Part 6

1267 Words
Hujan masih turun begitu lebat saat mereka tiba di lokasi. Azela terlihat tengah mencari payung di jok belakang. Namun dia hanya menemukan satu payung lipat padahal seingatnya dia memiliki dua di mobil.   “Kau tunggu di sini dulu. Aku akan meminjam payung ke kru lain. Hujannya sangat lebat.” Azela sudah akan bergegas, namun Geza menahan lengannya dan merebut payung itu dari tangan Azela.   “Kau tunggu di sini.” Balas Geza lalu turun dari mobil, meninggalkan Azela yang diam dengan Tanya di kepalanya. Pria itu selalu membuat semuanya rumit dan meninggalkan pertanyaan dalam dirinya.   Kan, benar saja bukannya masuk ke dalam untuk meminjam payung kru pria itu justru memutari mobilnya, membukakan pintu mobil Azela dan menyuruh gadis itu turun.   “Ayo turun, terlalu lama kau menunggu di sini.” Geza langsung menggenggam tangannya, membuat Azela tidak memiliki waktu untuk menyela karena rasa terkejutnya saat Geza langsung menariknya untuk mendekat dan memeluknya erat dari samping. “Mendekatlah.” Azela yang sudah bisa mengendalikan perasaannya langsung menatap jengah pada Geza yang menatapnya dengan kening berkerut.   “Kau ini kenapa? Bukankah akan lebih mudah jika aku ke dalam mengambil payung untukmu. Kenapa justru mempersulit. Jika seperti ini kita akan basah. Ya Tuhan. Aku benar-benar bingung apa yang sebenarnya kau pikirkan, Tuan Geza.” Azela menahan kekesalannya sekali lagi, membuat Geza hanya menyunggingkan senyum puasnya, dan justru mengeratkan pelukannya pada gadis itu.   “Terlalu lama.” Balasnya singkat membuat Azela sekali lagi menggeram kesal.   “Uhh, romantisnya saling berpelukan di bawah hujan menggunakan payung hitam. Ah, jadi tidak dingin.” Dewa kembali menggoda keduanya begitu Azela dan Geza masuk ke studio. Membuat Geza hanya mendecak kesal dan langsung menuju facilities room diikuti oleh Azela yang bajunya juga basah sebagian.   Gadis itu menunggu langsung merias Geza tanpa sepatah kata pun, begitu juga dengan Geza yang menatap dalam pada Azela yang terlihat cekatan dan tak terganggu dengan Geza yang menatapnya begitu intens.   Akhir-akhir ini Geza berusaha mengabaikan rasa asing setiap dia bersama Azela. Namun dia tidak bisa, dia tetap selalu memperhatikan dan menatap intens setiap ekpresi Azela saat bersamanya, kekesalan gadis itu, tawa gadis itu dan bagaimana gadis itu berbicara dan cekatan melakukan pekerjaannya. Geza tau ini adalah hal yang salah. Dia dan Azela hanya dua orang yang harus bersikap professional dan tidak lebih.   “Aku akan mencongkel matamu jika kau masih menatapku seperti itu.” Azela dengan tatapan tajamnya menatap Geza sengit, membuat Geza tersadar dan tersenyum. Gadis itu benar-benar berbeda. Mana ada bawahan yang berani berbicara seperti itu pada bosnya jika bukan Azela.   “Sekarang aku tau kenapa kau tidak pernah terlihat berkencan dengan pria mana pun.” Goda Geza yang menjadi hobinya akhir-akhir ini.   “Tutup mulutmu.” Azela masih membalasnya sengit, karena apapun jawaban pria itu pasti hanya untuk mengejeknya.   “Lihatlah …. Lihatlah. Bagaimana ada pria yang mau berkencan denganmu jika kau tidak ada lembut-lembutnya sebagai wanita.” Geza mencibir, membuat Azela langsung memukul bahu pria itu dengan malas.   “Kubilang diam. Sana ganti bajumu.” Azela langsung menyelesaikan pekerjaannya, mengambil tuxedo untuk Geza dan menyerahkannya dengan wajah bersungut kesal dan keluar dari ruangan.   Sembari menunggu Leonid menyelesaikan pemotretan mereka. Azela pergi menuju pantry untuk membuat mie cup seperti biasanya. Hujan masih mengguyur begitu deras pagi ini. Menikmati mie cup benar-benar nikmat di kala hujan. Itu yang dipikirkan Azela, terlebih dirinya memang belum sempat sarapan pagi ini.   “Azela. Bajumu basah. Pergilah ke ruang ganti dan minta baju pada tim di sana.” Seseorang menyapanya, membuat Azela hanya tersenyum dan mengangguk, namun tidak melakukannya, dia sibuk menuangkan bumbu di mie cupnya. Menikmatinya sambil melihat hujan dengan langit yang begitu gelap.   Gadis itu juga menyeduh kopi untuk melengkapi paginya kali ini. Benar-benar sempurna. Dia bersyukur bisa menikmati banyak hal di pekerjaannya sekarang. Walau dia harus menghadapi kekeras kepalaan Geza atau bagaimana menyebalkannya pria itu merusak moodnya setiap hari. Namun, pria itu terkadang juga perhatian, melakukan hal-hal kecil yang membuat Azela jatuh dalam pesonanya. Satu tahun ke belakang ini, dia berusaha mengabaikan perasaannya, membunuh perasaan yang semakin tumbuh itu.   