•••
Sudah sejam lebih Naga berkeliling di sekitar Bandung, karena yang dipikirkannya tak mungkin juga Bulan akan pergi jauh. Hingga perkataan Elmira cukup mengganggunya, tapi Naga tetap memutuskan datang ke tempat itu—siapa tahu Bulan yang sedang stres itu memang berada di tempat yang disebutkan Elmira. Naga datang ke diskotek dengan jarak paling dekat dari panti asuhan, Bulan gadis yang cantik, jadi pasti mudah bila harus menggoda laki-laki sekadar menuruti keinginannya saja, tapi bahaya lagi jika gadis itu setelahnya akan dimanfaatkan untuk hal tak senonoh. Sebenarnya Naga pun enggan peduli, tapi demi Elmira ia rela lelah-lelah mencari Bulan.
Naga menepikan mobilnya di depan sebuah diskotek, tampak mobil serta motor berjejer rapi di area parkir. Baru pukul delapan saja sudah cukup ramai, meski ragu Naga tetap masuk. Ia bisa mencium aroma alkohol yang begitu kuat menguar dari ruangan besar itu, keadaan di dalam cukup penuh hingga asap rokok tercium di mana-mana, Naga sempat batuk saat asap itu tak sengaja masuk ke mulutnya.
“Mau sama siapa, Mas?” tanya seorang PSK yang sengaja menghampiri Naga saat laki-laki itu mengedar pandang berharap menemukan Bulan.
Naga menatapnya sejenak, “Jauh-jauh, gue nggak nyari elo.”
PSK itu tampak kecewa dan melenggang pergi, Naga menatap banyak orang yang berjoget mengikuti ritme musik beat yang diputar oleh disk jockey, beberapa pasangan juga melakukan one night stand di sana. Naga sampai risi sendiri melihatnya, tapi ia tak kunjung menemukan Bulan yang antah berantah tak tahu di mana.
Namun, saat tatapan Naga mengarah pada meja bartender, ia menemukan seseorang dengan postur tubuh mirip Bulan. Baru beberapa hari bertemu saja dengan mudah Naga menghapal bentuk gadis itu, dua laki-laki mengapitnya, salah satu dari mereka bahkan merangkul bahu Bulan.
Naga berdecak seraya menghampiri mereka, ia berdeham dan membuat ketiga orang itu menoleh, ternyata memang Bulan dengan raut berbeda, gadis itu sudah sangat mabuk—terlihat dari sorot mata sayu dan bahasa tubuhnya.
“Siapa lo?” tanya laki-laki yang masih merangkul Bulan.
“Gue Naga, dia pacar gue,” aku Naga sengaja berbohong.
“Dia pacar lo? Tadi bilang baru aja putus karena diselingkuhin.”
“Cuma salah paham aja, bisa sekarang gue bawa dia pulang.”
“Ganti rugi minuman dia dulu, gue yang bayar nih.”
Naga merogoh saku dan mengeluarkan uang sebesar lima ratus ribu, ia berikan semua itu. “Cukup nggak?”
Laki-laki yang merangkul Bulan itu tersenyum puas menatap uang yang dibagi Naga, ia mengangkat jempol dan melepaskan rangkulannya pada Bulan.
“Sip, sekarang lo bisa bawa cewek lo pulang.”
Naga pun berusaha keras memaksa Bulan agar berdiri, ia melingkarkan satu tangan Bulan di bahunya.
“Apaan sih!” Bulan berusaha mendorong Naga agar menjauhinya, tapi tenaga Naga lebih kuat dan keukeuh memaksa gadis itu keluar dari sana. Alhasil meski bersusah payah akhirnya Bulan berhasil dibawa keluar dari tempat penuh maksiat itu, Bulan ternyata memang gadis gila yang suka mabuk dan nekat. Makin kesal sendiri Naga menghadapi gadis itu, harusnya Bulan ditenggelamkan pada laut saja ketimbang merepotkan orang-orang.
Naga mendudukan Bulan di kursi dekat kemudi, ia memasangkan seat belt pada tubuh dengan mata terpejam itu.
