Hari menjelang sore, awan sudah mulai berubah dan matahari mulai terbenam secara perlahan. Langit mulai berubah membawa gelap. Mita beranjak masuk ke dalam kamarnya dan mengambil wudhu lalu menunaikan sholat maghrib. Beberapa hari ini, ia lebih senang di dalam kamar daripada mengobrol bersama keluarganya. Mita merasa sedang membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri.
Ia segera menunaikan sholat maghrib, setelah selesai tak lupa berdoa dan meminta petunjuk akan sebuah keyakinan yang nantinya bisa diambil olehnya. Mita mulai menengadahkan kedua tangannya ke atas, ia berdoa dengan sangat lirih, meminta, memohon dengan suara yang sangat merdu. Mita melaporkan semua keluh kesah, kegelisahan dan kegalauan yang dirasakan dalam beberapa hari ini. Setelah puas mengadu pada sang Maha Pencipta, ia turun ke bawah untuk makan malam bersama keluarganya.
Mereka semua seperti biasa sudah menunggu Mita, karena hanya gadis itu yang paling telat datang ke dapur. Mita datang dengan senyum sumringah yang selalu ditampilkan setiap waktu. Matanya tertuju pada sang ayah yang begitu terlihat lelah, mata bulat ayah terlihat sangat celong dan senyumnya tidak bahagia seperti biasanya. Mita memandang ayahnya sangat lekat sekali, Kak Anjani melihat adiknya dengan heran.
"Dik, kenapa?"
"Enggak pa-pa, Kak," jawabnya tersenyum manis.
"Tetapi matamu sungguh menunjukkan sesuatu yang sangat menyedihkan," ucap Kak Anjani.
"Masa iya, Kak? Ah itu hanya perasaan Kakak saja, Mita enggak apa-apa Kak."
"Baiklah jika seperti itu. Oh iya, mengapa kali ini kau sangat lama sekali turun? Tidak seperti biasanya, apa yang kau adukan pada Gusti Allah? Para lelaki yang mengejarmu?" ucapnya terkekeh.
"Kakak ih! Jangan sembarang bicara!"
"Memang berapa banyak lelaki yang mengejarmu, Nak?" tanya Ayah tulus, senyumnya adalah surga bagi Mita. Ia selalu ingin melihat senyum itu dan tak ingin senyum itu hilang dari wajah tampan sang ayah.
"Banyak sekali, Ayah. Tapi sayang sekali, hingga saat ini belum ada yang bisa memikat hati adik mungil ini. Entahlah Mita mencari yang seperti apa dan bagaimana," balas Mas Rizky terkekeh.
Suami istri biang kerok! Selalu saja seperti ini! Menyebalkan sekali! Terpojok 'kan aku jika sudah seperti ini! Ayah pula yang bertanya, aku akan menjawab apa, gerutu Mita dalam hati.
"Mas Rizky! Mulutnya sangat menyebalkan sekali! Kenapa suami istri sangatlah rese!" pekik Mita kesal.
"Enggak ada kok, Ayah. Enggak ada yang mendekati Mita, Mas Rizky dan Kak Anjani itu hanya mengada-ngada saja," balas Mita membela diri.
"Masa sih, Dik? Bukankah banyak sekali yang mendekatimu? Dan siapa itu, Ali ya? Dia juga mencoba mendekatimu bukan?" tanya Mas Rizky polos. Saat itu juga, Mita merasa ingin mencakar wajah tampan Mas Rizky. Suami istri benar-benar tidak ada akhlaknya ya mereka berdua ini, selalu bar-bar bikin masalah.
"Mas Rizky!" pekik Mita kesal.
Ayah memandang ketiga anaknya bingung dan menggelengkan kepala saja. Namun, pandangannya berhenti pada anak bungsunya, sepertinya anak bungsunya itu menyembunyikan sesuatu pasalnya Mas Rizky keceplosan menyebut nama Ali yang jelas Ayah paham sekali siapa lelaki itu. Walaupun ada niat terselubung dari ayah, tapi hingga saat ini masih belum ada kabar lanjutan.
"Sudah, sudah. Lebih baik kita semua makan dulu dan Mita sepertinya hutang cerita pada Ayah ya, Nak." Ayah memandang lekat anak bungsunya itu. Mita yang dipandang justru menepak jidatnya, dan kedua kakaknya hanya terkekeh melihat adiknya skakmat seperti itu.
