Jangan kabur lagi!

1311 Words
Seorang pria tampan yang memiliki ekspresi wajah yang dingin dan tatapannya sangatlah berbahaya. Saat dia masuk, kehadiran pria ini sangatlah menakutkan bahkan dokter serta perawat itu langsung merasa seluruh tubuhnya menggigil ketakutan. Sedangkan Syifa, dia merasa seluruh tubuhnya membeku ketika melihat pria tampan ini. "Dia menemukan aku!" Gumam Syifa, dia menundukkan kepalanya dan dia tidak mau melihat wajah pria ini, karena pria itu adalah pria yang sangat dia cintai. "Kenapa aku harus bertemu kamu lagi, kenapa?" Gumam Syifa dengan suara sangat pelan serta tangannya langsung menyentuh dadanya yang kini terasa sangat sesak. Melihat itu, Erick merasakan ada sesuatu hal yang aneh di dalam hatinya. Dia merasa ada yang sakit di dalam hatinya ketika melihat Syifa yang terlihat sangat pucat serta tidak mau menatap dirinya seperti dahulu lagi dan Syifa yang kini berada di depannya, terlihat sangat berbeda dengan Syifa yang dahulu pernah menjadi istrinya. Untuk sesaat, tempat itu langsung terasa sangat hening dan udara dingin menusuk hati keduanya tanpa ada satu patah kata pun yang keluar dari mulut keduanya. Karena, perasaan keduanya yang tidak bisa diucapkan dengan kata-kata lagi. Hingga, pada akhirnya. Erick pun melangkahkan kakinya untuk berjalan mendekati Syifa lebih dekat lagi, saat itu juga. Sementara itu. Mendengar suara langkah kaki yang semakin mendekat. Membuat perasaan Syifa terasa semakin kacau dan detak jantungnya berdetak semakin cepat. Deg … deg … deg …. Suara detak jantung itu semakin bertambah seiring suara langkah kaki yang semakin mendekati dirinya dan saat itu juga, Syifa melihat sosok pria yang selama ini dia rindukan. Sosok yang membuat Syifa rekan melakukan apapun demi keselamatan dirinya, walaupun Syifa harus mengorbankan dirinya dan juga harus mendapatkan kebencian, walaupun seumur hidupnya dari pria yang sangat dia cintai itu. Namun Syifa tidak akan pernah menyesalinya. Syifa pun menatap pria tampan yang memiliki ekspresi wajahnya yang sangat dingin dan tatapan pria itu benar-benar sangat menusuk hingga ke dasar hatinya dan Syifa tidak sanggup mendapatkan tatapan yang membuatnya akan semakin merasa menderita. Sehingga, Syifa pun segera memalingkan wajahnya, lalu bertanya kepada Erick yang kini, sudah berdiri tepat disampingnya itu. "Ke … kenapa kamu ada di sini?" Tanya Syifa dengan suara gagap, namun dia tidak berani menatap Erick sama sekali. Melihat itu, Erick hanya menyunggingkan bibirnya dan dia segera mengulurkan tangannya untuk menyentuh dagunya Syifa. Syifa pun merasa sangat terkejut, apalagi Erick langsung memaksa dirinya untuk melihat kearahnya. "A … apa yang ingin kamu lakukan padaku?" Tanya Syifa yang saat ini, tatapan mereka bertemu satu sama lainnya. Erick pun tersenyum dingin, lalu mendekatkan wajahnya dengan wajahnya Syifa. "Kamu mau kabur lagi dariku? Hah!" Ucap Erick dengan nada menakutkan. Syifa pun menggelengkan kepalanya. Karena dia juga tidak tahu, dengan apa yang Erick katakan padanya. "Aku … aku tidak mungkin bisa kabur lagi dari kamu. Bukankah aku … aku sudah dijaga ketat oleh anak buah kamu. Apalagi, aku baru saja sadar dan ini … ini aku di mana? Kenapa aku tidak berada di … di kamar kita?" Ucap Syifa yang langsung menutup mulutnya. Karena dia lupa, kalau statusnya dan Erick sudah lama bercerai dan dia tidak pantas menyebutkan kamar mereka dahulu, menjadi kamarnya lagi. Sementara itu. Erick langsung tertawa mengejek, lalu tatapannya semakin mengerikan. "Apa yang tadi kamu katakan? Kamar kita? Kamu ternyata masih ingat jika kamar itu, adalah kamar kita," ucap Erick yang semakin mendekati wajahnya Syifa hingga jarak mereka hanya tinggal beberapa senti. Saat itu, Erick melihat bibir Syifa yang masih pucat dan gemetar. Namun, entah mengapa. Saat melihat bibir itu, Erick merasakan rasa rindu yang mendalam dan juga, dia ingin sekali mencicipi manisnya bibir itu yang sudah lama tidak dia sentuh itu. Sejenak, Erick terus menatap bibir itu dan timbul perasaan yang sama seperti dahulu. Perasaan yang selalu menginginkan Syifa dan itu, membuat Erick mulai tidak bisa mengendalikan hati serta pikirannya juga. "Syifa, apakah kamu tahu … kenapa aku sangat marah padamu?" Tanya Erick yang tatapannya masih terus menatap bibirnya Syifa. Mendengar itu, Syifa hanya menganggukkan kepalanya, karena dia tahu jika yang bersalah