Dia tau siapa dirinya dan siapa Geza. Mereka berbeda dan Azela harus membunuh perasaan itu. Dia tidak ingin memalukan dirinya sendiri. Karena tidak mungkin Geza memiliki perasaan padanya, pria itu bintang yang bersinar begitu indah di langit, maka yang pantas berada di sampingnya juga adalah seorang bintang.   Tapi, Azela juga benar-benar tidak memiliki kuasa untuk mengendalikan perasaannya. Dia berusaha, namun usahanya rasanya tidak membuahkan hasil, perasaan itu dengan kurang ajarnya tumbuh subur setiap harinya. Mungkin, saat nanti dia akhirnya menjumpai Geza memiliki kekasih, maka dia akan pergi dan melupakan Geza. Namun, untuk saat ini, dia masih menikmati pekerjaannya dan membutuhkannya. Dia akan tetap bertahan dan berusaha keras untuk mengendalikan apa yang dia rasakan walaupun mustahil rasanya.   “Lihatlah manusia yang sedang meracuni tubuhnya ini.” Suara itu menginterupsi Azela yang sedang menikmati waktunya dengan melamun. Gadis itu menoleh dan mendapati Geza di depannya, menatap penuh selidik padanya. Terutama pada cup mie Azela yang sudah kosong pun dengan kopi yang tinggal setengah gelas.   “Aku tidak membutuhkan komentar netizen untuk hidupku.” Azela beranjak dari sana, membuang cup mie-nya dan menenggak habis kopinya. Lalu menuju wastafel dan mencuci gelasnya.   “Sudah selesai?” Tanya Azela saat melihat Geza masih di tempatnya, menatapnya dengan tatapan penuh makna. “Kau ini kenapa si? Berhenti menatapku seperti itu, Geza Arsyanendra.” Azela langsung beranjak dari sana, meninggalkan Geza yang terlihat memikirkan sesuatu sembari menatap kepergiannya.   “Gadis itu. Kenapa aku tidak bisa mengontrolnya? Bagaimana bisa dia memakan mie dan kopi bersamaan. Ya Tuhan. Lihat saja, Azela. Aku tidak akan membiarkan dirimu memakan mie cup lagi.” Geza menggumam dengan nada kekesalan yang begitu nyata. Lalu menyusul Azela yang sudah menghilang dari pantry.   Semua member Leonid telah berkumpul di facilities room yang disediakan oleh pihak acara untuk mereka, terlihat tengah bersantai setelah menyelesaikan sesi pemotretan pagi ini. Azela memasuki ruangan diikuti dengan Geza di belakangnya.   “Geza, Azela, kemari. Aku ingin membahas jadwal comeback Leonid Band dan album baru kalian. Setelah ini kalian akan sangat sibuk untuk mempersiapkan comeback dan album baru kalian.” Jana terlihat begitu tegas seperti biasa, semuanya sudah berkumpul dan memang terlihat menunggu Geza yang setelah pemotretan justru langsung pergi mencari Azela yang dia temukan di pantry.   “Besok kita memiliki meeting dengan tim untuk membahas album baru kalian. Jam sembilan di XYZ tower. Aku sudah mengosongkan jadwal kalian besok. Besok benar-benar full untuk membahas album kalian juga konsepnya. Kita akan sangat sibuk setelah ini. Aku sengaja mengosongkan jadwal kalian semua sejak sebulan yang lalu. Jadi mari membuat Leonid lebih mendunia di kancah internasional. Setelah ini, kalian yang akan digadang-gadang untuk membuat band dari Indonesia terkenal ke manca Negara. Kami juga telah bekerja sama dengan beberapa promotor di Negara-negara Asia. Untuk comeback kalian kali ini, telah diusahakan untuk membuat konser di luar negeri juga, mengingat kalian juga memiliki banyak fans terutama di Thailand dan Malaysia.”   Akhir dari ucapan Mahajana disambut dengan sorak sorai member Leonid. Mereka memang merupakan salah satu grup band yang pantas diperhitungkan untuk wilayah Asia Tenggara, lagu-lagu yang dibawakannya, termasuk ciptaan Dewa yang banyak dicintai oleh fans-fansnya. Selain itu mereka juga cukup aktif berinteraksi di social media dan itu sangat membangun hubungan antara idola dengan fansnya. Wajah mereka juga merupakan boyfriend material disamping mereka yang memiliki kemampuan mumpuni untuk bisa berada di titik saat ini.   Azela yang mendengar itu juga merasa bangga dan bahagia. Dia tidak menyangka Leonid benar-benar bertumbuh dan semakin sukses ke depannya, dia tidak menutup mata akan semua kesuksesan yang dicapai karena kesolidan anggotanya dan bagaimana mereka memperlakukan satu sama lain seperti saudara, dan Azela benar-benar bersyukur bisa berada di tengah-tengah mereka.   *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD