"Apa kamu yakin mau menghabiskan sisa umur kamu dengan laki-laki seperti abang saya itu?" Akbar mengulangi pertanyaannya.
"Mau gimana lagi, dia suamiku, Akbar. Tugas seorang istri adalah melayani suaminya terlepas dari apa dia mencintai pria itu atau tidak," jawab Stela datar.
Akbar tersenyum lebar. Jawaban Stela cukup membuatnya merasa puas karena wanita ini jelas tidak mencintai Jayden sang kakak. Ya, meskipun Stela tidak mengatakan hal itu secara langsung. Ia merasa masih memiliki kesempatan untuk merebut hati wanita ini, tidak peduli meskipun saingannya adalah kakaknya sendiri. Istilah pembinor layak disematkan kepada pria berusia 27 tahun itu.
"Baiklah, saya doakan semoga pernikahan kalian bahagia," ujar Akbar hanya berpura-pura tulus. "Meskipun saya suka sama kamu, tapi saya akan menerima kamu sebagai kakak ipar saya. Semoga saya bisa jadi adik ipar yang baik buat kamu, Stel."
Stela hanya tersenyum ringan seraya menganggukkan kepalanya pelan. Wanita itu pun melanjutkan langkah kakinya yang sempat tertahan menaiki satu-persatu anak tangga menuju lantai dua di mana kamarnya berada.
"Andai saja kamu datang terlebih dahulu, mungkin aku punya alasan untuk menolak pernikahan ini, Akbar. Kamu terlambat, sangat-sangat terlambat. Namun, aku senang ketemu kamu di sini, setidaknya aku tidak sendirian," batin Stela penuh penyesalan.
***
Malam hari tepat pukul 22.00, Stela yang tengah terlelap terpaksa menyudahi tidur panjangnya ketika sesuatu yang aneh terasa menggelitik tubuhnya. Stela sontak membuka kedua matanya yang sebenarnya masih terasa berat.
"Kamu lagi ngapain, Mas?" tanya Stela menatap wajah suaminya yang sudah berada di atas raganya.
"Diem dulu," pinta Jayden mendesah pelan sementara Stela seketika memekik kesakitan.
"Argh! Sakit, Mas," rengeknya seraya memejamkan kedua matanya menahan rasa sakit.
Lagi dan lagi, Jayden mengabaikan pekikan dan rengekan istrinya. Pria itu benar-benar larut dalam kenikmatan surga dunia tanpa mengindahkan rasa sakit yang dirasakan oleh istrinya. Stela hanya bisa pasrah, buliran bening nampak bergulir membasahi wajah cantiknya. Sampai akhirnya, tubuh Jayden seketika menegang, kedua matanya pun nampak terpejam diiringi suara lenguhan panjang sebagai pertanda bahwa puncak itu berhasil dia dapatkan secara sempurna. Surga dunia benar-benar membuat Jayden gila dan menjadi candu baginya.
Tubuh Jayden terkulai lemas tepat di atas raga istrinya. Napas pria itu pun nampak tersengal-sengal. Jayden mengangkat kepala lalu menatap wajah Stela. Telapak tangannya perlahan mulai bergerak mengusap buliran bening yang bergulir dari sudut matanya.
"Jangan nangis kayak gini, melayani suami itu yang ikhlas biar dapet pahala," ujarnya tersenyum sinis.
Stela memalingkan wajahnya ke arah lain seraya menggigit bibir bawahnya keras tanpa mampu menimpali ucapan suaminya.
"Mas mandi dulu, kamu lanjutin tidur kamu," ujarnya lagi seraya menjatuhkan tubuhnya ke arah samping.
"Aku mau cari udara segar di luar. Kamu tidur aja duluan, ngantuk aku udah ilang," jawab Stela dingin lalu merapikan pakaian di tubuhnya yang acak-acakan.
Jayden tersenyum menyeringai kemudian berujar, "Mas gak suka kamu terlalu dekat sama si Akbar."
Stela sontak menahan kakinya yang hendak melangkah. "Kenapa? Dia temenku waktu SMA," jawab Stela menatap dingin wajah suaminya. "Lagian, aku mau deket sama siapapun, aku yakin kamu gak bakalan cemburu, Mas."
Stela melanjutkan langkah kakinya dengan wajah datar. Sementara Jayden hanya menatap punggung wanita itu seraya menghela napas panjang. Meskipun Stela hanya pengantin pengganti, tapi status wanita itu tetaplah istrinya. Terlebih, setelah dua kali melakukan hubungan suami istri, hati seorang Jayden seakan mulai terikat kuat dan tidak rela jika istrinya itu dekat dengan pria lain. Apakah itu cinta? Entahlah, sejauh ini Stela tidak lebih dari pemuas nafsunya saja.