Akhirnya mereka semua makan malam terlebih dahulu, setelah selesai Mita lebih dulu kembali ke dalam kamarnya dengan alasan masih banyak tugas kampus yang harus diselesaikan. Sebenarnya, itu hanya alasan klasiknya agar tidak diberi banyak pertanyaan oleh sang Ayah. Sungguh, ia tak akan bisa berkata tidak jika sudah berbicara dengan ayahnya. Jadi, lebih baik ia menghindar sebelum negara api menyerang dan sebelum hatinya luluh karena semua wejangan yang ayah berikan.
***
Sesampainya di kamar, Mita tidak lupa untuk mengunci kamarnya sebab bahaya jika sampai ia lupa mengunci, bisa-bisa ayah atau bunda masuk dan meminta penjelasan dari ucapan Mas Rizky dan Kak Anjani. Ia merebahkan tubuhnya diatas ranjang kebesarannya, pandangannya menatap lekat atap dan kipas yang berputar dengan santai di atas sana.
Pikirannya mulai menerawang lagi dan mulai memikirkan lelaki menyebalkan itu. Entah mengapa beberapa hari belakangan ini pikirannya terus terpaku pada satu nama yaitu Imam Hamdali. Lelaki menyebalkan yang selalu memanggilnya gadis kecil dan selalu membullynya. Tetapi, dibalik semua itu hatinya sudah terpaut padanya. Ia harus bisa berusaha untuk menjaga hatinya agar tidak sepenuhnya memberikan semua rasa pada lelaki itu.
Ada sebuah rasa takut untuk memulai, karena banyak sekali pengalaman di lingkungan yang ia ketahui bahwa sesuatu yang terburu-buru itu sungguh sangat tidak baik. Sebab, kedepannya akan ada saja masalah yang hadir. Memang pada dasarnya, masalah itu sudah pasti datang dan semua itu balik lagi ke pasangan tersebutnya, bisa atau tidak menyelesaikan masalah tersebut dengan tenang dan santai tanpa ada emosi juga amarah yang melekat di pikiran.
Suara adzan isya membuyarkan lamunan Mita, ia seakan tersadar dan kembali ke dunia nyata yang sesungguhnya.
Masya Allah, ada apa denganku sebenarnya? Kenapa pikiranku selalu padanya. Sungguh, aku tak menyukai keadaan yang menyebalkan seperti ini, ucapnya lemah.
Bismillah, aku harus bisa untuk tidak selalu terpaku pada dirinya. Ya Allah, bantu aku untuk bisa mengontrol diri agar yang seperti ini tidak terjadi lagi. Sungguh, aku tak ingin jauh dariMu dan justru mengutamakan dirinya.
Mita mulai bangkit dan mengambil wudhu untuk melaksanakan sholat isya. Lagi-lagi ia memohon kepada Gusti Allah agar dijauhkan dari pikiran ingin memiliki sehingga melupakan sang penciptanya. Ia sudah mulai merasa berdoa sebab selalu memikirkan Ali, gadis itu seakan lupa untuk terus berzikir dan bersholawat. Ia meminta maaf dan terus-menerus bersujud karena merasa menduakan Allah dengan seorang manusia lelaki yang belum tentu menjadi jodohnya kelak.
Tangisnya pecah, ia tak sanggup lagi menahan rasa sesak di d**a untuk tidak menangis. Sungguh, hati gadis mungil itu sangatlah lembut, ia benar-benar merasa sudah melupakan Gusti Allah padahal kenyataannya tidak. Lebay? Terserah orang lain beranggapan seperti apa, namun ini adalah yang benar-benar ia rasakan. Mita memuaskan dirinya untuk mengadu, berdoa dan menangis diatas sajadah yang tergelar dengan indahnya. Tanpa terasa, ia tertidur di atas sajadah dan lupa membaca doa sehingga membuatnya bermimpi tentang Ali.
Ali, Ali, Ali dan terus-menerus Ali. Mengapa pikirannya terus mengenai lelaki tersebut. Sungguh, ini sudah tidak baik menurutnya, karena diluar batas wajar yang sebenarnya. Seharusnya, ia tak memikirkan terus lelaki itu. Mita terbangun dan penuh dengan peluh keringat.
Astaghfiraallah Astaghfiraallah ada apa sebenarnya denganku, mengapa menjadi seperti ini, masya Allah.