adalah dirinya. "Aku tahu, akulah yang bersalah. Akulah wanita yang sangat kejam dan akulah wanita yang pantas mati di tangan kamu. Mas, silahkan kamu bunuh aku sekarang juga. Aku … aku siap menerima hukuman, karena aku memang yang bersalah kepadamu," ucap Syifa dengan suka rela. Karena baginya, hidup dalam kebencian dari pria yang sangat dia cintai, jauh lebih menyakitkan daripada mati itu sendiri. Mendengar itu, Erick kembali tertawa dan dia segera mengencangkan cengkraman di dagunya Syifa. "Kamu ingin mati? Jangan mimpi kamu, Syifa! Mati itu terlalu enak untuk kamu!" Ucap Erick dengan nada kejam. "Dengarkan aku! Aku tidak akan mengizinkan kamu untuk mati dan … aku akan melakukan hal yang lain, agar kamu mengerti jika menyakiti seorang Erick, akan merasakan sebuah penderitaan yang jauh lebih menyakitkan dari sebuah kematian," ucap Erick dengan seringai bagaikan iblis yang siap memakan Syifa saat ini juga. Lalu, Erick pun mendekatkan bibirnya di telinga Syifa, lalu dia pun berkata kembali. "Ingat! Sampai detik ini, kamu masih istriku dan aku tidak pernah menandatangani surat perceraian itu. Jadi … Seumur hidup kamu, kamu hanya akan menjadi istriku dan aku akan dengan mudahnya, menyiksa kamu sampai kamu memohon kepadaku, kalau kamu ingin mati!" Ucap Erick dengan suara yang dingin dan sangatlah kejam. Mendengar itu. Syifa merasakan esa sakit yang luar biasa dan dadanya benar-benar terasa sangat sesak. Karena setiap ucapan yang keluar dari mulutnya Erick, benar-benar menusuk hatinya itu. "Mas! Kamu …. Kamu kenapa tidak menandatangani surat itu? Aku … Aku pikir kalau kamu … sudah menandatangani surat itu dan … sudah melupakan aku," ucap Syifa yang entah mengapa, jika dia merasa Sedikit senang saat mendengar jika dirinya masih istri sah nya Erick, namun mengingat jika dirinya telah meninggalkannya. Syifa merasakan akan ada hal yang berbahaya yang akan menimpa dirinya dan juga Ferdinand. Syifa langsung mengingat sosok gilanya Ferdinand yang pernah mengancam dirinya, jika Ferdinand akan membunuh Erick dan Syifa pun langsung merasakan seluruh tubuhnya gemetar, karena dia tidak sanggup jika melihat Erick mati di tangan Ferdinand karena dirinya. Baru saja membayangkannya saja, Syifa merasa sangat tidak sanggup dan dia pun segera menundukkan kepalanya, lalu air mata pun mulai jatuh dari sudut matanya itu. "Aku … aku tidak mau menjadi istrimu lagi mas. Kamu … kamu tolong tanda tangani surat itu dan kita tidak memiliki hubungan apapun lagi. Lalu, kamu juga bisa menikah dengan wanita yang jauh lebih baik dariku serta kamu juga bisa memiliki anak dengannya. Bukan dengan wanita kejam seperti ku yang sudah …." Syifa tidak bisa melanjutkan ucapannya, karena Syifa juga merasa sangat menderita ketika dia mengingat jika dirinya dipaksa melakukan aborsi oleh Ferdinand saat itu juga. Mengingat itu, tubuh Syifa pun gemetar dengan hebat dan tanpa dia sadari, pandangan kembali terlihat sangat gelap. Lalu, tanpa dia sadari. Syifa pun kembali pingsan dan jatuh ke dalam pelukannya Erick. "Ke … kenapa semua ini … terlihat sangat gelap!" Ucap Syifa sambil memejamkan matanya. Melihat itu, Erick langsung merasa sangat panik dan secepatnya dia menatap wajah Syifa yang sangat pucat pasi itu sudah menutup matanya lagi. "Syifa! Kamu … kamu kenapa lagi!" Teriak Erick yang langsung merasa panik saat itu juga dan Erick pun memeluk Syifa dengan eratnya. Seolah-olah, dia benar-benar takut kehilangan Syifa dan perasaan yang pernah dia rasakan di masa lalu pun mulai datang kembali. "Jangan pergi! Kamu … kamu tidak boleh meninggalkan aku! Tidak! Kamu tidak boleh pergi lagi!" Teriak Erick sambil memeluk tubuh Syifa yang sangat lemah itu. Di sisi lain. Dokter beserta perawat itu pun saling menatap satu sama lainnya. Karena kini, mereka mengerti jika wanita yang sempat meminta obat untuk membuat dia bisa mati secepatnya itu, ternyata bukanlah candaan saja, melainkan ada alasan lain yang kini mereka mengerti, jika penderitaan Syifa memanglah sangatlah berat. Sejenak, sang dokter dan perawat itu terdiam seperti patung dan keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hingga, mereka berdua pun merasa sangat terkejut. Ketika mendengar suara pria yang menakutkan baginya, kini memanggil mereka berdua saat itu juga. -bersambung- Dhini_218 Only on: Dreame n Innovel.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD