebelah kirinya. Ia berhenti dan memperhatikan sepasang insan itu.
"Kok malah berhenti?" Thalia bertanya, mengerutkan dahi dan menoleh ke arah Selena, dan mau tidak mau ia ikut berhenti juga.
Namun Selena hanya terdiam dan terus menatap pria dan wanita itu tanpa menjawab pertanyaan temannya.
Thalia yang penasaran pun mengikuti ke arah mata Selena dan melihat seorang pria dan wanita yang sedang menikmati makanan mereka sambil mengobrol. "Kamu kenapa memperhatikan mereka?" tanyanya menoleh ke arah Selena.
"Itu wanita yang menjadi selingkuhannya Radit" jawab Selena menoleh ke arah Thalia.
Mata Thalia melebar begitu mendengar yang dikatakan oleh Selena. "Yang cewek itu, kan?" tanyanya menunjuk ke arah wanita itu yang duduk di balik kaca.
"Iya, yang itu" Selena mengangguk dan beralih menatap pria dan wanita itu.
"Oh, jadi yang itu ceweknya" jawab Thalia menganggukkan kepala. "Ya udah cus kita labrak biar dia malu sekalian. Mumpung itu restoran lagi ramai" katanya berjalan menuju restoran itu.
Selena pun segera meraih tangan Thalia dan menariknya, membuatnya temannya itu menoleh ke arahnya. "E-eh, jangan" larangnya.
"Lho, kenapa?" Thalia bertanya dengan dahi yang mengerut. "Dia pantas untuk dipermalukan karena dia telah merebut suami kamu. Biar orang-orang tahu kalau dia adalah pelakor" ia berkata beralih menatap wanita itu.
"Enggak usah, ngapain sih pakai labrak segala? Malu tau, nanti bisa-bisa kita jadi tontonan orang-orang" Selena berkata sambil menatap Thalia, berharap temannya itu mengurungkan niatnya untuk melabrak wanita itu. "Lagipula, dia udah mengakui kesalahannya kok. Jadi kita enggak usah memaki dia lagi, apalagi di depan umum kayak gini"
Thalia menghela nafas dengan kasar begitu mendengar yang dikatakan oleh Selena. "Ya udah, ayo kita jalan lagi" jawabnya yang dengan terpaksa harus mengurungkan niatnya meskipun ia masih merasa begitu kesal dan ingin memaki wanita itu.
Selena hanya mengangguk, menatap wanita itu sekali lagi dan menuntun Thalia menuju pintu keluar mall itu. Namun ia bertanya-tanya pada dirinya bagaimana bisa wanita itu makan siang bersama pria lain? Apakah ia sudah putus dengan Radit? Atau jangan-jangan ia melakukannya di belakang Radit?