1. Mendapatkan Pekerjaan Baru

1004 Words
Satu bulan kemudian kondisi Aruna sudah jauh lebih terawat dari saat pertama kali datang ke ibukota. Tubuhnya lebih berisi dan cenderung montok. Ditunjang dengan bentuk payudaraa yang meski kecil tapi tampak padat berisi dan juga bokongg yang montok sejak berat badannya bertambah. Kulit kuning langsatnya juga lebih berseri membuat siapapun sulit untuk tidak terjerat pada pesona Aruna. Tutur katanya pun juga halus, ramah dan sopan. Suaranya terdengar kalem dan lembut. Membuat siapapun terutama para kaum adam betah berlama-lama mengobrol dengannya. Mungkin disitu letak daya pikat seorang Aruna setelah tubuh sintal dan wajah ayunya. Satu hal lagi yang menjadi daya pikat Aruna, senyumnya yang manis dan menyejukkan hati. Selama satu bulan di kota metropolitan Aruna memang belum mendapat pekerjaan tetap dengan penghasilan yang jauh lebih baik daripada bekerja membantu di warung nasi milik Ranti. Namun nama Aruna sudah terkenal di seantero terminal. Para lelaki berbondong-bondong untuk makan di warung nasi Ranti. Bagaimanapun juga kehadiran Aruna di warungnya sangat mendongkrak pendapatan warung nasi Ranti. Meski kehadiran Aruna mendatangkan keuntungan bagi warungnya, tapi Ranti masih tetap berusaha mencarikan pekerjaan yang baik dan berpenghasilan besar tentunya untuk Aruna. Dia begitu menyayangi Aruna dan ingin kehidupan Aruna lebih baik darinya. Ranti tidak mau kalau Aruna terus-terusan di warungnya. Dia tidak suka ketika para lelaki m***m itu datang bukan hanya untuk sekadar makan, tapi juga mengambil kesempatan untuk menggoda hingga melecehkan Aruna. Ranti tidak mau warung makannya dijadikan tempat tidak senonoh kalau perbuatan laki-laki m***m tersebut pada Aruna dibiarkan begitu saja. Satu-satunya cara menghentikan semua itu hanyalah dengan mencarikan tempat kerja yang layak untuk Aruna. Bila perlu Aruna tidak perlu lagi datang ke warung Ranti sekalipun hanya untuk membantu ala kadarnya. Suatu pagi ada seorang wanita paruh baya mendatangi kontrakan Ranti yang merupakan rusun di tengah padatnya kota Jakarta. Saat ini Ranti sedang ada di pasar untuk berbelanja, sementara Aruna sedang di loteng gedung rusun menjemur pakaian yang baru saja dicucinya. Wanita tersebut tidak menemukan Ranti maupun Aruna di dalam rumah. Akhirnya wanita itu menitipkan sebuah amplop berisi pesan untuk Aruna, pada tetangga mereka yang kebetulan hendak keluar rumah. Tidak lama setelah wanita paruh baya tadi meninggalkan gedung kontrakan Aruna turun untuk kembali ke rumah Ranti. Tepat saat Aruna membuka pintu rumah tetangganya tadi sudah kembali dan segera menitipkan sebuah amplop pada Aruna. "Apa ini, Mpok?" tanya Aruna heran. "Tadi ada wanita kaya datang ke sini nyariin elu sama Ranti. Berhubung nggak ketemu salah satu dari kalian, dia memberikan amplop itu buat diserahin ke elu atau Ranti." "Makasih, ya, Mpok." "Iya, Run. Same-same." Setelah berada di dalam rumah Aruna membuka amplop yang ternyata berisi secarik kertas yang bertuliskan menunggu kedatangan Aruna di sebuah kafe yang terletak tidak jauh dari kompleks rusun tempat tinggal Aruna dan Ranti. Setelah membaca pesan di secarik kertas itu Aruna tahu siapa yang ingin menemuinya sepagi ini. Tak ingin mengulur waktu dan membuat wanita itu bosan menunggunya, Aruna segera bersiap. Beruntung subuh tadi dia sudah mandi jadi tadi tidak perlu mandi lagi. Dia bergegas ganti