***
Mita terbangun tengah malam, dan saat melihat jam di atas nakas sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Ia bangkit dan masuk ke kamar mandi untuk mengambil wudhu lalu menunaikan sholat malam. Ia merasa harus banyak mengadu pada Sang Penciptanya. Ia kembali memakai mukenah dan menggelar sajadah indahnya.
Ia segera mengerjakan dan menyelesaikan sholat sunah malamnya. Dalam sujudnya, ada doa yang terdengar sangat lirih, suara yang membuat siapa saja merinding mendengarnya sebab doa itu terdengar memilukan sekali. Sekarang, gadis mungil itu sedang merasakan kegundahan hati yang luar biasa sekali. Ia menengadahkan kedua tangannya menghadap langit dan berharap terdengar hingga langit ke tujuh. Ia mulai berdoa, mendoakan kedua orang tuanya, keluarganya dan semua kaum muslimin.
Mita mengutarakan kegundahan hatinya pada Gusti Allah di waktu malam hari, karena menurutnya ini adalah waktu yang tepat untuk mengadukan semuanya. Di kala semua orang sedang asik dan nyenyaknya tertidur, tetapi di sebuah ruangan temaram ada seorang gadis yang sedang duduk bersimpuh dengan wajah penuh bulir kristal membasahi pipinya.
Gadis mungil itu merasa tak sanggup menahan semua rasa dan juga air mata yang sudah tak terbendung lagi di pelupuk mata. Setelah puas mengadu, ia membereskan kembali semuanya dan pergi tidur di atas ranjangnya. Sebelum tertidur, ia tak lupa membaca doa agar tidak mimpi buruk lagi seperti tadi.
Lumayan ada waktu untuk tidur sebelum menjelang subuh. Sebisa mungkin aku harus bisa tidur nyenyak, karena esok akan ada mata kuliah dosen killer, bahaya sekali jika sampai bolos,gumamnya.
Ia mulai merebahkan tubuhnya dan menarik selimut bergambar doraemonnya. Ia tertidur dengan nyaman dan nyenyaknya selayaknya anak bayi yang sedang tertidur dengan kenyamanan hakiki. Tanpa disadari, saat tadi sedang sholat malam ada sang Bunda yang mengintipnya dan melongokan kepalanya, melihat apa yang dilakukan anaknya pada dini hari.
Mita tak pernah menyadari, setiap malam saat ia mengunci pintu kamar, malam harinya akan ada sang bunda yang membuka pintu kamar dengan kunci cadangan dan mengecek apakah anaknya sudah tidur atau belum. Seulas senyum tertarik dari bibir mungilnya saat melihat anak bungsunya baik-baik saja, bahkan sedang menunaikan sholat sunah malam. Namun, ada yang mengganjal dalam hati sang bunda. Ia melihat bahu anaknya bergetar hebat saat berdoa dan suaranya begitu lirih menyedihkan.
Sebenarnya ada apa denganmu, Nak? Bunda perhatikan belakangan ini sikapmu sungguh aneh sekali. Sering kali kau lebih memilih untuk menyendiri dan berdiam diri di dalam kamar daripada berkumpul dengan kami semua. Apa ada masalah besar yang kau hadapi? Namun, mengapa kau memilih memendamnya sendiri dan tak ada waktu untuk bercerita? Atau justru kau bercerita pada teman bukumu itu? Nak, bahagia selalu dan jangan pernah menangis karena sesuatu hal yang hanya menyakitkan. Buang semua rasa sakit yang kau rasakan, ganti rasa sakit tersebut dengan sebuah kebahagiaan luar biasa dan senyum indahmu, gumam bunda di balik pintu.
Selamat malam sayang, selamat tidur. Sambut esok hari dengan bahagia, tunjukkan pada dunia bahwa kau mampu dan bisa menghadapi semua masalah baik itu masalah kecil ataupun masalah besar, kau sudah dapat dipastikan bisa menyelesaikannya hingga akar permasalahan itu, gumamnya.
Allah tidak pernah tidur, Nak. Percayalah akan hal itu, jika saat ini kau merasakan sakit dan juga kegundahan hati yang luar biasa. Nanti, akan ada waktu dimana kau mendapatkan kebahagiaan yang luar biasa. Semua itu sudah Allah siapkan untuk anak bungsu, Bunda. Doa ayah dan bunda selalu menyertaimu, di setiap langkah kakimu, di kala kau gundah gulana dan di kala kau jatuh ke dalam jurang dalam.