"Kamu miliki saya, Stela. Semua yang ada di tubuh kamu kepunyaan saya. Tidak boleh ada pria lain yang berani menyentuh kamu, selain saya," gumamnya menatap tubuh Stela hingga wanita itu menghilang di balik pintu.
***
Stela berjalan ke arah dapur luas yang dilengkapi dengan kitchen set bernuansa putih juga meja makan berukuran besar. Suasana rumah mewah itu benar-benar terasa sepi dan hening. Dua orang asisten rumah tangga yang bekerja di sana pun sudah tidak terlihat di manapun karena tugas mereka sudah selesai. Stela berjalan ke arah kulkas lalu membukanya kemudian. Botol air mineral pun ia raih lalu meneguknya pelan.
"Haus ya, Mbak?" tanya Akbar tiba-tiba sudah berada di belakang Stela mengejutkan.
Stelan secara refleks memuntahkan air yang belum sempat ia telan hingga buliran bening itu seketika membasahi lantai juga pakaian yang ia kenakan. Ia pun segera berbalik lalu memukul bahu Akbar keras dan bertenaga.
"Kamu apaan sih? Ngagetin aja tau, aku kira hantu," ujarnya seraya mengusap ujung bibirnya yang basah.
"Di rumah ini mana ada hantu, Stela," jawab Akbar menatap bibir merah Stela seraya tersenyum ringan.
"Sejak kapan kamu ada di sini? Ko tau-tau udah ada dibelakang aku aja." Stela meletakan botol mineral di atas meja makan.
Bukannya menjawab pertanyaan Stela, yang dilakukan oleh Akbar adalah mengusap buliran air yang masih tersisa di ujung bibir Stela. Wanita itu seketika tertegun tanpa melakukan penolakan apapun.
Akbar tersenyum ringan. "Emangnya kamu lagi mikirin apaan sih, sampel-sampe kamu gak nyadar saya ada di sini?"
Stela diam seribu bahasa. Kedua matanya nampak menatap lekat wajah Akbar Cole tanpa berkedip sedikitpun. Di saat suaminya memperlakukannya dengan sangat kasar, Akbar melakukan hal yang sebaliknya. Senyuman yang diperlihatkan oleh pria itu bahkan terasa mengobati luka di hatinya.
"Jangan liatin saya kayak gitu, Stela. Nanti kamu suka lagi sama saya," sahut Akbar tersenyum cengengesan.
"Hah?" Stela sontak memalingkan wajahnya ke arah lain dengan perasaan gugup. "Eu ... aku balik ke kamar dulu ya."
"Ingat, Stela. Ipar adalah maut, kalau kamu gak mau terjerumus ke dalam hubungan terlarang, kamu harus menghindari Akbar sebisa mungkin," batin Stela seraya menghela napas panjang.
Stela hendak melangkah, akan tetapi langkah kakinya terpaksa terhenti saat telapak tangannya tiba-tiba saja diraih dan ditarik oleh Akbar hingga tubuhnya terhempas ke dalam pelukan pria itu.
"Apa yang kamu lakukan, Akbar?" tanya Stela dengan kedua mata membulat kesal juga sontak mendorong tubuh Akbar kasar.
"Saya tau kamu tak mencintai kakak saya, Stel," sahut Akbar menatap sayu wajah sang kakak ipar. "Saya cinta sama kamu, Stela. Tak bisakah kamu meninggalkan abang saya demi saya?"
"Apa maksud kamu, Akbar? Jangan bercanda, ya," decak Stela tersenyum sinis. "Aku istri kakakmu sendiri, berani-beraninya kamu ngomong kayak gitu sama aku."
"Jika abang saya tidak bisa membahagiakan kamu, saya berjanji akan membahagiakan kamu, Stel. Saya cinta sama kamu."
"Dasar gila!" sinis Stela hendak melangkah. Namun, Akbar kembali meraih pinggang wanita itu lalu membawa ke dalam pelukannya. "Lepaskan aku, Akbar. Apa yang kamu lakukan?"
"Tunggu sebentar saja, Stel. Saya ingin memeluk kamu sebentar aja," pinta Akbar mendekap erat tubuh Stela. "Apa kamu tau berapa lama saya memendam perasaan sama kamu? Setelah pulang dari luar negeri, saya berniat buat menemui dan menyatakan perasaan cinta saya sama kamu, tapi ternyata kamu udah jadi istri kakak saya sendiri. Apa kamu tau bagaimana perasaan saya? Sakit Stel. Sakit!"
Stela seketika diam membeku.
Bersambung