pakaian yang lebih layak untuk memenuhi undangan tersebut tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu dengan Ranti. Nanti saja setelah ketemuan, pikir Aruna. Aruna berlari kecil menuju ujung jalan, lokasi kafe tempat wanita yang sedang menunggu kedatangannya. Setelah sampai di depan pintu kafe dimana papan informasi di pintu kacanya masih menunjukkan tulisan closed, Aruna tidak lantas memasuki kafe tersebut. Dia masih melihat penampilannya dari refleksi bayangannya di pintu kaca. Aruna sedikit merapikan rambut sebahunya yang pagi ini dibiarkan terbuka. Aruna memoles senyum terbaiknya ketika membuka pintu kaca dan melangkah sopan mendekati posisi wanita yang menunggu kedatangannya. Wanita tersebut tidak menyadari kehadiran Aruna karena sedang duduk memunggungi pintu. "Selamat pagi Bu Menik," sapa Aruna sopan. "Saya Aruna," sambungnya memperkenalkan diri. "Ya, saya ingat kamu Aruna. Kamu datang sendirian?" tanya wanita bernama Bu Menik yang memiliki tatapan penuh intimidasi. "Iya, Bu. Mbak Ranti masih ada di pasar. Kalau nunggu datangnya Mbak Ranti, saya takut Bu Menik kelamaan nunggu," jelas Aruna. "Kamu sangat sopan. Majikan saya pasti sangat menyukaimu." "Apa saya diterima bekerja di rumah majikan Bu Menik?" tanya Aruna antusias. "Tentu saja. Kalau tidak mana mungkin saya jauh-jauh datang ke sini." "Jauh-jauh? Bukankah rumah majikan Bu Menik tidak jauh dari terminal? Artinya tidak terlalu jauh juga untuk sampai ke sini, kan?" "Oh, itu bukan rumah majikan saya." "Lalu rumah majikan Bu Menik di mana?" "Nanti kamu juga akan tahu sendiri. Hari ini kamu bersiap ya. Kemas semua barang-barang yang mau kamu bawa. Besok pagi-pagi orang saya akan menjemput kamu. Oh, iya, sebelum datang kamu harus menjalani vaksin anti virus dulu dan pemeriksaan medis secara keseluruhan. Soal kontrak kerja akan saya siapkan hari ini di tempat pengacara pribadi majikan saya. Akan saya pastikan sebelum sore kontrak sudah siap kamu tanda tangani," jelas Bu Menik dengan intonasi bicara tegas. "Sejauh apa rumah majikan utama Bu Menik yang nantinya akan menjadi majikan saya?" tanya Aruna penuh ketakutan. "Kamu tidak perlu banyak tanya. Kamu tenang saja. Semuanya sudah terjamin di sana. Kamu hanya tinggal bekerja dengan rajin, tulus dan tentunya jujur." Bu Menik bangkit dari kursinya meninggalkan Aruna tanpa penjelasan apa pun soal lokasi rumah calon majikannya. “Terima kasih banyak atas bantuannya, Bu. Saya senang sekali mendengar kabar ini.” “Tapi… apa kamu yakin ingin menjadi seorang asisten rumah tangga? Saya lihat kamu masih muda dan bugar. Cantik lagi. Apa kamu tidak mencoba mencari pekerjaan yang lebih baik dari itu?” tanya Bu Menik sembari menilik fisik Aruna. “Saya cuma perempuan kampung yang tinggal di desa, Bu. Saya juga tidak punya kelebihan apa pun selain fisik yang kuat. Sekolah saja cuma sampai kelas dua SMA. Tidak sampai tamat karena keburu pandemi,” jawab Aruna polos. “Oh, gitu. Sebenarnya saya sudah membaca tentang riwayat hidupmu. Saya bertanya seperti ini hanya untuk memastikan supaya kamu tidak menyesal di kemudian hari.” Kali ini Aruna hanya tersenyum tipis merespon ucapan Bu Menik. Ya, sudah kalau itu memang kemauan kamu. Saya harap kamu sudah siap ketika orang saya datang menjemputmu,” ujar Bu Menik tegas. “Tentu saja. Sekali lagi terima kasih banyak atas bantuannya, Bu.” ~~~ ^vee^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD