Agnes mengumpulkan moodnya kembali untuk bertemu seorang pria yang lagi-lagi tidak dia kenali. Hanya demi mengikuti perjodohan antara dua keluarga ini.
Agnes menghela nafas dalam-dalam saat keluar dari mansion mewahnya. Gaun malam yang dipilihnya sungguh menawan, mengalir dengan sangat elegan di sepanjang tubuhnya. Gaun tersebut terbuat dari sutra merah maroon yang memeluk lekuk tubuhnya dengan sempurna, diberi sentuhan berkilauan dari batu swaroski yang memperlihatkan keanggunan dan kemewahan. Rambutnya yang indah dibiarkan tergerai dan memberikan sedikit efek wave namun mempesona, dengan beberapa helai berombak jatuh di sebelah wajahnya yang semakin memancarkan kecantikan alami dari Agnes.
Wanita cantik itu memasuki mobil mewahnya, duduk di kursi belakang yang berbalut kulit kulit lembut. Karena titah Mommy nya, malam ini dia di antar oleh sopir. Begitu Agnes duduk dengan manis, sang sopir segera menyalakan mesin dan mengarahkan kendaraan menuju restaurant Ciel Bleu, sebuah tempat yang dikenal sebagai tempat berkumpulnya para kalangan atas. Perjalanan mereka melalui jalan-jalan kota Amsterdam yang dipenuhi lampu-lampu kota dan gedung-gedung megah.
Setelah tiba di restaurant, Agnes turun dari mobil dengan langkah malas. Ia merasa terbebani dengan pertemuan ini, karena ia harus berbasa-basi dengan pria yang tidak ia kenali. Dan ini sudah terjadi entah ke berapa puluh kalinya. Tetapi dia tahu bahwa kehadiran dan reputasinya sebagai seorang wanita dari keluarga Eloise yang kaya dan berpengaruh menuntutnya. Sesuai dengan kata sang Ibu, setidaknya dia bersikap sopan dan ramah kepada pria yang ia temui, karena itu semua akan berdampak pada reputasi orang tuanya.
Wanita cantik itu menghela napas dalam-dalam, “Mari lakukan dengan cepat dan anggun seperti biasanya Agnes!” gumamnya dalam hati.
Agnes melangkah ke dalam restaurant dengan hati-hati. Pintu masuk terbuat dari kaca berkualitas tinggi, memantulkan cahaya lampu dalam ruangan yang begitu indah. Suasana di dalam restaurant terasa hangat dan mempesona tidak seperti perasaannya saat ini. Dinding-dindingnya dilapisi dengan panel kayu yang dipoles, menciptakan kesan elegan dan berkelas. Lantai marmer yang bersih dan berkilauan memberikan sentuhan mewah di setiap langkah Agnes.
Begitu perhatiannya teralihkan, tubuhnya secara tidak sengaja menabrak seorang wanita. “Ohh Sorry,”
“Yeah, its ok…” sahut wanita yang Agnes tabrak itu. Kemudian mereka pun berpisah.
Pelayan segera menghampirinya dengan sopan, “Permisi Nona, ada yang bisa saya bantu?”
“Ah, semuanya baik-baik saja. Dan reservasi atas nama Shawn Edelberto, please.”
“Baik Nona, akan saya cek terlebih dahulu.” Jawab pelayan wanita itu dengan ramah dan penuh senyum, kemudian dia melihat daftar tamunya malam ini. Karena semua pengunjung di sini harus melakukan reservasi terlebih dahulu.
Agnes menunggu beberapa saat hingga pelayan wanita di depannya berkata, “Silahkan Nona, di sebelah sini.” Dan dijawabnya dengan anggukan ringan.
Agnes mengikuti pelayan wanita dengan langkah ringan saat mereka melintasi ruangan yang dipenuhi dengan aroma harum yang menenangkan. Pelayan tersebut membawa mereka ke meja yang telah direservasi oleh Shawn, pria yang harus dia temui malam ini. Agnes menyadari bahwa perjodohan ini adalah langkah yang diambil oleh keluarganya untuk menjaga kepentingan bisnis dan sosial mereka. Jadi dia harus tetap mengikuti keegoisan orang tuanya.
Namun, saat Agnes tiba di meja yang dituju, pria yang ia harapkan belum terlihat. Hatinya berdesir sedikit khawatir saat dia melihat jam tangannya yang menunjukkan kurang lima menit jam 8, waktu janji mereka untuk bertemu. Agnes merenung sejenak, ragu apakah pria tersebut mungkin terlambat atau terjadi kesalahpahaman mengenai waktu.