“Kamu gitu ya, Ka. Mentang-mentang aku nggak mau disentuh malah kamu sentuh cewek lain, bagus ...,” rancau Bulan sebelum terkekeh mirip orang gila.
Naga menggeleng, dia menutup pintu dan bergegas duduk di balik kemudi, belum sempat Naga memutar kontak mobil, Bulan lebih dulu menarik laki-laki itu dan menciumnya begitu lembut. Bisa Naga rasakan bibir itu memang berperisa alkohol.
Naga mendorong Bulan agar menjauh, jika ia membiarkan gadis itu bersama dua orang tadi pasti yang Bulan lakukan sudah lebih kelewatan dari sebatas ciuman asal.
Segera Naga melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu, ia membiarkan Bulan yang melakukan sesuatu sesukanya entah itu meraba wajah Naga, merangkul lengannya—bahkan meracau tak jelas seperti orang gila.
“Nggak mungkin juga gue bawa dia ke panti sekarang, keadaan lagi mabuk, nanti malah jadi pertanyaan banyak orang,” gumam Naga, laki-laki itu memutuskan membawa Bulan sementara ke apartemennya sebelum kewarasan gadis itu kembali. Bersusah payah ia memapah Bulan ke lantai tujuh belas tempat unitnya berada.
Naga membungkuk saat merebahkan tubuh Bulan di ranjangnya, saat ia hendak beranjak—tangan Bulan menarik kerah kemeja Naga hingga tubuh mereka menempel dan berakhir dengan Bulan yang kembali mencium Naga seraya melingkarkan kedua tangannya di leher laki-laki itu. Naga benar-benar terpancing diperlakukan seperti itu oleh Bulan, ia sebagai laki-laki normal mulai terpacu adrenalinnya hingga bagian miliknya mulai menegang. Naga mulai hilang akal saat tangan Bulan meraba bagian d**a dan turun ke perutnya, ciuman itu bahkan tak terlepas hingga Naga ikut membalasnya.
Naga mulai merangkak di atas tubuh Bulan, ia yang akan berkuasa sekarang. Naga melepas satu per satu kancing kemeja Bulan dan melepas pagutannya, ia menatap mata sayu yang kemerahan itu.
“Ayo ...,” rengek Bulan meminta kegiatan mereka tetap dilanjutkan, Naga pun kembali menunduk, dengan sabar ia mengecup tiap bagian di leher Bulan sebelum berpindah pada bagian d**a. Naga menyesap kuat-kuat dan menciptakan ruam kebiruan di sana, saat pikirannya terlintas wajah Kinta, dengan cepat Naga beranjak dan turun dari ranjang.
Keawarasan Naga akhirnya kembali, ia menatap Bulan yang diam di ranjangnya dengan kening berkerut, baru saja dia terlena dan masuk dalam permainan gadis gila itu, hampir saja Naga melakukan hal di luar batas. Naga memutuskan masuk kamar mandi dan membasuh wajahnya.
Ia kembali dan memgancing lagi kemeja Bulan, bisa dilihatnya sejelas mungkin bekas kissmark yang dibuatnya tadi. Sekarang Bulan sudah terlelap, Naga menutupi tubuh gadis itu dengan selimut hingga sebatas d**a, ia memutuskan tidur di ruang tamu ketimbang sekamar dengan Bulan, takut saja jika tengah malam tiba-tiba setan merasuk dan membuatnya kembali khilaf.
•••
Pagi itu sekitar pukul sembilan Bulan terbangun, ia mengerjap sebelum beranjak dan kebingungan menatap keadaan di sekitarnya.
“Gue di mana? Masa iya sih gue ngamar sama dua cowok semalam,” gumamnya sebelum turun seraya menyentuh kepala yang masih sakit, saat tatapan Bulan mengarah pada nakas ia tahu ada di mana sekarang—kamar Naga, foto Naga memperjelas semuanya.
Bulan melangkah menghampiri pintu, ia membuka dan mencium aroma roti panggang yang menguar nikmat, seketika perut Bulan mulai menyiratkan sesuatu yang berbeda, Bulan sadar kalau dia memang sedang lapar.
“Morning, Baby,” sapa Bulan tanpa tahu malu, ia meraih sepotong roti bakar yang baru diletakan Naga pada piring.
Naga menghela napas panjang, ia memutuskan melakukan sarapan paginya ketimbang meladeni gadis itu. Naga duduk di balik meja dan meminum segelas s**u, ia juga mengunyah roti bakarnya.
Bulan menarik kursi dan duduk di seberang Naga, ia tampak menikmati semua tanpa canggung seperti rumah sendiri.
“Oy, kok gue bisa ada di apartemen lo sih? Lo bawa gue ke sini? Kenapa?” tanya Bulan bertubi-tubi.
Naga enggan menyahut, dia tetap mengunyah makanannya dan berharap dibutakan sebentar saja agar tak melihat Bulan.
“Seingat gue semalam ada di bar deh lagi minum sama dua cowok, kenapa sekarang sama elo sih? Lo teman mereka atau apa?” tanya Bulan lagi dan Naga masih diam, “jangan-jangan lo—”
“Nggak usah ngomong macam-macam, kalau bukan karen Elmira juga gue nggak mau nyari-nyari lo semalam!” ketus Naga mulai kesal.
“Elmira? Apa sih urusannya sama anak kecil itu, keluarga juga bukan, tapi repotnya minta ampun,” sahut Bulan tampak tak acuh.
“Lo itu punya empati enggak sih? Otak lo di mana sebagai manusia!” Naga beranjak meninggalkan ruang makan menuju kamarnya, ia kehilangan nafsu makan saat berdebat pagi-pagi dengan Bulan.
Gadis itu ikut beranjak dan mengekor di belakang Naga, “Maksud lo apa? Elmira itu siapa sampai semua orang peduli sama dia, Elmira cuma anak penyakitan yang nggak punya teman, ’kan?”
Naga menoleh dan menghunuskan tatapan tajam pada Bulan, “KARENA ITU GUE NYARI ELO!!! DIA SAYANG SAMA LO, DIA NGERASA CUMA LO YANG BIKIN DIA BAHAGIA. LO PIKIR GUE MAU NYARI ELO CUMA KARENA HAL SEPELE, DIA PENTING BUAT GUE!!!”
Bulan tak mau kalah, “Kalau lo emang nggak ikhlas cari gue, mending nggak usah sekalian! Gue bisa urus hidup gue sendiri!”
“Iya emang! Harusnya semalam gue biarin dua orang itu perkosa lo, cuma karena diselingkuhin aja rasanya kayak mau kiamat ya!” Naga melengos melewati Bulan, tapi dengan cepat gadis itu menarik lengannya hingga mereka kembali berhadapan.
“Lo nggak tahu gimana hancurnya gue pas tahu Raka main apa di belakang gue. Gue sayang sama dia, gue kasih apa pun buat dia! Apa lo nggak pernah sayang sama seseorang, apa lo nggak tahu cinta itu gimana!”
“Gue tahu! Tapi yang lo lakukan itu berlebihan, kalau dia emang selingkuh harusnya lo bersyukur dijauhin dari laki-laki yang bisanya nyakitin hati perempuan. Bukan malah nangis-nangis terus mabuk!”
“Gue sakit hati!”
“Terserah! Gue mau kuliah sekarang! Kalau lo emang nggak mau balik buat Elmira ya silakan, sekarang pergi dari sini dan anggap kita nggak pernah ketemu.” Naga kembali melenggang pergi, Bulan diam sejenak sebelum senyum miringnya mengembang.
“Gue terima tawaran elo dengan satu syarat!” seru Bulan membuat Naga yang hampir membuka pintu utama menoleh.
“Apa?”
“Antar gue ke Jakarta setelah lo pulang ngampus, gue mau pukul bacotnya si Raka.”
•••
Kau tahu bagaimana kupu-kupu bisa terlihat begitu cantik? Ia bermetamorfosis dulu.
Seperti kita yang harus melewati satu per satu suasana agar bisa mengubah semuanya.