Pelayan wanita dengan sopan menawarkan Agnes untuk duduk, dan Agnes memilih tempat duduk yang nyaman dengan pandangan yang memungkinkan dia melihat pintu masuk. Ia mencoba menahan kecemasan dan mencoba memahami situasi ini. Meskipun terdapat perasaan tidak nyaman dan tidak terduga, Agnes masih berusaha menjaga penampilan yang tenang dan berkelas.
Agnes menatap jam tangannya sekali lagi. Sudut bibirnya sedikit tertarik ke bawah, menunjukkan ketidaknyamanan yang tidak dapat disembunyikan. Ia melihat sekeliling ruangan, mencoba mencari tanda-tanda kehadiran Shawn. Dan seketika senyuman tipis terbit di wajahnya, “Semoga saja dia tidak datang, jadi aku tidak perlu bersusah payah untuk melakukan penolakan.” Dan wanita cantik itu tetap mempertahankan sikap anggunnya dan berusaha untuk tetap tenang, tidak memperlihatkan betapa dirinya saat ini ingin berteriak bahagia.
“Permisi Nona, apakah Nona ingin melihat menu kami?” tanya pelayan wanita kepada Agnes.
“Terima kasih. Saya akan melihat menu sebentar lagi. Tetapi, sebelum itu, apakah kamu tahu apa yang terjadi dengan pria yang harus saya temui malam ini? Sepertinya dia belum tiba.” Tanya Agnes untuk berbasa-basi.
“Maaf, Nona. Saya akan segera mencari tahu untuk Anda.” Jawab pelayan itu dengan sigap.
“Thank you,” balas Agnes singkat.
Pelayan wanita itu berlalu dengan sikap yang berdedikasi, pelayan yang terlatih untuk melayani tamu kelas atas. Dan Agnes kembali menaruh pandangan pada pintu masuk sekilas dan berharap agar pria yang harus ia temui tidak datang. “Please, please….”
Beberapa saat kemudian, pelayan wanita itu kembali ke meja Agnes.
“Maaf, Nona. Ternyata terjadi kesalahpahaman dalam jadwal pertemuan. Tuan Shawn, menghubungi kami dan memberitahu bahwa dia terjebak dalam lalu lintas yang sangat padat. Dia meminta maaf atas keterlambatan ini dan memastikan bahwa dia akan segera tiba.” Jelas Pelayan tersebut dengan hati-hati. Sudah menjadi hal biasa di Restaurant ini menghadapi tamu mereka yang menjalani pertemuan seperti ini.
Agnes mengangguk paham, sebenarnya dia cukup kecewa mendengar ucapan pelayan tersebut. Dia sudah berharap menikmati makan malam nya sendiri tanpa gangguan pria asing. Namun tidak mungkin dia perlihatkan, dengan memaksa diri untuk tersenyum, ia pun berkata. “Oh, begitu. Terima kasih atas penjelasannya. Saya mengerti bahwa lalu lintas bisa menjadi masalah di kota ini. Katakan pada Tuan Shawan untuk tidak perlu terbaru-buru, saya akan menunggu dengan sabar.”
“Tentu, Nona. Saya akan segera menyampaikannya kepada Tuan Shawn. Apakah Nona ingin memesan minuman atau hidangan terlebih dahulu?”
Wanita cantik itu berpikir sejenak, “Bagaimana dengan segelas wine? Saya akan menunggu sambil menikmati minuman itu.” Ucapnya dengan senyuman yang begitu memukau. Bahkan seorang wanita pun bisa luluh akan senyuman indah itu.
Tanpa sadar pelayan tersebut tersihir dan ikut tersenyum, “Baik, Nona. Segera saya bawa untuk Anda.”
Agnes menarik napas lega saat pelayan pergi untuk mengambil pesanannya. Sesungguhnya dia tidak ingin menyentuh alkohol setelah kejadian malam itu. Di mana dia lupa diri dan berakhir dengan pria asing. Di mana wajah pria asing itu masih melekat di pikirannya, berapa kali ia sudah berusaha untuk tidak membayangkan wajah pria itu. Namun, garis tegas wajah pria itu, hazel indah berwarna biru, bahkan kerasnya d**a bidang pria itu masih teringat jelas di pikirannya. “Oh my!” gumamnya dalam hati yang kembali mengingat kejadian malam itu.